Virus Corona
Dinilai Lebih Berbahaya, Begini Penjelasan WHO Soal Puncak Kedua Pandemi Virus Corona
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan penjelasan mengenai puncak kedua pandemi virus corona atau Covid-19.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan penjelasan mengenai puncak kedua pandemi virus corona atau Covid-19.
Dinilai WHO, puncak kedua Covid-19 lebih berbahaya dari sebelumnya.
Sebelumnya, WHO sudah mewanti-wanti daerah dengan kasus infeksi virus corona yang mengalami penurunan.
Pihak WHO menjelaskan, wilayah yang kasus virus corona menurun tersebut, diyakini masih bisa hadapi puncak kedua pandemi Covid-19.
• Saefullah : Penghasilan TGUPP Ikut Dipangkas untuk Penanganan Pandemi Virus Corona
• Peringati Hari Lahir Pancasila, PT KCI Ajak Pengguna KRL Berdisiplin Hadapi Pandemi Covid-19
• Alasan Ini Bikin Dwi Sasono Konsumsi Ganja dalam Sebulan Terakhir saat Masa Pandemi Virus Corona
Hal itu bisa terjadi jika abai terhadap tindakan konkret pencegahan wabah.
Direktur Eksekutif Program Kedaruratan WHO, Dr. Mike Ryan, menyampaikan, secara global dunia saat ini masih berada di tengah-tengah pandemi virus corona gelombang pertama.
Kendati temuan positif Covid-19 di sejumlah negara sudah menurun, Ryan mencatat banyak negara yang kasus infeksi virus coronanya meningkat. Terutama di beberapa wilayah AS, Asia, dan Afrika.
Menurut Ryan, epidemi kerap datang dalam beberapa gelombang.
Artinya, wabah bisa kembali saat gelombang awal telah mereda.
Ada kemungkinan, infeksi virus corona biang penyakit Covid-19 bisa naik lebih cepat apabila kebijakan konkret pencegahan penyakit untuk menghentikan wabah di gelombang pertama terlalu cepat dicabut.
"Kita harus menyadari, Covid-19 bisa melonjak kapan saja. Kita perlu bersiap, kita mungkin mengalami puncak kedua gelombang ini," kata Ryan dalam pengarahan daring WHO, seperti dilansir SCMP (26/5/2020).
Berikut penjelasan lebih lanjut mengenal apa itu puncak kedua pandemi virus corona.
Apa itu puncak kedua pandemi corona?
Melansir CNN (27/5/2020), puncak kedua virus corona diproyeksikan terjadi dengan ciri-ciri temuan kasus positif Covid-19 masih tinggi.
Namun ada lonjakan tajam infeksi virus corona yang muncul secara tiba-tiba.
Puncak kedua pandemi corona ditenggarai tidak rapi atau terpola laiknya gelombang pandemi.
Puncak kedua ini bisa muncul setelah tingkat infeksi penyakit Covid-19 mulai stabil.
Jika pada pandemi gelombang kedua, ahli memperkirakan infeksi virus corona di berbagai wilayah dunia terjadi pada waktu yang berbeda-beda.
Lain halnya dengan puncak kedua.
Temuan kasus infeksi corona akan terjadi pada waktu yang bersamaan.
Puncak baru ini lah yang dikhawatirkan membebani sistem perawatan kesehatan dan berpotensi menyebabkan lebih banyak kematian.
"Saat lebih banyak rumah sakit dan petugas medis yang kewalahan menghadapi wabah ini, peluang kematian yang sebenarnya bisa diantisipasi jadi melonjak," jelas Dr. Gabe Kelen, ahli infeksi emerging dari Johns Hopkins University.
Kelen menyampaikan, langkah konkret untuk mengantisipasi puncak kedua pandemi corona adalah meratakan kurva Covid-19 agar orang yang sakit bisa dikelola dengan baik.
Kenapa puncak kedua pandemi corona berbahaya?
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, puncak kedua pandemi corona dapat membuat kasus kematian yang sebenarnya bisa dicegah jadi melonjak.
Lonjakan kematian tidak hanya berasal dari penyakit Covid-19 semata.
Penderita penyakit kanker dan diabetes yang sangat tergatung pada medis juga ikut terancam karena perawatan kesehatan mereka ditunda.
Jika rumah sakit kewalahan menangani pasien infeksi virus corona, fasilitas kesehatan jadi kekurangan akses bagi pasien darurat untuk penyakit darurat selain Covid-19.
Kapan puncak kedua pandemi corona terjadi?
Kepastian kapan puncak kedua pandemi corona akan terjadi sangat tergantung seberapa cepat penanggulangan wabah.
Di AS, puncak kedua kemungkinan terjadi selama musim gugur atau akhir musim dingin, bertepatan dengan musim flu.
Namun, ahli memperkirakan puncak kedua bisa terjadi lebih cepat di bulan Juni jika banyak wilayah melonggarkan kebijakan untuk menekan pandemi.
Beberapa kebijakan yang berseberangan dengan antisipasi puncak kedua pandemi corona adalah pembukaan akses publik dalam skala besar dan mengembalikan kondisi seperti dalam keadaan normal sebelum pandemi.
Pembukaan kembali pengetatan massal di kantor, sekolah, diperkirakan bisa memengaruhi waktu dan tingkat keparahan puncak kedua pandemi corona.
"Bisnis terutama barangkali tidak akan tutup total lagi seperti pada bulan lalu"
"Sehingga, makin banyak orang keluar rumah, tingkat infeksi bisa melonjak lagi," pesan Kelen.
Bagaimana meredam puncak kedua pandemi corona?
Dr. Kelen menjelaskan, infeksi virus corona bakal terus terjadi selama vaksin belum ditemukan.
Namun, di sisi lain dia juga menyadari, bisnis sulit tutup secara massal lagi.
Demikian juga dengan tempat umum seperti sekolah dan tempat ibadah.
Untuk meredam puncak kedua pandemi corona, dia menyarankan berbagai pihak untuk memperketat upaya mitigasi pencegahan penularan virus corona.
Di antaranya, sebisa mungkin tinggal di rumah kecuali untuk sangat mendesak, mengenakan masker saat berada di luar rumah, dan menjaga jarak setidaknya dua meter dengan orang lain.
Kalideres Mulai Bersiap Hadapi New Normal Setelah Alami Puncak Virus Corona April 2020
Fasilitas publik di Kalideres, Jakarta Barat, sedang dipersiapkan untuk menghadapi tatanan kenormalam baru atau new normal.
Mulai dari terminal, pasar hingga mal dipersiapkan untuk ikuti protokol kesehatan pencegahan penyebaran virus corona atau Covid-19 jika new normal mulai diterapkan.
Camat Kalideres Naman Setiawan mengatakan bahwa pihaknya belum mendapatkan tanggal pasti kapan akan diberlakukan kebijakan new normal di DKI Jakarta.
Namun, pihaknya bersama Polsek Kalideres dan Danramil Kalideres mengecek beberapa fasilitas publik yang masih tutup untuk disiapkan menyambut pelaksaan new normal.
Mereka bertemu dengan pengelola-pengelola fasilitas publik seperti kepala terminal, pimpinan pasar, dan mal.
"Kami bertemu mereka dalam rangka sosialisasi. Kalau saja nanti new normal mulai diterapkan di Jakarta maka protokolnya harus sudah disiapkan," kata Naman saat dikonfirmasi, Senin (1/6/2020).
Menurut Naman, sampai saat ini dia belum mendapat kabar tanggal pasti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan berakhir.
Dia mengklaim, kasus penyebaran virus corona di Kalideres mulai melandai.
Naman membandingkannya saat April 2020 lalu saat pandemi virus corona mengalami puncaknya. Angka virus corona di Kalideres menjadi yang tertinggi di DKI Jakarta.
"Beberapa minggu lalu Kalideres sudah membaik. Bahkan menurut data Pemprov kami sudah masuk zona biru," ujar Naman.
Namun, dia belum dapat merinci kelurahan di Kalideres yang sudah masuk dalam wilayah bebas Covid-19.
Seperti diberitakan sebelumnya Kelurahan Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat masih menjadi wilayah tertinggi kasus Covid-19.
Sampai Jumat (10/4/2020) sudah 28 kasus terkonfirmasi positif Covid-19 ditemukan di wilayah tersebut.
Berdasarkan data dari corona jakarta.go.id ada tiga kelurahan di Jakarta Barat yang masuk 10 besar kasus terbanyak Covid-19 se-Jakarta.
Tingkat pertama ditempati Kelurahan Pegadungan dengan 28 kasus.
Disusul tingkat keempat Kelurahan Kebon Jeruk dengan 18 kasus dan posisi keenam ditempati Kelurahan Kalideres dengan 17 kasus.
Puncak Wabah Covid-19 di Indonesia Pertengahan Mei, Berakhir September 2020
Lagi prediksi tentang kapan berakhirnya virus corona Indonesia. Pertengahan Mei ini disebut puncaknya.
Lalu wabah Covid-19 akan mereda awal Agustus dan berakhir September 2020
Prediksi kali ini disampaikan Dosen Biostatistika dan Kependudukan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Hari Basuki Notobroto.
Ia memperkirakan virus corona di Indonesia akan mencapai puncak pada pertengahan Mei 2020 ini dan kemudian turun.
Hari meneliti pandemi corona dengan menggunakan model probabilisitik.
Hari menjelaskan, puncak transmisi virus Corona akan terjadi pada pertengahan Mei dan kemudian turun.
"Diperkirakan akhir bulan Juli atau permulaan Agustus mereda," ujar Hari dalam Webinar dengan topik Covid-19: Prediction and Exit Strategi, Sabtu (9/5/2020).
Dia mengatakan, dengan model penelitian cumulative probability prediksi tersebut memang dapat bergeser apabila terjadi perubahan walaupun cuma dua hari.
"Awalnya justru sekitar September menjadi akhir Juli atau awal Agustus," tutur Hari.
Berbeda dengan penelitian dari statistika UGM, Hari memprediksi puncak kasus Covid-19 sebesar 40.000 pasien positif.
Hari juga menggarisbawahi model yang dibuat oleh sejumlah pakar bersifat dinamis dan bisa berubah. Hanya berbeda waktu sehari-dua hari, hasilnya akan bergeser.
Dia menyebut, perhitungan Singapore University of Technology and Design ( SUTD) di awal yang memprediksi pandemi corona di Indonesia akan berakhir pada Juni.
Namun, dengan update data terbaru, ada pergeseran sampai 4 Mei maka prediksi berubah dan disebutkan pandemi di Indonesia baru akan berakhir di bulan September.
"Apabila model deterministik angka kasus akan 0, namun dengan probalilitik tidak pernah mencapai nol, mendekati nol," ujar dia.
Poin-poin Prediksi Peneliti dan dosen Biostatistika dan Kependudukan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Hari Basuki Notobroto
1. Penyebaran virus corona di Indonesia mencapai puncak pada pertengahan Mei 2020.
2. Mereda pada akhir bulan Juli atau permulaan Agustus mereda
3. Puncak kasus Covid-19 sebesar 40.000 pasien positif.
4. Pandemi di Indonesia baru akan berakhir di bulan September.
5. Prediksi kasus bisa berubah di antaranya karena ketersediaan data dan kualitas data. Selama ini pihaknya mengakses data yang diumumkan pemerintah.
Berakhir 7 Oktober 2020
Sebelumnya Sebuah riset yang dilakukan oleh Singapore University of Technology and Design ( SUTD) menunjukkan, wabah Covid-19 di Indonesia akan berakhir pada 7 Oktober 2020.

SUTD merupakan salah satu universitas ternama di Singapura, yang berfokus pada kajian studi teknologi dan desain.
Hasil risetnya diungkap di situs web ddi.sutd.edu.sg, dengan update terakhir pada 5 Mei 2020.
"Situs ini menyediakan pemantauan prediktif berkelanjutan Covid-19 sebagai pelengkap pemantauan tradisional atau praktik prediksi tradisional," demikian keterangan yang tertera di bagian pengenalan.
Dalam penghitungannya, SUTD menggunakan model SIR (Susceptible-Infected-Recovered) yang dipadukan dengan data harian virus corona yang diperbarui dari berbagai negara.
Prediksi akhir wabah virus corona juga dicantumkan bersama prediksi pergeseran tanggal atau deviasi.
Dari pemodelan itu akan terlihat kurva siklus hidup pandemi dan tanggal berakhirnya secara teoretis, menurut kode-kode dari Milan Batista dan data dari Our World in Data.
Hasil riset SUTD menunjukkan, prediksi wabah virus corona di dunia berakhir pada 20 Desember 2020.
Hasilnya, terlihat pandemi virus corona secara global diprediksi akan berakhir pada 20 Desember 2020 dan dapat bergeser 5,9 hari.
SUTD juga mencantumkan prediksi berakhir wabah Covid-19 di Indonesia, yakni pada 7 Oktober 2020, dengan deviasi 14,9 hari.
Sebagian artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul "Waspada Puncak Kedua Pandemi Corona , Dinilai Akan Lebih Berbahaya" dan di surya.co.id dengan judul Awas ! Kata Peneliti Unair, Pertengahan Mei Jadi Puncak Corona,