Mahfud MD Bilang Jokowi Pernah Minta KPK Ungkap Kasus Besar tapi Tak Kunjung Dilaksanakan
Mahfud MD mengungkapkan Presiden Jokowi pernah meminta KPK memprioritaskan penyelesaian penanganan kasus-kasus besar yang menyita perhatian publik.
MENKO Polhukam Mahfud MD mengungkapkan Presiden Joko Widodo pernah meminta KPK memprioritaskan penyelesaian penanganan kasus-kasus besar yang menyita perhatian publik.
Hal itu diungkap Mahfud MD ketika bertemu sejumlah pegiat anti-korupsi di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2019).
Mahfud MD pun mengisahkan cerita yang didengarkannya langsung dari Jokowi dalam sebuah pertemuan itu, berujung tak sesuai harapan.
• Sukmawati: Di Mana Bendera Hitam Bertuliskan Arab Saat Bangsa Indonesia Melawan Penjajah?
Karena, KPK tak kunjung mengungkap kasus yang diminta Jokowi untuk diprioritaskan.
“Saya diberi tugas salah satunya dalam hal penguatan pemberantasan korupsi, menurut Presiden yaitu dengan jalan penuntasan kasus-kasus besar."
"Tapi laporan ke KPK tidak juga diungkap,” cerita Mahfud MD.
• Partai NasDem Targetkan Jadi Jawara Pemilu 2024, Pengurusnya Bakal Sampai Desa dan Kelurahan
Sebagai jalan menuju itu, Mahfud MD mengatakan Presiden Jokowi meminta kejaksaan dan kepolisian diperkuat pada tataran teknis.
Lebih lanjut, Mahfud MD mengatakan belum maunya Jokowi menerbitkan Perppu KPK, bukan menjadi indikator pemberantasan korupsi diperlemah.
Mahfud MD menegaskan, Jokowi masih menghormati proses uji materi yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
• Patrice Rio Capella Komentari Partai Nasdem, Anak Buah Surya Paloh Berniat Laporkan ke Polisi
“Beliau mengatakan belum mau menerbitkan Perppu karena masih ada proses di MK, bukannya tidak mau."
"Beliau menambahkan siapa tahu keputusan di MK bagus, nanti akan kita analisis dan akan diperbaiki,” jelasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kunjung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski banyak ditentang masyarakat.
• Prabowo Baru Tahu Indonesia Sudah Bisa Buat Bahan Pendorong Roket
Jokowi melihat saat ini ada pihak yang melakukan proses uji materi UU KPK hasil revisi ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan langkah tersebut harus dihargai oleh semua pihak, termasuk pemerintah.
"Jangan ada, orang yang masih proses uji materi, kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain (terbitkan Perppu)," papar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/10/2019).
• Jokowi Mulai Pilih Anggota Dewan Pengawas KPK Tanpa Panitia Seleksi, Dilantik Bareng Firli Bahuri CS
Menurutnya, dalam bernegara maupun bermasyarakat, harus saling menghargai satu dengan lainnya, dalam hal ini perlu menunggu hasil putusan dari Mahkamah Konstitusi.
"Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertata negara," ujarnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya hanya bisa pasrah kepada Presiden Jokowi.
• Didanai Credit Saison, KoinWorks Makin Berkomitmen Dukung Penguatan Ekonomi Digital Indonesia
Ia menilai Perppu merupakan hak prerogatif Presiden.
"Jadi, terserah pada Presiden apakah akan memilih misalnya menyelamatkan KPK dan pemberantasan korupsi dengan menerbitkan Perppu atau tidak."
"Itu menjadi domain dari Presiden," kata Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (1/11/2019).
• Pemerintah Masih Subsidi Iuran BPJS Kesehatan Meski Sudah Dinaikkan, Kelas 3 Harusnya Rp 131.195
Febri Diansyah menyebut hingga saat ini KPK tengah fokus meminimalisir efek kerusakan UU KPK yang baru.
Ia menilai hasil dari UU yang dikebut oleh DPR itu justru akan melemahkan KPK.
"Saat ini fokus KPK adalah meminimalisir efek kerusakan atau pelemahan yang terjadi di revisi undang-undang itu, yang kami kerjakan setiap hari melalui tim transisi," ungkap Febri Diansyah.
• Gerindra Bilang Prabowo Bakal Salurkan Gaji Menteri Pertahanan ke Yayasan Sosial dan Lembaga Zakat
Sementara, hakim MK telah menggelar sidang pengujian undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Agenda sidang perbaikan permohonan perkara diregistrasi dengan Nomor 57/PUU-XVII/2019.
Para pemohon berjumlah 190 orang, mayoritas dari mereka masih berstatus mahasiswa.
• Sekjen MUI: Kalau Melarang Cadar, Apakah yang Pakai Rok Mini dan Tak Bertutup Kepala Juga Dilarang?
Dikutip dari laman MK pada Selasa (22/10/2019), para pemohon memperbaiki alasan mengajukan permohonan terkait eksistensi dewan pengawas KPK.
Mereka menyampaikan sejumlah perbaikan permohonan sesuai nasihat hakim di sidang pendahuluan.
Para pemohon menjelaskan dewan pengawas KPK merupakan suatu paradoks yang justru melemahkan pemberantasan korupsi.
• Jokowi Usul Istilah Radikalisme Diganti dengan Manipulator Agama, Setuju?
Menurut pemohon, pembentukan dewan pengawas dalam struktur KPK dilakukan pembentuk undang-undang sebagai upaya pengawasan KPK, sehingga lembaga itu tak memiliki kewenangan absolut.
Keberadaan dewan pengawas yang diatur UU KPK justru melemahkan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Kewenangan pengawas KPK telah melampaui batas pengawasan, karena dewan pengawas memiliki kewenangan izin terhadap penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
• Apa Hal Sangat Signifikan yang Ditemukan Tim Teknis Polri dalam Kasus Novel Baswedan?
Sehingga, hal ini di luar batas sistemik pengawasan, karena dewan pengawas bukan aparatur penegak hukum.
Selain itu, para pemohon mempertegas permohonan Pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dan, UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap UUD 1945.
• Menteri Agama Minta Imam Masjid Berdoa Pakai Bahasa Indonesia, Begini Respons Muhammadiyah
Kemudian, terkait kerugian konstitusional, para pemohon memasukkan uraian mengenai kerugian konstitusional antar-generasi, dan kerugian secara kolektif serta kerugian konstitusional individual.
Selain itu, para pemohon juga mengubah petitum permohonan.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku sedang melakukan proses pemilihan anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
• Novel Baswedan Pesimistis Kasusnya Terungkap, Berkaca dari Penghentian Perkara Buku Merah
Menurutnya, dalam memilih anggota Dewan Pengawas KPK yang berisi lima orang, ia turut mendengarkan aspirasi dari berbagai kalangan.
"Untuk pelantikan Dewan Pengawas KPK, nanti bersamaan dengan pengambilan sumpah pimpinan komisioner KPK yang baru."
• Pemerintah Masih Subsidi Iuran BPJS Kesehatan Meski Sudah Dinaikkan, Kelas 3 Harusnya Rp 131.195
"Yaitu di Bulan Desember 2019," tutur Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
Ada pun proses pemilihannya, kata Jokowi, untuk saat ini dilakukan penunjukan secara langsung olehnya, tanpa membentuk Panitia Seleksi (Pansel) seperti saat memilih Komisioner KPK.
"Untuk pertama kalinya tidak lewat Pansel, tapi percayalah yang terpilih nanti adalah beliau-beliau yang memiliki kredibilitas yang baik," paparnya.
• Gerindra Bilang Prabowo Bakal Salurkan Gaji Menteri Pertahanan ke Yayasan Sosial dan Lembaga Zakat
Dewan Pengawas KPK merupakan amanat dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Ketentuan tentang anggota dewan pengawas, terkait tugas, siapa yang bisa menjabat, hingga tata cara pemilihan, tertuang dalam Pasal 37A sampai 37G.
Dewan pengawas ini juga menggantikan keberadaan penasihat KPK.
• Sekjen MUI: Kalau Melarang Cadar, Apakah yang Pakai Rok Mini dan Tak Bertutup Kepala Juga Dilarang?
Salah satu tugas dewan pengawas yang mendapat sorotan adalah soal pemberian izin melakukan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan, yang tertuang di Pasal 37 B ayat (1) huruf b. (Rizal Bomantama)