Virus Corona Jabodetabek

Kisah Petugas Jenazah Covid-19 Inisiatif Dokumentasikan Prosesnya untuk Keluarga yang Ditinggalkan

Cerita seorang petugas pemulasaran jenazah menuturkan saat dirinya harus mengurus jenazah Covid-19. Lalu mendokumentasikan untuk keluarga

Kolase foto BBC Indonesia/dok Sahrul Rida
Kisah petugas pulasara jenazah di RSPI Sulianti Saroso mendokumentasikan jenazah Covid-19 untuk keluarga mendiang 

WARTAKOTALIVE.COM -- Cerita seorang petugas pemulasaran jenazah menuturkan saat dirinya harus mengurus jenazah Covid-19.

Seperti diketahui bila sesorang meninggal karena virus corona maka keluarganya tidak boleh ikut mengurus dan salatkan jenazah tersebut.

Untuk itu seorang petugas dengan inisiatif sendiri merekam semua kegiatan untuk dikirim ke keluarga korban.

 Sahrul Rida petugas pulasara jenazah menceritakan, dirinya sengaja merekam saat jenazah Covid-19 diurus agar keluarga yang ditinggalkan bisa menyaksikan bagaimana prosesnya hingga dikuburkan.

"Mereka ditayamum atau diwudhukan," ujar Sahrul dalam video yang beredar di Twitter BBC Indonesia, Sabtu (2/5/2020).

Begini Pembagian Tugas Timsus Pemulasaran Ditsamapta Polda Metro Jaya Saat Hadapi Jenazah Covid-19

Dia mengatakan berharap tak ada lagi korban yang meninggal dalam status PDP, melihat kesedihan yang dialami keluarga yang ditinggalkan.

"Perasaan saya kadang trenyuh. Bagaimana jika itu terjadi sama saya?" ujar Sahrul Ridha, 40, petugas Instalasi Pemulasaran Jenazah (IPJ) di RSPI Sulianti Saroso, salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta.

"Sejak dirawat hingga meninggal, nggak ada satu pun anggota keluarga yang bisa melihat pasien."

Sahrul, dan dua petugas pemulasaran jenazah lain, adalah orang terakhir yang dapat melihat dan mengurus pasien yang meninggal, baik dalam status positif Covid-19 maupun Pasien Dalam Pengawasan (PDP), yakni mereka yang bergejala Covid-19, tapi belum dites atau mendapat hasil tes swab PCR.

Ini Fakta Ambulans Bawa Jenazah Covid-19 Dicegat Warga di Kabupaten Bandung

Sejak kasus Covid-19 diumumkan pemerintah di bulan Maret, Sahrul setidaknya sudah mengurus 30 jenazah, dengan puncaknya di bulan Maret, di mana ia pernah mengurus empat jenazah dalam sehari.

Lalu setelah itu jenazah dikafani dan disalatkan. Bagi yang bukan muslim kita pakaikan pakaian sesuai dengan amanah keluarga. 

"Semua kita abadikan baik lewat foto maupun video hadphone dan akan kita kirimkan ke keluarga mendiang," tutur Sahrul.

Ini merupakan inisitif dari petugas pulasara jenazah karena setiap pasien yang meninggal karena Covid-19 maka keluarganya tidak boleh mengurus.

"Kalau dari pihak kedokteran memiliki hasil tes akurat segeralah diberitahukan kepada keluarganya atau kepada kami sehingga kita pun melakukan pemulasaran jenazah ini tidak ada rasa khawatir berlebihan," ujarnya

Kekurangan cairan, oksigen, keringat bercucuran

Sahrul bercerita tugasnya dimulai saat seorang pasien dinyatakan meninggal.

Dengan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap, Sahrul harus berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan pemulasaran jenazah dalam empat jam, sebagaimana ditetapkan kementerian kesehatan.

pemulasaran
DOK. SAHRUL RIDHA via BBC Indonesia

Proses pemulasaran jenazah dilakukan Sahrul dengan dua orang petugas lainnya.

Hal pertama yang dilakukannya adalah memindahkan jenazah ke ruang pemulasaran untuk dimandikan atau jika tidak memungkinkan, sekadar dicipratkan air .

"Prosesnya memang makan waktu. Kami harus betul-betul teliti, betul-betul sebersih mungkin. Jangan sampai ketinggalan ini-itu, desinfektan kurang atau apa," ujar Sahrul.

"Kami mengenakan masker N95, masker bedah, dalam waktu dua sampai tiga jam. Kami kekurangan cairan, oksigen, keringat semua bercucuran karena pakai apron panas sekali. Kami harus tahan itu sampai selesai. Kami harus kuat," ujarnya.

pemulasaran
foto DOK. SAHRUL RIDHA

Proses pemulasaran menurut ketentuan pemerintah harus selesai dalam waktu empat jam.

Salah satu tantangan dalam pekerjaannya, kata Sahrul, adalah saat mengangkat jenazah. Petugas harus mengangkat jenazah saat membersihkan, memindahkan ke kantong jenazah, juga saat memasukan dalam peti.

"Karena memang kami tidak punya fasilitas yang betul-betul memudahkan untuk memindahkan... Beberapa jenazah meninggal, rata-rata berbobot di atas 70-80 kilogram. Itu yang membuat kami kadang kerepotan," kata Sahrul.

NU dan MUI Sepakat Korban Covid-19 Termasuk Mati Syahid, Ini 4 Hak Jenazah yang Harus Dipenuh

Ketua Satuan Tugas NU Peduli dr Muhamad Makky Zamzami mengatakan, korban meninggal karena virus corona atau Covid-19 termasuk jenazah yang mati syahid.

"Dari imbauan Lembaga Bahtsul Masail, bahwa jenazah yang sudah positif Covid-19 maupun PDP yang diduga berat untuk positif dan meninggal, maka itu termasuk jenazah yang mati syahid."

"Seperti dalam satu hadis, wa man mata fit tha'un fahuwa syahid," ujar Makky, dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Sabtu (4/4/2020).

 Pemprov DKI Perpanjang Masa Penutupan Tempat Hiburan Swasta Sampai 19 April 2020

Oleh karena itu, Makky meminta agar tidak ada penolakan terhadap pemakaman jenazah korban Covid-19.

Menurutnya, hal itu sudah sesuai protokol kesehatan dan unsur syariat agama.

Masyarakat, kata dia, seharusnya berempati dan menerima jenazah akan dimakamkan di pemakaman terdekat atau di kampung tertentu.

 Jaga Kedisiplinan Physical Distancing, Setiap Rukun Warga di Jakarta Pusat Dijaga Satu Polisi RW

"Jangan terjadi adanya penolakan atau stigma-stigma terhadap petugas kesehatan atau petugas yang bawa jenazah itu," jelasnya.

Di sisi lain, Makky menyinggung seharusnya yang mendapatkan stigma adalah masyarakat atau keluarga yang memaksa membawa pulang jenazah positif Covid-19.

Sebab, aksi tersebut justru akan berdampak meluasnya penyebaran Virus Corona dan menularkannya kepada keluarga dan masyarakat.

 Dua Pengelola Kafe di Benhil dan Sabang Diciduk Polisi karena Langgar PSBB, Peringatan Tak Digubris

Dia menegaskan, pengurusan jenazah yang meninggal karena Covid-19 harus dilakukan dengan protokol kesehatan yang sangat ketat sesuai standar WHO, juga unsur syariat atau tata cara agama.

"Jadi stigma ini harusnya begitu."

"Bahwa seluruh RT/RW maupun perangkat di daerah sigap bila ada pasien positif COVID-19 dibawa pulang paksa dan dilakukan penatalaksanaan jenazahnya oleh keluarganya."

"Jadi jangan dibalik," tuturnya.

4 Hak Jenazah

Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, ada empat hak jenazah yang mesti dipenuhi oleh keluarga, tak terkecuali jenazah korban Covid-19.

"Empat hal ini bagian hak jenazah yang harus ditunaikan."

"Karena jika kita mengikuti protokol dalam pengurusan jenazah."

 PASIEN Covid-19 di Indonesia Melonjak Jadi 2.092 Orang, 150 Sembuh, 191 Meninggal

"Dan juga ketentuan di dalam fatwa sebagai panduan mengurusi jenazah muslim, maka tidak ada kekhawatiran lagi untuk penularan orang yang hidup," ujarnya, dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Sabtu (4/4/2020).

Hak pertama, kata dia, adalah mendapat anggapan baik dari keluarga dan lingkungannya.

Berdasarkan penuturannya, setiap muslim yang meninggal karena Covid-19 dianggap meninggal secara syahid.

 Tersangka Pelanggar PSBB Menyesal, Imbau Warga Tetap di Rumah dan Jangan Keluyuran Malam

"Bahwa setiap muslim korban Covid, secara syar'i meninggal secara syahid, memiliki kemuliaan dan kehormataan di mata Allah," terangnya.

Hak kedua, jenazah harus dimandikan.

MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa mengenai tata cara memandikan jenazah saat keadaan darurat.

 BREAKING NEWS: Wakil Jaksa Agung Arminsyah Meninggal dalam Kecelakaan Mobil Sport di Tol Cibubur

Apabila mungkin, dilakukan dengan pengucuran air sebagaimana memandikan jenazah seperti biasa.

Namun, jika tidak dimungkinkan, bisa dengan cara tayamum.

"Jika tidak bisa juga karena pertimbangan keamanan teknis lain, maka dimungkinkan langsung dikafankan," kata Asrorun.

 Jenazah Wakil Jaksa Agung Arminsyah Besok Dimakamkan di TPU Pedongkelan

Hak ketiga, dibungkus dengan kain kafan.

Nantinya diharapkan kafan akan menutupi seluruh tubuh jenazah.

Untuk proteksi, lanjutnya, jenazah kemudian akan menggunakan plastik tak tembus air dan dimasukkan ke dalam peti dan didisinfeksi.

 Peneliti Australia Ungkap Obat Anti Parasit Ini Bisa Bunuh Virus Corona dalam Waktu 48 Jam

Hak terakhir atau keempat adalah prosesi salat gaib.

Asrorun mengatakan pihak keluarga harus menyolatkan jenazah meski tidak di hadapannya dan tidak secara berjamaah di masjid.

"Penyalatan bisa di tempat yang suci dan aman dari proses penularan."

 Nissan GT-R35 yang Dikendarai Wakil Jaksa Agung Dijuluki Godzilla, Harganya Rp 2,5 Miliar

"Minimal 1 orang muslim (sudah bisa salat gaib). Karena hukumnya fardu kifayah," ucapnya.

Oleh karena empat hak ini harus dipenuhi, maka MUI mengimbau agar masyarakat tak lagi menolak jenazah korban Covid-19.

Masyarakat diimbau tetap waspada namun tetap melihat dengan ilmu pengetahuan dan pemahaman yang utuh.

 FKM UI Sarankan DKI Maksimalkan Labkesda untuk Swab Test, Pernah Tawarkan Bantuan tapi Tak Digubris

Sehingga, tak menyebabkan dosa di kemudian hari karena tak menunaikan hak jenazah.

"Ini berarti dosa dua kali."

"Dosa yang pertama tidak menunaikan kewajiban atas jenazah dan kemudian yang kedua menghalang-halangi pelaksanaan penuaian kewajiban terhadap jenazah," papar Asrorun. (Vincentius Jyestha)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved