Kerusuhan di AS

FACEBOOK Memanas, Karyawan Mogok Protes Unggahan Donald Trump, Begini Sikap Zuckerberg

Unggahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Facebook menuai protes di kalangan karyawan Facebook.

Kompas.com
CEO Facebook Mark Zuckerberg tidak menentang unggahan Presiden AS Donald Trump, meskipun karyawan memprotes sikapnya, Selasa (2/6/2020). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Unggahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Facebook menuai protes di kalangan karyawan Facebook.

Karyawan Facebook melakukan protes dengan cara mogok kerja gara-gara unggahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump itu tidak mendapat tanggapan dari bos mereka, Mark Zuckerberg.

Unggahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Facebook yang berisi frasa "ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai" mendulang aksi protes karyawan Facebook, karena Mark Zuckerberg tidak sependapat dengan karyawannya sendiri.

CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan, ia tetap pada keputusannya untuk tidak menentang unggahan Presiden AS Donald Trump, meskipun karyawan memprotes sikapnya, Reuters melaporkan, Selasa (2/6/2020).

Sekelompok karyawaan Facebook -- hampir semuanya bekerja dari rumah karena pandemi COVID-19 --mogok kerja pada Senin (1/6/2020).

 Warga DKI Kaget, Kawasan Stasiun Tanah Abang Jadi Lebih Tertata Setelah Jadi Kawasan TOD

 Tetangga Dirumahkan 14 Hari Tanpa Gaji akibat Postingan Via Vallen soal Adiknya Positif Covid-19

 Wacanakan Masuk Sekolah Awal Tahun 2021, Ridwan Kamil Sebut Kasus Corona Harus Nol Baru ke Sekolah

Mereka memprotes bahwa seharusnya perusahaan melakukan tindakan terhadap unggahan Trump yang berisi frasa "ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai."

Menurut juru bicara perusahaan, Zuckerberg telah menjelaskan kepada karyawan dalam sebuah obrolan video bahwa Facebook telah melakukan tinjauan menyeluruh, dan benar untuk membiarkan unggahan tersebut.

Zuckerberg juga mengakui keputusan itu telah mengecewakan banyak karyawan dan mengatakan bahwa Facebook sedang mencari opsi "non-biner" untuk membiarkan atau menghapus unggahan seperti itu.

Salah seorang karyawan Facebook, yang mengunggah cuitan kritik pada Senin (1/6), kembali mengunggah cuitan di Twitter selama pertemuan tersebut untuk mengungkapkan kekecewaan.

 Akibat Larangan Seks untuk Cegah Corona, Pemerintah Inggris Malah Tuai Ejekan

"Sangat jelas hari ini bahwa pimpinan menolak untuk mendukung kami," tulis karyawan Facebook Brandon Dail di Twitter.

Profil LinkedIn Dail menyebutkan bahwa dia adalah insinyur antarmuka pengguna di Facebook, di Seattle.

Sementara itu, pada Jumat (29/5), Twitter menempelkan label peringatan untuk cuitan Trump tentang protes yang meluas atas kematian seorang pria kulit hitam di Minnesota yang memasukkan frasa "ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai."

Twitter mengatakan bahwa unggahan tersebut melanggar aturannya yang dinilai melazimkan kekerasan.

ZONA Merah, Hari Ini Rabu 3 Juni 2020 Pademangan Barat Bahas Strategi 6 RW Hadapi PSBL

Langkah Twitter itu membatasi distribusi dan interaksi cuitan Trump.

Facebook menolak untuk bertindak berdasarkan pesan yang sama, dan Zuckerberg berusaha menjauhkan perusahaannya dari pertarungan antara Trump dan Twitter.

Zuckerberg mengatakan, meski pernyataan Trump "sangat ofensif," itu tidak melanggar kebijakan perusahaan tentang hasutan untuk melakukan kekerasan.

Twitter pekan lalu juga memberi label cek fakta untuk cuitan Trump yang berisi klaim menyesatkan tentang surat suara.

 AMERIKA Diguncang Kerusuhan, Ini Permintaan Adele kepada Penggemar yang Ikut Aksi George Floyd

Facebook, yang mengecualikan unggahan politisi dari program cek faktanya yang bekerjasama dengan pihak ketiga, tidak melakukan tindakan apa pun pada unggahan itu.

Timothy Aveni, insinyur perangkat lunak junior di tim Facebook yng didedikasikan untuk memerangi misinformasi, mengumumkan pengunduran dirinya sebagai protes atas keputusan itu.

"Mark selalu memberi tahu kami bahwa dia akan menarik garis tegas pada pidato yang menyerukan kekerasan. Pada hari Jumat dia menunjukkan kepada kita bahwa itu bohong. Facebook akan terus memindahkan garis batas setiap kali Trump meningkatkan tensi, mencari alasan demi alasan untuk tidak bertindak," tulisnya dalam unggahan Facebook.

Para pembela hak-hak sipil yang menghadiri video call selama satu jam pada Senin malam dengan Zuckerberg dan eksekutif Facebook lainnya menyebut pembelaan CEO atas pendekatan lepas tangan pada unggahan Trump tersebut "tidak bisa dipahami."

 Dokter Italia: Virus Corona Sudah Melemah, Namun Bantah Antibiotik Ampuh Sembuhkan Covid-19

"Dia tidak menunjukkan pemahaman tentang penindasan terhadap hak memilih dan dia menolak mengakui bahwa Facebook memfasilitasi seruan Trump untuk kekerasan terhadap demonstran," bunyi pernyataan bersama dari para pemimpin pembela hak sipil.

Sejumlah kritik diunggah di Twitter untuk meminta agar dewan pengawas independen Facebook untuk mempertimbangkan kembali.

Namun, dewan tidak akan meninjau kasus apapun hingga awal musim gugur, dan pengguna sebenarnya hanya akan dapat mengajukan banding ke dewan saat konten dihapus, bukan konten yang telah diputuskan untuk dibiarkan tetap ada oleh Facebook.

Dewan pengawas, yang memiliki kekuatan untuk menolak keputasan Zuckerberg, hanya akan meninjau sebagian kecil keputusan Facebook terhadap konten.

Zuckerberg, menurut situs berita Axios, melakukan pembicaraan dengan Trump pada hari Jumat (29/5), demikian Reuters.

Mark Zuckerberg pilih jauhkan diri dari perseteruan Twitter - Trump

Sebelumnya diberitakan, CEO Facebook, Mark Zuckerberg, berusaha menjauhkan perusahaannya dari Twitter dalam perseteruan dengan presiden AS Donald Trump, menyusul pergerakan Gedung Putih untuk menghapus undang-undang yang melindungi perusahaan media sosial.

Trump, yang tanpa bukti menuduh perusahaan media sosial bias terhadap kaum konservatif, meningkatkan serangannya di Twitter setelah perusahaan itu memasang label cek fakta pada dua cuitannya tentang surat suara pada Selasa (26/5) untuk pertama kalinya.

"Saya pikir saya memiliki kebijakan yang berbeda dari Twitter dalam hal ini," ujar Zuckerberg, dikutip dari Reuters, Sabtu.

Kedua platform media sosial tersebut menghapus konten yang melanggar persyaratan layanan mereka, namun pendekatan Facebook, menurut Zuckerberg, telah "membuat kami berbeda dari beberapa perusahaan teknologi lainnya dalam hal menjadi lebih kuat dalam kebebasan berekspresi dan memberikan suara kepada orang-orang."

Sementara Facebook menaruh label pada postingan yang menyesatkan, Facebook mengecualikannya dari postingan milik politisi, keputusan yang oleh beberapa anggota parlemen dan kandidat presiden dari Partai Demokrat Joe Biden disebut membantu kebohongan berkembang secara online.

Tidak seperti Twitter, Facebook bekerjasama dengan sejumlah media untuk melakukan cek fakta (salah satunya adalah Reuters, menjadi mitra cek fakta Facebook, dan menerima kompensasi melalui program tersebut).

Perpecahan dengan Twitter itu terjadi saat Zuckerberg dalam beberapa bulan terakhir agresif untuk menindak kesalahan informasi, termasuk janji untuk menghapus konten postingan menyesatkan tentang virus corona di Facebook.

Facebook menghapus postingan terkait virus corona dari Presiden Brasil Jair Bolsonaro pada bulan Maret.

Zuckerberg mengatakan komentar Trump pada Selasa (26/5) dianggap tidak melanggar aturan Facebook.

Trump telah mengunggah klaim yang tidak berdasar, baik di Twitter dan Facebook, yang mengatakan bahwa gubernur California mengirimkan surat suara kepada siapa pun yang tinggal di negara bagian, "tidak peduli siapa mereka atau bagaimana mereka sampai di sana," meskipun surat suara hanya dikirim ke pemilih terdaftar.

CEO Twitter Jack Dorsey mengatakan klaim Trump "dapat menyesatkan orang untuk berpikir bahwa mereka tidak perlu mendaftar untuk mendapatkan surat suara."

Juru bicara Twitter mengatakan bahwa eksekutif senior, termasuk Dorsey, telah menyetujui keputusan untuk memberi label tweet Trump.

Twitter, terkadang berusaha untuk membedakan dirinya dari Facebook. Tahun lalu, Twitter mengumumkan larangan iklan politik saat kritik terhadap kebebasan berpendapat Zuckerberg mencapai puncaknya.  (Antaranews)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved