Sisi Lain Jakarta

Melihat Kondisi Kampung Nelayan di Cilincing, Ini Cerita Pepang dan Sukardi Selama Jadi Nelayan

Melihat Kondisi Kampung Nelayan di Cilincing, Ini Cerita Pepang dan Sukardi Selama Jadi Nelayan.

Kontan.co.id/Elisabeth Adventa Previtapuri
Kampung nelayan Cilincing, Jakarta Utara. 

Sering kali terjadi ada kapal nelayan yang tidak kebagian sandar.

"Ini terjadi sekitar jam dua dini hari sampai subuh. Kalau siang sampai sore justru sepi," kata Pepeng.

Biasanya para nelayan di kampung tersebut pergi melaut selepas magrib.

Ada juga yang pergi lebih dini yakni sekitar pukul 17.00 WIB.

Adapun lama waktu melaut, tergantung dari jarak tempuh kapal dan hasil tangkapan.

Bila para nelayan merasa hasil tangkapan sudah memadai, biasanya langsung pulang dan rata-rata sekitar semalam saja.

Lain cerita jika hasil tangkapan masih kurang, waktu berlayar bisa lebih panjang, bisa dua malam bahkan sampai satu minggu.

"Itu kalau hasil tangkapan seret," kata Pepeng yang menyebut hari libur melaut adalah setiap Jumat.

Sukardi yang sampai saat ini masih aktif melaut mengatakan, berapa lama melaut ditentukan pula oleh jumlah hasil tangkapan dan jarak melaut.

Saat cuaca buruk hasil tangkapan nelayan biasanya jeblok.

Cuaca buruk mengakibatkan para nelayan tidak dapat melaut karena terlalu berisiko.

Dan kondisi tersebut bisa berlangsung lebih dari seminggu.

Untuk menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, para nelayan terpaksa berutang atau bahkan menggadaikan barang berharga miliknya.

"Di periode tersebut, kami biasa menyebutnya dengan musim angin barat. Kalau sudah begitu, biasanya kasbon (utang) sama si bos (pemilik kapal) buat makan sehari-hari. Keluarga di kampung sudah tidak memikirkan," kata pria asal Cirebon ini.

PT PLN Menawarkan Kepemilikan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum

Musim paceklik

Sumber: Kontan
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved