Virus Corona

Kebijakan Darurat Sipil Diprotes, Dinilai Bentuk Lari dari Tanggung Jawab, Ciptakan Otoritarianisme

Penerapan daurat sipil dalam kasus pandemi corona dinilai tidak tepat dan justru akan menimbulkan otoritarianisme.

Editor: Feryanto Hadi
@jokowi
Presiden Joko Widodo (Presiden Jokowi) menjelaskan cara membumikan ideologi Pancasila. 

Dalam postingannya, Fadjroel Rachman menyebut kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan phisycal distancing (jaga jarak aman) dilakukan lebih tegas, disiplin dan efektif.

 Tujuannya diungkapkannya untuk memutus mata rantai persebaran virus korona atau Covid-19.

"Presiden Joko Widodo Minta Pembatasan Sosial Berskala Besar Dilakukan Lebih Tegas dan Disiplin," tulis Fadjroel Rachman.

Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan usulan pemberlakuan Darurat Sipil supaya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat dijalankan secara efektif.

Klarifikasi Presenter Soraya Rasyid dan Angela Tee Terkait Viral Video Mesum di Media Sosial

Lima Fakta Maria Vania, Presenter dan Model Seksi yang Sering Dijuluki Pemersatu Bangsa

Namun, penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus Covid-19.

"Dalam menjalankan Pembatasan Sosial Berskala Besar, pemerintah akan mengedepankan pendekatan persuasif melalui kolaborasi Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Covid-19, Kementerian Perhubungan, Polri/TNI, Pemda dan K/L terkait," katanya

Merujuk pernyataan tersebut, aturan Darurat Sipil mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.

Perpu yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia Soekarno dan ditetapkan di Jakarta oleh Menteri Muda Kehakiman Sahardjo pada tanggal 16 Desember 1959 itu berisi sejumlah ketetapan. 

Berikut Perpu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya

Pasal 1

(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:

  1. Keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhankerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
  2. Timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
  3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

(2) Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

 Pasal 2

(1) Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut. 

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved