Punguti Sampah Sambil Belajar Sejarah di Ciliwung, Bangun Kepedulian Anak Muda Pada Lingkungan
Karena sifatnya yang teramat penting untuk membangun kesadaran sejarah serta kecintaan kepada Ciliwung, ini memang perlu perhatian.
Penulis: Vini Rizki Amelia | Editor: Dedy
Sejarawan JJ Rizal mengungapkan keperihartinannya terhadap Sungai Ciliwung yang tidak terawat dan kotor.
Menurut Rizal, Sungai Ciliwung merupakan situs sejarah besar yang menghubungkan Indonesia dengan negara lain.
“Ciliwung seharusnya adalah situs sejarah besar, tetapi tidak terawat, kotor penuh sampah. Ciliwung jadi tong sampah, dijadikan tempat pembuangan akhir,” ujar JJ Rizal saat kegiatan napak tilas Ciliwung sambil memungut sampah di Jembatan Panus, Pancoran Mas, Depok, Minggu (29/9/2019).
Rizal berharap, masyarakat Kota Depok bisa menjadikan dan menghargai Ciliwung sebagai ruang sejarah.
Sebab di sungai ini tersimpan sejarah dengan local wisdom atau nilai-nilai kebijaksanaannya untuk kita belajar tentang asal usul Kota Depok dan keberagaman manusia Depok dengan alam lingkungannya.
“Jadi, marilah kita rawat Ciliwung sebagai museum hidup kita,” tutur Rizal.
Rizal memaparkan, sejarah mencatat hubungan pertama Depok dengan dunia internasional yang membuat Depok memiliki komunitas masyarakat yang beragam terjadi akibat adanya Ciliwung.
Hubungan pertama ini dimulai dengan orang-orang Tionghoa.
“Buktinya adalah situs sejarah Pondok Cina dari abad ke-17 yang terletak tak jauh dari Ciliwung,” papar Rizal.
Kemudian disusul hubungan dengan Eropa yang dimulai dengan Belanda, ini meninggalkan banyak situs sejarah, salah satunya adalah Jembatan Panus yang membentang di atas Ciliwung dekat pemukiman kaum Belanda Depok.
Situs yang berumur satu abad pada tahun 2017 lalu ini menjadi gerbang keterbukaan tambahan yang menghubungan Depok dengan daerah sekitar, terutama Jakarta dan Bogor.
“Situs sejarah jembatan Panus inilah yang menjadi tempat kegiatan kami, nelusurin sejarah, mungutin sampah,” kata Rizal.