Cerita dari Kampung Kebon Melati yang Terhimpit Gedung Pencakar Langit di Thamrin
Kampung Kebon Melati terkurung di balik tembok-tembok pembatas yang didirikan pengelola gedung di kawasan Thamrin.
4. Warga yang tersisa ingin pindah
Warga yang tersisa di Kampung Kebon Melati kebanyakan ingin pindah dari daerah itu.
Mereka berharap ada orang atau perusahaan yang mau membeli tanah mereka.
Suhartati mengatakan, alasan warga ingin menjual tanah adalah kurangnya aktivitas sosial di kampung tersebut.
"Di sini sudah sepi, malam apalagi, lebih sepi lagi. Nggak banyak kegiatan," katanya.
Rumah-rumah yang hanya bisa buat rumah tinggal, tidak bisa sebagai tempat usaha.
Hanya ada dua jalan ke Kampung itu, yaitu dari sebuah tembok pembatas yang dijebol di Thamrin Residence dan sebuah jalan dari arah Jalan KH Mas Mansyur.
Akses jalan itu juga tidak begitu besar, hanya bisa dilalui sepeda motor atau mobil berukuran kecil jika dipaksakan.
"Malah orang banyak yang enggak tahu kalau masih ada kampung di sini," kata Suhartati.
Karminah (65) warga lain yang tinggal di lokasi tersebut menjelaskan, setelah gedung-gedung tinggi di kawasan Thamrin berdiri, tidak ada lagi orang yang menawar tanah yang tersisa di Kebon Melati.
"Sekarang sudah enggak ada ditawar lagi, dari tahun 1990 sampai sekarang tidak ada yang tawar lagi," kata dia.
Ukuran tanah yang tidak terlalu besar, serta harga tanah yang sangat tinggi menjadi alasan tidak ada lagi perusahaan atau perorangan yang ingin membeli tanah di sana.
Warga menyebutkan, harga tanah di sana mencapai Rp 20-25 juta per meter persegi.
Warga pun menyewakan rumah mereka.
Tarifnya cukup bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah per bulan.
"Kalau kontrakan biasanya di atas Rp 1 juta sebulan, kalau yang kos-kosan kayak di belakang itu ada yang Rp 800.000, Rp 900.000-an," katanya.