Gadget

Ini Saran Ahli untuk Pengunaan Gadget Pada Anak Agar Menghindari Anak yang Kurang Sabaran

Penggunaan gadget yang masif oleh generasi milenial dilanjutkan generasi alfa, akhirnya membawa pengaruh pada pola pengasuhan dan karakteristik anak.

Penulis: |
The Telegraph
Ilustrasi anak sedang bermain tablet 

Penggunaan gadget yang masif oleh generasi milenial dilanjutkan generasi alfa, akhirnya membawa pengaruh pada pola pengasuhan dan karakteristik anak.

Mereka memang lebih kreatif dan mandiri, tetapi cendrung tidak sabaran dan tidak mengenal proses.

“Ada istilah yang namanya instant gratification. Jadi, anak-anak ingin segera dipuaskan. Kepingin apa, harus dapat sekarang. Alhasil, mereka jadi gampang bosan, ngambek, dan cranky,” ujar Psikolog Ajeng Raviando seperti dikutip dari rilis yang diterima Warta Kota dari Guesehat belum lama ini.

Dalam survei Guesehat, sekitar 30,3 persen partisipan mengaku kalau karakter yang paling dominan dirasakan dari anak-anak mereka adalah tidak sabaran.

Sedangkan 5,2 persen ibu mengakui anak mereka cenderung individualis.

 Dalam Sidang, Rey Utami Sebut Barbie Kumalasari Suruh Galih Bicara Soal Ikan Asin

 BREAKING NEWS: Diskotik Crown di Mangga Besar Disegel, Ratusan Pengunjung Positif Narkoba

 Mahfud MD Beberkan Alasannya Tidak Setuju Pemulangan 660 WNI Bekas Anggota ISIS

 CURHATAN Ririn Ekawati Setelah Suami Meninggal Bukan Cerai, Terima Takdir Pernikahannya Selesai

Selain tidak sabaran, kurangnya memahami proses juga membuat anak-anak generasi alfa memiliki empati yang lebih rendah, keterampilan sosial tidak terasah, dan kurang tangguh.

“Kalau orang yang memahami proses kan pernah salah, gagal, dan tahu kalau rasanya tidak enak. Dari kegagalan-kegalanan tadi, justru membentuk seseorang menjadi lebih banyak akal, tidak mudah menyerah, dan tidak mudah putus asa” jelas Ajeng.

Bagaimana Solusinya?

Meski terkesan sederhana, ternyata mengajarkan anak mengenai proses perlu dilakukan sejak dini demi masa depannya.

Psikolog Vera Itabiliana menuturkan, anak yang tidak terbiasa menjalani proses dan menghadapi kesulitan secara mandiri, selalu dilayani, dan sebagainya, cenderung mudah frustasi saat menghadap rintangan atau kegagalan.

 TERUNGKAP, Syifa Hadju Ternyata Masih Simpan Kalung Emas Pemberian dari Angga Yunanda

Orangtua juga harus tega membatasi penggunaan perangkat elektronik, salah satunya gawai, pada anak.

Vera menganjurkan batasan penggunaan gadget untuk anak di bawah 18 bulan adalah hanya boleh melakukan video call.

Sedangkan usia 18-24 bulan tidak boleh lebih dari 30-45 menit dan harus didampingi orang tua.

Untuk usia 2-5 tahun, anak boleh menonton selama 1 jam tetapi tidak boleh bermain game.

Sementara untuk usia 6 tahun ke atas (usia sekolah dasar), hanya 1-2 jam sehari.

 KISAH Cinta Terlarang, ART Bunuh Bayi yang Baru Dilahirkan Hasil Hubungan Gelap dengan Sang Kekasih

Itu pun hanya menonton tetapi tidak boleh memasukkan aplikasi game apa pun di handphone. Kalau ingin bermain game, hanya boleh di akhir pekan.

Survei Guesehat menunjukkan, penggunaan gadget pada anak, masih menjadi tantangan besar bagi ibu masa kini.

Ketika anak dipisahkan dari gawainya, sebanyak 50,1 persen ibu menyebutkan bahwa buah hatinya akan uring-uringan tetapi perhatiannya bisa dialihkan dan 46,1 persen mengaku anak akan biasa-biasa saja.

Namun, 3,7 persen ibu mengatakan anak mereka bisa sampai tantrum dan mengamuk.

 KABAR GEMBIRA: 1.020 Orang Sembuh dari Corona, China Berterima Kasih kepada Indonesia

Menurut Ajeng, selain karakter tidak sabaran, paparan gadget di bawah usia 5 tahun dapat menganggu perkembangan motorik kasar.

“Kalau kita bicara anak zaman sekarang, banyak lho yang tidak bisa main sepeda. Belum tentu juga mereka bisa berenang. Padahal, hal-hal dasar itu dibutuhkan oleh anak untuk bisa mempertahankan diri dalam kondisi tertentu,” tutur Ajeng.

Prof DR dr Rini Sekartini, SpAK, Ketua IDAI Jaya, menjelaskan, kebutuhan anak agar tumbuh kembangnya optimal adalah dengan pemenuhan asuh, termasuk nutrisi, edukasi, imunisasi, aktivitas sosial, dan tidur.

Anak juga membutuhkan kasih sayang dan stimulasi.

Terkait stimulasi, Prof. Rini menyebutkan, prinsip stimulasi harus dua arah, antara orang tua atau pengasuh dengan anak di seluruh usia kehidupannya, baik sejak bayi hingga remaja.

 UPDATE Soal Revitalisasi Monas, Setneg Tunggu Gambaran yang Akan Dipaparkan Pemprov DKI

Memberikan perangkat elektronik, termasuk gawai terlalu dini akan memberikan dampak bagi anak, salah satunya keterlambatan bicara yang sering dijumpai karena salah metode stimulasi.

Gawai yang diberikan kepada anak akan membuat stimulasi terjadi hanya 1 arah. Komunikasi 2 arah pun tidak terjadi, sehingga anak cenderung diam serta tidak memberikan respons dan mengulang suara atau gerakan yang ia lihat dan dengar.

Akhirnya, anak-anak pun akan mengalami keterlambatan perkembangan bicara.

Profesor Rini menganjurkan bahwa anak sebaiknya tidak diberikan stimulasi menggunakan perangkat elektronik sampai usia 3 tahun.

Karena tidak hanya masalah keterlambatan perkembangan bicara yang bisa terjadi pada anak, dampak jangka panjang lainnya adalah anak bisa mengalami gangguan jarak pandang dan berisiko obesitas karena jarang bergerak aktif.

 Ashanty Tiba-tiba Bicara Kematian, Beri Pesan Pilu ke Aurel: Kayaknya Umur Bunda Nggak Panjang

“Orangtua perlu menganalisis pola asuh seperti apa yang sesuai dengan kondisi dan karakter anak,” saran Ajeng.

Jangan sampai orangtua terjerat dengan perkembangan dan perubahan dunia yang begitu cepat, sehingga kurang menyadari bahwa ada hal-hal yang sebaiknya tetap perlu dikuasai anak agar ia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. (*/lis)

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved