Virus Corona
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Sebut Herd Immunity Sulit Terjadi di Indonesia karena Alasan Ini
Wacana herd immunity di masa pandemi melalui pemulihan aktivitas masyarakat yang produktif dan aman Covid-19, beredar luas di jejaring sosial.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Wacana herd immunity di masa pandemi melalui pemulihan aktivitas masyarakat yang produktif dan aman Covid-19, beredar luas di jejaring sosial.
Opini yang dibangun merujuk pada langkah penanganan menuju herd immunity.
Pemerintah melalui Gugus Tugas secara tegas meluruskan tidak ada rencana menerapkan konsep herd immunity.
• UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 2 Juni 2020: 7.935 Pasien Sembuh, 27.549 Positif, 1.663 Wafat
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Wiku Adisasmito menjelaskan, istilah herd immunity muncul dari bahasa asing.
Istilah ini bermakna kekebalan dalam suatu kelompok atau kawanan.
Dari satu orang yang terinfeksi, menjadi dua, tiga, empat orang, hingga mayoritas atau bahkan seluruh anggota kelompok tersebut memiliki imunitas, itulah herd immunity.
• Pemerintah Batalkan Keberangkatan Jemaah Haji, Ini Daftar Besaran BPIH 2020 Reguler per Embarkasi
Herd immunity membutuhkan minimal 70 persen dari populasi untuk terinfeksi, dan akhirnya kebal terhadap virus tersebut.
Wiku mengatakan herd immunity tidak mungkin terjadi dalam konteks Indonesia.
Menurutnya, Indonesia merupakan negara dengan populasi yang besar.
• Gugus Tugas: Jangan Tunggu Vaksin Covid-19, Kalau Tahu Caranya Bekerja, Virus Bakal Bingung Sendiri
Populasi yang ada juga menghuni pulau, yang terpisah laut maupun daratan.
Sehingga, transmisi virus pun akan terhambat.
“Jadi kalau kita bicara herd immunity, seandainya sampai terjadi, mari kita berpikir logika gimana caranya ya antar-pulau saling bisa menulari, kalau mobilitas antar-pulaunya tidak tinggi."
• Pimpinan KPK Benarkan Novel Baswedan Ikut Tangkap Nurhadi dan Rezky Herbiyono
"Lalu interaksinya juga tidak tinggi,” kata Wiku saat berdialog di Media Center Gugus Tugas, Jakarta, Selasa (2/6/2020).
Langkah yang dilakukan pemerintah bukan dengan penerapan kekebalan dalam sekelompok populasi.
Karena, hal ini akan memerlukan waktu yang sangat lama.
• Penuhi Janji, MAKI Bakal Berikan Hadiah iPhone untuk Informan Keberadaan Nurhadi
Justru sebaliknya, pemerintah berusaha memutus rantai di awal, dengan mencegah terjangkitnya Covid pada populasi dengan upaya preventif, seperti penggunaan masker, jaga jarak, dan cuci tangan pakai sabun.
“Kita cuci tangan sebelum menyentuh mata, hidung, dan mulut."
"Jadi kalau ada virusnya di tangan kita, di baju kita, selama tidak masuk ke dalam mukosa, berarti sebenarnya tidak bisa,” tambahnya.
• Ini Alasan Pemerintah Batalkan Keberangkatan Jemaah Haji Tahun 2020
Ia juga mengilustrasikan bagaimana herd immunity bisa muncul, yakni jika semua orang berdampingan, bersenggol-senggolan.
Namun, bila semuanya tertutup seperti ini, tidak akan terbentuk penularan sehingga imunitasnya tidak terbentuk.
"Nah, bayangkan kalau semuanya sudah melakukan seperti itu jaga jarak, cuci tangan, pakai masker, terus kita beraktivitas, kapan terbentuk herd immunity tadi?” paparnya.
Secara sederhana, Wiku mengatakan selama virus tidak masuk ke mukosa (mata, hidung dan mulut), secara tidak langsung imunitas atau proteksi masyarakatnya tidak akan terbentuk.
Gelombang Kedua Dapat Dicegah
Sementara, ada kekhawatiran adanya gelombang kedua yang mungkin dipicu oleh arus balik maupun kedatangan anak buah kapal (ABK), pekerja migran, maupun mereka yang pulang dari luar negeri.
Menyikapi kekhawatiran itu, Ketua Laboratorium Mikrobiologi FKUI Prof Pratiwi Sudarmono menyampaikan, ketakutan sebagian masyarakat tidak diikuti perilaku yang tepat.
“Takut gelombang kedua, tapi sekarang kayaknya mereka (masyarakat) merasa lebih leluasa untuk pergi ke sana kemari."
• Batalkan Keberangkatan Jemaah Haji, Ketua Komisi VIII DPR: Menteri Agama Melanggar Undang-undang!
"Ada yang pergi tanpa masker, pergi ke tempat berkerumun, mulai coba minum kopi, pergi ke restoran, dan seterusnya."
"Jadi ketakutannya iya, tetapi perilakunya tidak,” ujar Pratiwi.
Pratiwi mengatakan virus ini dari waktu ke waktu melakukan perubahan pada dirinya.
• Batalkan Keberangkatan Jemaah Haji, Menteri Agama: Ini Keputusan Pahit
Mutasi secara kontinu ini sangat mudah terjadi mengingat sifat virus ini sebagai virus RNA.
Oleh karena itu, menurutnya, perlu sikap yang tepat untuk menghadapi potensi penularan.
Panduan kesehatan, seperti penggunaan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan jaga jarak, merupakan panduan penting untuk melindungi diri dari penyakit ini.
"Dengan perubahan perilaku, gelombang kedua penyebaran virus SARS-CoV-2 dapat senantiasa dicegah," tuturnya. (Fransiskus Adhiyuda)