Kesehatan

Indonesia Nomor 3 di Asia dengan Prevalensi Stunting Tertinggi, 1 dari 3 Anak Indonesia Gagal Tumbuh

Stunting adalah kondisi di mana seorang anak memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya. Apa sebabnya?

Penulis: Hironimus Rama | Editor: Fred Mahatma TIS
Istimewa
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Dr Daeng M Faqih menandatangani banner kampanye pencegahan stunting pada perayaan Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI) ke–111 dan HUT ke-69 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di area Parkir Selatan pintu 5, GBK Senayan, Jakarta, Minggu (24/11/2019). 

Stunting disebabkan oleh masalah asupan gizi, pola asuh dan penyakit infeksi saat kehamilan dan masa anak-anak.

"Satu dari 3 anak di bawah 5 tahun (balita) mengalami stunting / gagal tumbuh karena kurang protein atau kurang gizi..."

DALAM rangka merayakan Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI) yang ke–111 dan HUT Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang ke –69, IDI bekerja sama dengan KlikDokter menggelar kampanye mencegah stunting.

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) otak sehingga memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak.

Dalam jangka panjang, stunting berdampak negatif untuk kecerdasan anak dan juga meningkatkan risiko anak untuk terkena penyakit tidak menular.

Nilai Gizi dan Nutrisi Jagung, Bermanfaat Untuk Orang Bertubuh Kurus yang Ingin Lebih Berisi

Pemerintah Kota Tangerang Terapkan SiKumbang Gemez Untuk Cegah Gizi Buruk Anak

Sepanjang 2019, 80 Balita di Depok Alami Gizi Buruk karena Kondisi Ekonomi Orang Tua

Ketua Umum PB IDI Dr Daeng M Faqih mengatakan, stunting masih menjadi persoalan serius bagi masyarakat Indonesia.

"Prevalensi stunting di Indonesia selama 10 tahun terakhir masih tinggi. Angkanya mencapai 36,4 persen. Padahal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan di bawah 20 persen, " kata Daeng dalam acara puncak HBDI ke-111 dan HUT ke-69 IDI di area Parkir Selatan pintu 5, GBK Senayan, Jakarta, Minggu (24/11/2019).

Menurut Daeng, WHO menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga dengan angka prevalensi stunting tertinggi di Asia pada tahun 2017 (36,4 persen).

Jika tidak diatasi maka 1/3 anak-anak Indonesia akan menjadi beban bagi bangsa di masa yang akan datang.

"Untuk menurunkan angka stunting sesuai dengan tuntutan WHO, perlu usaha maksimal; tidak bisa hanya pemerintah, dokter atau IDI sendiri," tuturnya.

"Kita harus mengajak seluruh masyarakat untuk mencegah stunting karena ini menyangkut kualitas sumber daya manusia dan daya saing bangsa di masa depan, " papar Daeng.

Stunting, lanjutnya, disebabkan oleh masalah asupan gizi, pola asuh dan penyakit infeksi saat kehamilan dan masa anak-anak.

"Tiga faktor ini harus diedukasikan kepada masyarakat agar bisa mencegah stunting, "imbuhnya.

Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Dr Daeng M Faqih (tengah), berfoto bersama panitia perayaan Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI) ke–111 dan HUT ke-69 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di area Parkir Selatan pintu 5, GBK Senayan, Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia Dr Daeng M Faqih (tengah), berfoto bersama panitia perayaan Hari Bakti Dokter Indonesia (HBDI) ke–111 dan HUT ke-69 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di area Parkir Selatan pintu 5, GBK Senayan, Jakarta, Minggu (24/11/2019). (Istimewa)

Periode emas

Dr Reisa Broto Asmoro, dokter, ibu, dan selebritis, menambahkan, untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia, masyarakat harus memperhatikan tumbuh kembang anak selama 1.000 hari pertama kehidupan mulai dari konsepsi, kehamilan, kelahiran hingga usia 2 tahun.

"Masa 1.000 hari pertama kehidupan merupakan periode emas dimana tumbuh kembang anak harus dioptimalkan, mulai dari asupan gizi, pola asuh hingga masalah kebersihan yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit infeksi, " jelas Reisa.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved