Virus Corona

Garuda Ngeluh Biaya Test PCR Lebih Mahal dari Harga Tiket Pesawat, Lion Air Group Berhenti Mengudara

Maskapai Lion Air Group berhenti mengudara untuk sementara dimulai 5 Juni 2020.

Editor: PanjiBaskhara
Warta Kota/Andika Panduwinata
Lion Air Group mulai menjalankan pelayanan pemberangkatan ibadah haji 2019 ini. Sebanyak 67.547 jamaah diberangkatkan oleh maskapai tersebut. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Maskapai Lion Air Group berhenti mengudara untuk sementara dimulai 5 Juni 2020.

Diketahui, Maskapai Lion Air Group berhenti beroperasi yakni Batik Air (Kode Penerbangan ID), Wings Air (Kode Penerbangan IW), dan Lion Air (Kode Penerbangan JT).

Tak hanya penerbangan Domestik, turut Maskapai Lion Air Group berhenti operasional terhadap penerbangan internasional untuk sementara waktu.

"Penghentian ini dijadwalkan mulai 5 Juni 2020 sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut," katanya Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro.

Kabar Buruk Jelang New Normal, Lion Air Group Batalkan Semua Penerbangan Domestik dan Internasional

Lion Air Group Hentikan Sementara Operasional Penerbangan Mulai 5 Juni 2020, ini Penyebabnya

Penjelasan Lion Air Hentikan Operasional Penerbangan Selama 5 Hari Mulai 27-31 Mei 2020

Keputusan menghentikan sementara operasional penerbangan ini diambil berdasarkan evaluasi pelaksanaan operasional penerbangan sebelumnya.

Sebelumnya Lion Air Group menghentikan operasional penerbangannya pada 27 Mei 2020, dan kemudian mulai kembali beroperasi mengangkut penumpang komersil sejak Senin (1/6/2020).

Dalam masa penutupan itu manajemen melakukan sosialisasi soal persyaratan yang harus dipenuhi penumpang sesuai dengan protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Di antara beberapa persyaratan itu adalah calon penumpang harus menunjukkan dokumen atau berkas surat keterangan atau sertifikat bebas Covid-19, surat keterangan bebas gejala seperti influenza bagi daerah yang tak memiliki fasilitas RT-PCR maupun rapid test.

ILUSTRASI Boeing 747 milik Lion Air
ILUSTRASI Boeing 747 milik Lion Air (Kontan/Cheppy A Muchlis)

Surat tugas sesuai instansi hingga mengisi kartu kewaspadaan kesehatan elektronik (electronic Health Alert Card/ e-HAC) sebelum berangkat.

Dari hasil evaluasi, ternyata, banyak calon penumpang yang tidak dapat melaksanakan perjalanan udara.

Hal itu karena tidak memenuhi kelengkapan dokumen-dokumen dan ketentuan yang telah ditetapkan selama masa kewaspadaan pandemi virus corona (covid-19).

"Lion Air Group harus menjaga serta memastikan kondisi kesehatan fisik dan jiwa seluruh karyawan berada dalam keadaan baik, setelah pelaksanaan operasional penerbangan sebelumnya," ujar Danang.

Manajemen belum dapat memastikan kapan Lion Air Group akan kembali mengudara.

Meski demikian, Lion Air Group berjanji akan memfasilitasi calon penumpang yang sudah memiliki atau membeli tiket (issued ticket) dapat melakukan proses pengembalian dana tanpa potongan (full refund) atau perubahan jadwal keberangkatan tanpa tambahan biaya (reschedule).

Test PCR Mahal

Terpisah, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero), Irfan Setiaputra mengeluhkan mahalnya proses atau syarat menumpang pesawat ketimbang harga tiket pesawat.

Pesawat Garuda Indonesia B737-800 NG
Pesawat Garuda Indonesia B737-800 NG (KOMPAS/AGUS SUSANTO)

Salah satunya, tes PCR (polymerase chain reaction) yang rata-rata dipatok hingga Rp2,5 juta.

Irfan khawatir proses yang mahal itu akan mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli tiket pesawat.

Dengan kata lain, industri transportasi udara akan sulit bangkit di tengah pandemi virus corona.

"Tes PCR yang Rp2,5 juta dan beberapa sudahmenurunkan harganya itu harganya lebih jauh mahal daripada (tiket) untuk bepergian," ucap Irfan, Selasa (2/6/2020).

Ambil contoh, harga tiket pesawat Jakarta ke Surabaya hanya sekitar Rp1,5 juta.

Angkanya lebih murah ketimbang biaya yang harus dikeluarkan untuk tes PCR.

"Apalagi, kalau bepergian tujuh hari yang berarti harus PCR dua kali dan biaya harus Rp 5 juta, sementara perjalanan bolak-balik hanya Rp1,5 juta," ujar Irfan.

Untuk itu, ia mengusulkan agar prosesnya disederhanakan dan biaya PCR bisa lebih murah.

Jika tidak, maka kinerja industri berpotensi semakin anjlok ke depannya.

"Ke depan, industri penerbangan akan menghadapi penurunan drastis dari segi penumpang," ucapnya.

Di sisi lain, Irfan menyatakan bisnis Garuda Indonesia berbeda dengan maskapai lainnya.

Sebab, perusahaan tak bisa asal menghentikan operasional meski penumpang terus menurun, seperti maskapai lainnya.

"Kami ini perusahaan nasional, mandat kami adalah memastikan konektivitas dan menyambungkan antar bangsa"

"Oleh sebab itu Garuda Indonesia tetap terbang dan melayani semua rute," jelas Irfan.

Untuk mengakali itu, manajemen menurunkan frekuensi penerbangan demi menjaga kinerja perusahaan.

Sebagai contoh perusahaan sebelumnya sediakan enam kali penerbangan dalam satu pekan ke Amsterdam, tapi kini dikurangi menjadi hanya satu kali dalam seminggu.

"Pelan-pelan kami turunkan frekuensi penerbangannya," kata Irfan. (TribunNetwork/REY/HAR/DOD)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Lion Air Group Kembali Berhenti Terbang, Biaya Tes PCR Lebih Mahal dari Tiket Pesawat"

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved