Virus Corona
Ada Sekitar 400.000 Kehamilan Baru di Indonesia Saat Pandemi Covid-19, Bukan karena Tak Ada Hiburan
Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo memprediksi angka kehamilan naik 10 persen di tengah pandemi Covid-19.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo memprediksi angka kehamilan naik 10 persen di tengah pandemi Covid-19.
Angka tersebut setara dengan 400.000 kehamilan baru.
"Sekarang ini kenaikan ibu hamil itu 10 persen."
• UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 3 Juni 2020: 8.406 Pasien Sembuh, 28.233 Positif, 1.698 Wafat
"Jadi kira-kira ada 400.000 kehamilan," ujar Zumrotin, dalam webinar 'Reformasi Kesehatan dan Pencapaian SDG's Indonesia', Rabu (3/6/2020).
Akan tetapi, Zumrotin mengaku sangat tidak setuju dengan anggapan angka kehamilan naik akibat tidak adanya hiburan bagi masyarakat Indonesia.
Menurutnya, hal ini dikarenakan pemerintah yang tidak memiliki atau tidak memikirkan ketersediaan alat kontrasepsi yang cukup.
• NEGARA Tanpa Korban Meninggal Akibat Covid-19 Semakin Menyusut Jadi 30, Ini Daftarnya
Dia menegaskan, mayoritas yang hamil adalah mereka yang tidak ingin hamil.
Melainkan, karena ketidaktersediaan alat kontrasepsi menjadikan yang bersangkutan hamil.
"Saya sebetulnya tidak setuju kalau penambahan ini dianggap karena tidak punya hiburan."
• UPDATE 3 Juni 2020: Berkurang 29 Orang, RS Wisma Atlet Kini Rawat 568 Pasien Positif Covid-19
"Orang menghadapi Covid-19 itu aja sudah stres, tidak mungkin mikir hiburan."
"Jadi lebih kepada ketersediaan pemerintah memberikan alat kontrasepsi yang memadai."
"Bukan karena tidak ada hiburan."
• Jokowi Revisi Perpres 54/2020, Anggaran Covid-19 Membengkak Jadi Rp 677,2 Triliun
"Seakan-akan rendah banget masyarakat Indonesia ini," imbuhnya.
Zumrotin mengungkap pengalaman nyata di mana asisten rumah tangganya tidak bisa mendapatkan alat kontrasepsi.
Selain itu, banyak alat kontrasepsi berjenis tablet dan suntik yang ternyata kosong persediaannya di puskesmas.
• Dinas Pariwisata DKI Isyaratkan Dahulukan Buka Tempat Hiburan Outdoor, Ini Alasannya
"Apalagi kalau orang miskin dan terdampak Covid-19."
"Sekarang ini kan dalam kondisi ekonomi yang susah, boro-boro uang untuk makan aja susah, mana mungkin buat beli alat kontrasepsi."
"Itulah kemudian makanya dia jadi tidak menggunakan alat kontrasepsi," ulasnya.
Work From Home Bikin Perceraian dan KDRT Meningkat
Presiden Jokowi memberlakukan kebijakan Work From Home (WFH) alias bekerja dari rumah selama masa pandemi Covid-19.
Pemberlakuan WFH itu berpotensi menimbulkan masalah, di antaranya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan meningkatnya angkat perceraian.
Hal ini diungkapkan dua dosen dari Universitas Indonesia.
• Kena PHK Massal, Buruh di Tangerang Iris Urat Nadi di Pergelangan Tangan Hingga Meninggal
Mereka adalah Imam B Prasodjo, Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI); dan Dave Lumenta, Dosen Antropologi FISIP UI.
Imam B Prasodjo menjelaskan, kebijakan WFH membuat ayah dan ibu yang pada umumnya banyak menghabiskan waktu di rumah, tiba-tiba berinteraksi bersama-sama anak di rumah.
Menurut dia, kebijakan WFH itu menimbulkan banyak perubahan di keluarga.
• Kadin Sebut Pandemi Covid-19 Bikin 40 Juta Orang Menganggur, Napas UMKM Tinggal Dua Bulan
“Yang negatif, angka perceraian meningkat."
"Yang positif, semakin paham apa yang terjadi dalam keluarga sendiri,” katanya, pada sesi Forum Diskusi Salemba bertema 'The New Normal: Menjalani Kehidupan Normal di Tengah Pandemi Covid-19', Jumat (1/5/2020).
Selama ini, kata dia, karena ayah menghabiskan waktu bekerja di luar rumah, maka kerap tidak memperhatikan kondisi keluarga.
• UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia: Positif 10.551 Orang, 1.591 Pasien Sembuh, 800 Meninggal
Dia mengharapkan agar terjadi dampak positif di keluarga selama penerapan WFH tersebut.
“Mudah-mudahan positif. Harapan kualitas keluarga menjadi bagian penting dari hikmah Covid,” ujarnya.
Sementara, Dave Lumenta mengungkapkan terjadi peningkatan kasus KDRT selama penerapan lockdown atau karantina wilayah.
• Naik Motor Bonceng Tiga Sambil Tenteng Celurit, Tiga Remaja di Bekasi Dihajar Warga
“Selama lockdown (artikel) yang saya baca di Eropa meningkat KDRT,” kata Dave.
Dia menjelaskan, angka kekerasan itu meningkat karena dampak dari tingkat stres seseorang.
“Orang banyak belum terbiasa di rumah 24 jam sehari."
• Dari 79.152 Warga Jakarta yang Ikut Rapid Test, 3.022 Orang Dinyatakan Positif Covid-19
"Belum lagi ketakutan stres, ketidakpastian income (pendapatan)."
"Orang stres persoalan psikosomatik. Mengganggu relasi dengan anggota di rumah,” tambahnya. (Vincentius Jyestha)