Teror Diskusi FH UGM

Teror Terhadap Panitia dan Pengisi Diskusi di UGM Dianggap Ciderai Demokrasi, Polisi Akan Mengusut

Polri telah memulai langkah penyelidikan untuk mengungkap tindakan pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat oleh masyarakat

Editor: Feryanto Hadi
Wartakotalive.com/Budi Sam Law Malau
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Aksi teror termasuk ancaman pembunuhan yang dilakukan kepada panitia serta pengisi diskusi yang tergabung dalam Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menuai banyak kecaman.

Sejumlah tokoh menyebut demokrasi Indonesia mengalami kemunduran akibat tidak bebasnya masyarakat menyampaikan pendapat.

Terlebih, diskusi ilmiah itu digelar di kampus.

Setelah beberapa hari isu itu ramai diperbincangkan, kini Polri menyatakan siap mengusut peristiwa teror terhadap mahasiswa dan panitia 

Lonjakan Kasus Covid-19 Meningkat Usai Pemerintah Korsel Jalankan New Normal

Pernyataan ini disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (30/5/2020).

"Polri siap mengusut teror yang dialami oleh Mahasiswa UGM yang menjadi panitia diskusi apabila ada yang dirugikan," kata Argo.

Argo menegaskan, Polri telah memulai langkah penyelidikan untuk mengungkap tindakan pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat oleh masyarakat yang dijamin undang-undang tersebut.

Sebelumnya, Komnas HAM meminta Kapolri memerintahkan Kapolda DIY untuk mengusut dan menangkap pelaku teror dan pengancaman terhadap panitia diskusi agar tindak pidana serius itu tak kembali terulang.

Komnas HAM juga mememinta seluruh penyelenggara negara untuk menjamin dan menciptakan situasi yang kondusif bagi penghormatan HAM, khususnya kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat.

Diskusi Pemberhentian Presiden di UGM Dicap Makar, Mahfud MD Tak Setuju, Laporkan Siapa Peneror

Teror terjadi terhadap panitia dan calon narasumber dalam diskusi bertajuk "Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan" yang diinisiasi oleh Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM).

Presiden CLS UGM Aditya Halimawan mengatakan, diskusi yang rencananya akan digelar secara daring pada Jumat (29/05/2020) pukul 14.00 WIB kemarin itu dibatalkan karena situasi dan kondisi yang dinilai tidak kondusif.

Dalam rilis resminya, CLS FH UGM mengungkap adanya teror kepada penyelenggara acara diskusi tersebut berupa pesan WhatsApp dan pengiriman makanan melalui ojek online.

Senada, Dekan Fakultas Hukum UGM Prof Sigit Riyanto bahkan menyatakan bahwa teror itu termasuk ancaman pembunuhan yang disampaikan orang tak dikenal terhadap panitia dan seluruh anggota keluarganya.

"Tanggal 28 Mei 2020 malam, teror dan ancaman mulai berdatangan kepada nama-nama yang tercantum di dalam poster kegiatan, pembicara, moderator, serta narahubung. Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas CLS," ucap Sigit Riyanto dalam keterangan tertulisnya.

Menurut Sigit, bentuk ancaman yang diterima beragam, mulai dari pengiriman pemesanan makanan ojek daring, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka.

Awalnya diskusi ini bertajuk Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan.

Kemudian diubah menjadi, Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan.

Aditya pun membantah anggapan diskusi tersebut merupakan makar.

Sebab, diskusi itu bersifat akademis dan tidak terkait dengan kepentingan politik.

"Seperti klarifikasi yang sudah kami sampaikan, bahwa kami bersifat akademis. Tidak berkaitan oleh politik manapun atau agenda politik manapun," kata Aditya.

Nah kami mengganti itu supaya kami meluruskan sesuai dengan UUD," ucap Aditya saat dihubungi, Jumat (29/05/2020).

Aditya membantah anggapan di media sosial yang menyebut diskusi tersebut merupakan makar.

Sebab, diskusi itu bersifat akademis.

"Seperti klarifikasi yang sudah kami sampaikan, bahwa kami bersifat akademis.

Tidak berkaitan oleh politik manapun atau agenda politik manapun," tuturnya.

Aditya mengakui ada pemberitahuan melalui pesan berantai WhatsApp (WA) yang menyebut diskusi dibatalkan.

Ia memastikan informasi tersebut bukan dari panitia acara diskusi.

"Informasi itu (pembatalan) tidak benar," tegasnya.

Menurutnya, ada dugaan peretasan akun WA salah satu panitia.
Sehingga muncul informasi pembatalan acara tersebut dari akun WA salah satu panitia.

"Ada indikasi peretasan. Informasi (pembatalan) itu hoaks, itu akibat dari peretasan akun narahubung kami," ungkapnya.

Sementara itu, Kabag Humas dan Protokol UGM Iva Ariani menjelaskan jika acara diskusi tersebut bukan acara dari Fakultas Hukum maupun UGM.

"Itu bukan acara resmi dari Fakultas Hukum maupun UGM," tandasnya.

Tanggapan Mahfud MD 

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai diskusi bertema pemberhentian presiden yang diinisiasi oleh Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tidak perlu dipersoalkan.

Mahfud pun mendorong para penyelenggara diskusi itu untuk melaporkan teror yang mereka terima kepada aparat.

Menko Polhukam RI Mahfud MD
Menko Polhukam RI Mahfud MD (NU Online/Suwitno)

"Yang diteror perlu melapor kepada aparat dan aparat wajib mengusut, siapa pelakunya. Untuk webinarnya sendiri menurut saya tidak apa-apa, tidak perlu dilarang," kata Mahfud dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/5/2020).

Mahfud yang berlatarbelakang sebagai ahli hukum tata negara itu pun menjelaskan bahwa konstitusi telah mengatur bahwa presiden dapat diberhentikan dengan alasan hukum yang terbatas.

Alasan itu antara lain melakukan korupsi, terlibat penyuapan, melakukan pengkhianatan terhadap ideologi negara, melakukan kejahatan yang ancamannya lebih dari 5 tahun penjara, melakukan perbuatan tercela, serta jika keadaan yang membuat seorang presiden tidak memenuhi syarat lagi.

"Di luar itu, membuat kebijakan apapun, presiden itu tidak bisa diberhentikan di tengah jalan. Apalagi hanya membuat kebijakan Covid itu, enggak ada," ujar Mahfud.

Mahfud menambahkan, ia pun mengaku mengenali Guru Besar Hukum Tata Negara UII Ni'matul Huda yang rencananya menjadi pembicara dalam acara diskusi tersebut.

"Saya tahu orangnya tidak subversif, jadi tak mungkin menggiring ke pemakzulan secara inkonstitusional. Dia pasti bicara berdasar konstitusi," kata Mahfud.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polri Siap Mengusut Teror terhadap Panitia Diskusi FH UGM"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved