Virus Corona
PHK Ancam Buruh Imbas Virus Corona, Hotman Paris Pertanyakan Omnibus Law yang Pangkas Uang Pesangon
PHK Ancam Buruh Imbas Virus Corona, Hotman Paris Pertanyakan Omnibus Law yang Pangkas Uang Pesangon
Resesi yang terjadi imbas wabah virus corona di Indonesia berdampak Pemutusan Hubungan kerja (PHK) terhadap para buruh. Sayangnya, besaran pesangon atas PHK dalam usulan Omnibus Law Cipta Kerja dikurangi sebesar empat persen dari besaran semula.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pengurangan jumlah pesangon tersebut dibenarkan oleh Ketua Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law Rosan Roeslani.
Dirinya menjawab pertanyaan Hotman Paris Hutapea di Kopi Johny pada beberapa waktu lalu.
Jawaban sahabat sekaligus rekan bisnis Sandiaga Uno itu diunggah kembali oleh Hotman paris lewat akun instagramnya @hotmanparisofficial; pada Selasa (14/4/2020).
Dalam video, Hotman Paris yang terlihat memberanikan diri keluar rumah dan mengnakan masker itu bertanya kepada Rosan terkait kebenaran isu pengurangan pesangon yang tercantum dalam usulan Omnibus Law Cipta Kerja.
"Mengenai Perburuhan, Tenaga kerja, katanya pesangon dikurangi? Bener nggak itu?," tanya Hotman Paris.
Menjawab pertanyaan Hotman Paris, Rosan menegaskan Omnibus Law harus dilihat secara keseluruhan.
Sehingga berubah makna dan tujuan.
"Ok, kalau saya mau sampaikan, bahwa ini harus dilihat secara keseluruhan, jangan dilihat secara sepotong-sepotong. Dan jangan dilihat, 'oh ini untuk kepentingan hanya buruh, ini hanya untuk kepentingan pengusaha, ini hanya untuk kepentingan akademis'," ungkap Rosan.
"Karena kepentingannya sama kok, Pengusaha tanpa buruh, nggak ada apa-apanya pengusaha. Sama juga, buruh tanpa pengusaha, yang kasih kerja juga siapa? Jadi yang harus dilihat ini adalah kepentingan nasional," tambahnya.
Tidak mendapatkan jawaban, Hotman Paris menegaskan pertanyaan.
"Jadi berkurang berapa persen itu," tanya Hotman Paris lagi.
Tidak dapat berkilah, Rosan mengungkapkan pengurangan pesangon dalam usulan Omnibus Law sebesar empat persen.
"Kurangnya, kurang lebih empat ya, dari 32 (persen) ke 28. Itu pengurangannya seperti itu, sebagai contoh," ungkap Rosan.
Walau terdapat pengurangn besaran pesangon yang diterima para buruh pasca PHK, Rosan menegaskan mereka mendapatkan sejumlah bantuan.
Bantuan tersebut di antaranya advokasi gratis hingga kemitraan.
"Tapi harus dilihat juga, walaupun itu ada pengurangan, tapi diberikan pendidikan advokasi, itu gratis. Kemudian dicarikan juga kerjasama untuk kemitraan juga ada," ungkap Rosan.
"Jadi yang harus dilihat juga, ini kan dalam rangka penciptaan lapangan kerja, jadi begitu ini dibuka sebenarnya bukan hanya buruh saja, tapi temen-temen pengusaha banyak yang protes juga," tambahnya.
Komponen Pesangon
Dikutip dari Kompas.com, Pemerintah mengatur mengenai pesangon untuk buruh atau pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di dalam Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Berdasarkan pasal 156 draf Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang diberikan kepada DPR, disebutkan pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja ketika melakukan pemutusan hubungan kerja.
Pada pasal 157 RUU tersebut dijelaskan pula komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan mas akerja terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap yang diberikan pekerja atau buruh dan keluarganya.
Besaran pesangon dan penghargaan masa kerja tergantung pada lama masa kerja buruh yang bersangkutan.
Adapun berikut ketentuan besaran pesangon dalam RUU Cipta Kerja:
Pesangon
1. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
2. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah
3. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah
4. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah
5. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah
6. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah
7. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
8. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah
9. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Penghargaan masa kerja
1. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
2. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
3. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
4. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
5. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
6. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
7. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, 8 (delapan) bulan upah
Adapun berbeda dengan dalam UU Ketenagakerjaan, uang penggantian hak tak lagi di atur oleh pemerintah.
Uang penggantian hak dalam RUU Cipta Kerja didasarkan pada perjanjian bipatrid antara pekerja dengan pemberi kerja melalui perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Sementara dalam UU Ketenagakerjaan, pemerintah mengatur penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja yang meliputi cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja.
Selanjutnya penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15 persen dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat serta hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.