Hari Bhayangkara
Tujuh Catatan IPW pada Hari Bhayangkara 1 Juli 2020, Sebut Polri Makin Mengerikan
Neta menyebut, ada tujuh fakta yang membuat IPW merasa ngeri melihat perkembangan Polri
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI--Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menuturkan pada Hari Bhayangkara 2020 ini, pihaknya melihat organisasi Polri makin mengerikan.
"Ada tujuh fakta yang membuat IPW merasa ngeri melihat perkembangan Polri," kata Neta kepada Warta Kota, Selasa (30/6/2020).
Pertama, kata Neta, dibandingkan dengan era Orde Baru di era reformasi saat ini anggaran Polri naik 2000 persen lebih.
"Tapi Polri selalu merasa kekurangan anggaran. Namun, seberapa besar anggaran ideal yang dibutuhkan, tidak satu pun elite Polri yang bisa menjelaskan. Polri tidak tahu persis berapa sesungguhnya anggaran idealnya," papar Neta.
• Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago Sebut Kemarahan Presiden Jokowi sebagai Dagelan Politik
• Hilmi Aminuddin Meninggal Dunia, Habib Aboebakar Al habsyi Kirimkan Puisi Mengharukan
Kedua, kata Neta, organisasi Polri saat ini makin obesitas dan menjadi raksasa yang sulit bergerak, sehingga makin sulit melayani masyarakat.
"Jumlah Jenderal, Kombes, dan AKBP makin membeludak. Akibatnya, limpahan jenderal Polri mengalir kemana mana, termasuk ke wilayah sipil dan menjadi gangguan bagi karir pejabat ASN," kata Neta.
Ketiga, kata Neta, elit Polri makin doyan menambah jumlah jenderal, sehingga jenderal polisi ada dimana mana.
"Pada masa orde baru, di daerah sangat sulit menemukan jenderal polisi, kini di setiap daerah sedikitnya ada tiga atau empat jenderal polisi, mulai dari Kapolda, Wakapolda, Kepala BNN Daerah, dan Kabinda," katanya.
Jika di era orba total jumlah jenderal polisi hanya 65 orang, kata Neta, saat ini jumlah jenderal polisi hampir 300 orang.
"Akibatnya, anggaran Polri banyak tersedot untuk membiayai para jenderal, yang sesungguhnya keberadaan jenderal polisi yang membludak itu tidak ada manfaatnya buat masyarakat," kata Neta.
Keempat, tambah Neta, semua Polda dijadikan Tipe A. Strategi Polri dalam hal ini makin tidak jelas dan tidak promoter. "Bayangkan, Polda Bengkulu disamakan dengan Polda Metro Jaya. Sama sama Tipe A. Artinya, tolok ukur Polri makin ngaco dalam menjalankan tugas profesionalnya," kata Neta.
• Rhoma Irama Anggap Aneh Jika Dirinya Akan Diproses Hukum Lantaran Bernyanyi di Acara Sunatan
Akibatnya, tambah dia, tidak ada proses magang dan belajar yang signifikan bagi perwira Polri dalam menjadi seorang Kapolda.
"Sehingga perwira yang tidak pernah menjadi wakapolda atau tidak pernah menjadi Kapolda di daerah kecil, tiba tiba bisa saja menjadi Kapolda di Jawa. Gengsi Kapolda Metro Jaya pun punah karena posisinya sama dengan Kapolda Bengkulu," kata Neta.
Jadi kata dia jangan heran, jika nanti Kapolda Bengkulu tiba tiba bisa menjadi Wakapolri atau Kapolri karena tidak jelasnya sistem karir di Polri.
Kelima, menurut Neta, sejak reformasi anggaran yang dikeluarkan Polri untuk membangun sistem Alkom Jarkomnya sudah ratusan triliun.