Bulan Suci Ramadan

Panduan Lengkap Salat Ied Idul Fitri di Rumah, Mulai dari Niat, Rukun Hingga Sunah Sebelum Salat

Sepertinya sampai akhir bulan Ramadan pun pandemi virus corona belum juga berakhir Maka itu disarankan tunaikan salat ied di rumah

ALjazeera
Ilustrasi -- salat ied di rumah selama pandemi Covid-19 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Sesuai fatwa MUI maka ibadah selama pandemi Covid-19 harus dilakukan di rumah saja.

Termasuk juga salat jumat, salat tarawih dan salat Ied. Sepertinya sampai akhir bulan Ramadan pun pandemi virus corona belum juga berakhir

Lalu bagaimana pelaksanaan salat Ied di rumah?

Berikut tata cara salat ied di rumah seperti diajarkan Ustadz Firanda Andirja Abidin LcMa atau dikenal dengan nama Ustaz Bermanhaj Shalaf.

Kemenag Terbitkan Panduan Ibadah Ramadan, Salat Tarawih di Rumah dan Salat Ied Ditiadakan

Ada 2 hal yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan salat ied

1. Mandi 

Disukai untuk mandi setelah terbit fajar karena hari íed dimulai sejak terbit fajar, namun sebagian ulama membolehkan untuk mandi sebelum fajar karena tujuannya adalah bersih-bersih, dan hal itu sudah tercapai meski mandi sebelum fajar.

Meskipun tidak ada dalil khusus yang shahih tentang hal ini akan tetapi para ulama mengqiaskan dengan shalat jumat, padahal shalat ied adalah perkumpulan yang lebih besar dan agung daripada shalat jumat, demikian juga hari raya ied lebih agung dari hari raya pekanan hari jumat..

Oleh karenanya para ahli fikih sepakat akan dianjurkannya mandi untuk shalat ‘ied. Dan telah datang dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu bahwasanya beliau mandi untuk salat ied.

ISI Lengkap Fatwa MUI Tentang Ibadah Saat Wabah Virus Corona, Haramkan Timbun Masker

2. Makan Kurma

Ilustrasi buah kurma.
Ilustrasi buah kurma. (pexels.com)

Memakan kurma dalam jumlah ganjil. Anas bin Malik berkata Adalah Rasulullah shallallahulaihi wasallam tidaklah berangkat (dari rumah) pada hari Idul Fitri hingga beliau makan beberapa butir kurma…dan beliau memakannya dalam jumlah ganjil.

Disunnahkan untuk memakan kurma sebelum berangkat untuk menunjukan bahwa hari tersebut sudah tidak berpuasa lagi, dan dianjurkan untuk segera menunjukan ketaatan kepada Allah yang memerintahkan untuk berbuka pada hari itu.

Selain itu disunnahkan makan kurma karena kebiasaan Nabi shallallahulaihi wasallam berbuka puasa dengan kurma.

Mengapa Rasulullah SAW Suka Makan Kurma Dalam Jumlah Ganjil? Ini Berhubungan dengan Kesehatan

Jika tidak ada kurma maka selain kurma juga tidak mengapa, dan sebagian ulama memandang makanan tersebut yang manis-manis.

Shalat Ied pun pernah dilakukan di rumah pada jaman Rasulullah SAW.

Jumhur ulama berpendapat disyariatkannya shalat íed bagi wanita, budak, orang sakit, dan musafir meskipun sendirian dan di rumah.

Al-Imam Al-Bukhari berkata : و ِت ُ ي ُ َن ِفي البـ َكا ْ ن َ م َ ، و ُ اء َ س ِ ّ َك الن ِ َك َذل َ ، و َْينِ ت َ ْكع َ ي ر ِ لّ صَ ُ ي ُ يد العِ ُ َه ات َ ذَا ف ِ ب: إ ʪ ى َ ٌ َ ر القُ َ و ، ك ٍ ِ ال َ م ُ ْن ب ُ َس أَن َ ر َ أَم َ ا ِلإسْلاَمِ » و َ ْل أَه َʭُ يد َذا عِ َ : َ م َّ ل َ س َ و هِ ْ لَي َ ع ى اللهُ َّ ل ِ صَ ّ َِّبي ِل الن ْ قَو ِ ل ِ ِيرهِ َ ْكب ت َ ْصِر و ِ ِل الم ْ أَه ِ ى َكصَلاَة َّ ل َصَ ، و يهِ ِ ن َ ب َ و ُ لَه ْ أَه َ ع َ م َجَ ف ةِ َ زا ِوي ِʪلَّ َ ة َ ب ْ تـ ُ أَِبي ع َ ْن اب ْ م ُ لاَه ْ و َ م ْ م « ُ ام َ ا ِلإم ُ َع َ ْصن ا ي َ َكم َْينِ ت َ ْكع َ وَن ر ُّ ل صَ ُ ، ي يدِ وَن ِفي العِ ُ ع َمِ ت َيجْ ادِ َ َّسو ال ُ ْل : «أَه ُ ة َ ْكِرم اَل عِ َ ق َ و َْينِ» ت َ ْكع َ ى ر َّ ل صَ ُ يد العِ ُ َه ات َذَا ف ِ : إ ٌ َطَاء اَل ع َ ق َ و

“Bab : Jika seseorang terluput dari shalat ied maka ia shalat dua rakaat, demikian juga para wanita, dan orang-orang yang ada di rumah-rumah dan juga di kampung-kampung.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahulaihi wasallam, “Ini adalah adalah íed (hari raya) kita kaum muslimin.

Anas bin Malik memerintahkan budaknya Ibnu Abi Útbah di Az- (6) Madzhab Maliki tidak mengapa untuk salat sendirian atau berjamah jika tidak hadir di lapangan untuk shalat .

Dan wanita yang tidak menghadiri shalat ied maka dianjurkan untuk shalat íed di rumah (Lihat At-Taaj wal Ikliil, al-Mawwaaq 2/580)

Maksud al-Imam Al-Bukhari berdalil dengan hadits ini adalah bahwasanya ied adalah hari raya semua kaum muslimin, karenanya mereka semua berhak untuk beried sehingga mereka semua (baik wanita, budak, dll) semuanya juga berhak untuk shalat íed (lihat Fathul Baari 2/475) 4-12 Zawiyah)

Maka beliaupun mengumpulkan keluarganya dan anak-anaknya dan shalat seperti shalat orang-orang di kota dan sesuai dengan takbir mereka”.

Íkrimah berkata, “Penduduk pelosok (demikian juga para petani) berkumpul tatkala íed, lalu mereka shalat dua rakaát sebagaimana yang dilakukan oleh penguasa (yang shalat íed di kota)”.

Áthoo berkata, “Jika seseorang luput dari shalat íed maka ia shalat dua rakaát” 

Atsar Anas bin Malik di atas, dan juga atsar-atsar para tabiín dijadikan dalil oleh Jumhur (mayoritas) ulama bahwasanya barang siapa yang terluput dari shalat íed, maka hendaknya ia mengqodho’nya. Yaitu ia mengqodhonya dengan shalat dua rakaat dan bertakbir sebagaimana shalat Ied biasanya.

Waktu pelaksanaan salat ied

Waktu pelaksanaan shalat íed adalah setelah hilang waktu terlarang shalat sunnah, yaitu kurang lebih 15 menit setelah matahari terbit, yaitu awal waktu shalat dhuha ketika warna merah di langit telah hilang.

Waktu shalat ied berakhir sebelum waktu terlarang shalat sunnah berikutnya yaitu menjelang waktu dzuhur. Ini adalah hal yang disepakati oleh para ulama.

Rukun salat ied

1. Niat salat ied

أُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ سُنَّةً لعِيْدِ اْلفِطْرِ (مَأْمُوْمًا\إِمَامًا) لِلهِ تَعَــــالَى

Usholli rakataini sunnatan li’idil fitri (ma’muman/imaman) lillahi ta’ala

Artinya: “Aku berniat shalat sunnah idul fitri dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.”

2. Takbir

Lakukan takbir sebanyak 7 kali di rakaát pertama dan 5 takbir pada rakaát kedua menurut mayoritas ulama (kecuali madzhab Hanafi).

Hal ini berdasarkan hadits :

َخمْ َ وَلى، و ا ِفي اْلأُ ً ع ْ بـ َ ، س ً ة َ ِير َ ْكب ةَ ت َ َ ْشر ع ْ ْتيَ ن ِ ث ٍ يد ِفي عِ َ بر َكَّ َ م َّ ل َ س َ و هِ ْ لَي َ ع ى اللهُ َّ ل َّ صَ َِّبي ا ن الن أَ َّ ً س ا َ ْدَه ع َ َلا بـ َ ا، و َ لَه ْ َبـ ِ قـ ّ صَل ُ ي ْ َلم َ ، و ةِ َ ر ِفي اْلآخِ

Bahwasanya Rasulullah shallallahulaihi wasallam bertakbir ketika 12 kali takbir, 7 kali di rakaat pertama dan 5 kali di rakaát kedua

Dan juga atsar dari Abu Hurairah Naafi maula Ibnu Umar berkata:

ْضحَى ت اْلأَ ُ َشِهْد َ ْل َب ت قـ ٍ ا َ ِير َ ْكب ت َ ع ْ ب َ وَلى س اْلأُ ةِ َ َّْكع ِفي الر َ بر َ َكَّ ةَ. ف َ ر ْ يـ َ ر ُ أَِبي ه َ ع َ م َ طْر الْفِ َ و ِ ة َ اء َ ر الْقِ َ ْل َب ت قـ ٍ ا َ ِير َ ْكب ت َخمْسَ ةِ َ ر ِفي الآخِ َ . و ِ ة َ اء َ ر ِ الْق

“Aku menghadiri shalat ied al-Adhaa dan íed al-Fithr bersama Abu Hurairah, maka beliau bertakbir di rakaát pertama 7 takbir sebelum al-qiroah (sebelum membaca al-Fatihah) dan di rakaát kedua beliau bertakbir 5 takbir sebelum al-qiroáh”

Untuk takbir pada rakaat kedua maka para ulama sepakat bahwa takbiratul intiqool (takbir perpindahan dari rukun yang satu ke rukun berikutnya, seperti dari berdiri ke ruku, atau dari sujud ke berdiri) tidak masuk hitungan.

Adapun untuk 7 takbir pada rakaat pertama maka para ulama berselisih apakah takbiratul ihram termasuk dalam 7 takbir tersebut atau tidak termasuk hitungan?

Madzhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa takbir-takbir tersebut termasuk takbiratul ihram .

Berbeda dengan madzhab syafií yang Jumhur ulama (madzhab Hanafi, Syafii dan Hanbali) berpendapat bahwa takbir zawaid tersebut dibaca setelah doa istiftah.

Adapun madzhab Imam Maliki berpendapat bahwa di awal shalat langsung bertakbir dengan 7 takbir, baru setelah itu membaca istiftah.

Penulis lebih condong kepada pendapat Imam Malik, terlebih lagi Imam Malik (Imamnya kota Madinah) berdalil dengan atsar Abu Hurairah yang tinggal di Madinah sehingga Imam Malik berdalil praktik para penduduk Madinah tentang hal ini. Wallahu a’lam.

2. Hendaknya ketujuh takbir tersebut dikerjakan berurutan namun diberi jeda sedikit agar bisa diikuti oleh makmum.

Namun para ulama berselisih apakah diantara takbir-takbir tersebut ada sesuatu yang dibaca? 

Madzhab Maliki dan Hanafi berpendapat tidak ada yang dibaca karena tidak ada dalil yang menunjukan akan hal tersebut dan inilah pendapat yang lebih kuat.

Sementara madzhab Syafi dan Hanbali berpendapat ada yang dibaca yaitu tahlil, takbir, dan tahmid.

3. Mengangkat tangan setiap kali bertakbir dan ini pendapat mayoritas ulama.

Tidak ada hadits yang sharih (jelas) tentang hal ini, akan tetapi sebagian ulama berdalil dengan qias terhadap atsar Ibnu Umar yang ketika shalat janazah beliau mengangkat setiap kali takbir.

Sisi pengqiasannya yaitu sama-sama takbir yang berulang dalam posisi berdiri.

4. Jika lupa takbir zawaid dan baru ingat ketika sedang membaca al-Fatihah?

Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak perlu sujud sahwi jika meninggalkan takbir zawaid, apakah dengan sengaja ataukah karena lupa.

Jika ingatnya ketika sedang membaca al-Fatihah maka apa yang dilakukan?

Sebaiknya ia melanjutkan bacaannya dan tidak perlu mengulangi takbir zawaidnya, hal ini karena takbir tersebut hukumnya sunnah

5. Surat yang dibaca setelah membaca al-Fatihah maka disunnahkan membaca pada rakaat pertama surat al-Ala dan pada rakaat kedua surah al-Ghosyiah,

Atau rakaat pertama membaca surah Qoof dan pada rakaát kedua surah al-Qomar.

6. Tidak perlu khutbah setelah salat ied.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved