Kesehatan

Alasan Denyut Jantung yang Berdebar Tidak Beraturan Jangan Dianggap Remeh dan Jangan Diabaikan

Pasalnya, jantung yang berdebar tidak beraturan merupakan pertanda Fiblirasi Atrium (FA).

Penulis: |
WebMD
Ilustrasi. Waspada jika jantung berdebar kencang tidak beraturan. 

Dalam puisi-puisi tentang cinta, jantung berdebar-debar sering digambarkan dengan jatuh cinta.

Saat bertemu dengan pujaan hati, jantung terasa berdebar-debar kencang.

Terlebih, masa remaja.

Namun, bila sudah tidak remaja lagi dan juga tidak sedang jatuh cinta, jantung kerap berdebar kencang dan tidak beraturan perlu diwaspadai.

Pasalnya, jantung yang berdebar tidak beraturan merupakan pertanda Fiblirasi Atrium (FA).

Ketidakteraturan denyut jantung atau FA akan membuat kemudahan untuk terbentuk gumpalan darah di serambi jantung.

Bila gumpalan darah tersebut lepas, umumnya akan tersangkut di pembuluh otak sehingga menimbulkan sumbatan dan menyebabkan stroke iskemik.

Sementara di pembuluh jantung akan menyebabkan gagal jantung.

Penderita FA memiliki risiko 5 kali lebih tinggi untuk mengalami stroke dibandingkan tanpa FA.

Kelumpuhan merupakan bentuk kecacatan yang sering dijumpai pada kasus stroke dengan FA.

Di Indonesia, banyak insiden kelumpuhan akibat FA terjadi pada usia produktif.

Kelumpuhan yang diderita pasien FA memiliki ciri khusus seperti memiliki tingkat keparahan yang tinggi, bersifat lama dan sering berulang.

Rata-rata, sekitar 50 persen pasien yang terkena stroke akan mengalami stroke kembali dalam jangka waktu 1 tahun.

Faktor risiko terjadinya FA selain bertambahnya usia, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung koroner dan faktor genetik.

Mengenai faktor genetik ini perlu menjadi perhatian.

Bila ada orangtua, saudara baik dekat atau jauh yang mengalami kematian mendadak.

Artinya, kita pun akan punya risiko yang sama.

“Kebanyakan bila kematian akibat jantung diusia dibawah 35, karena FA,” kata Dokter Reynold Agustinus SpJP, saat konferensi pers Kampanye Fiblirasi Atrium 2019 di RS Harapan Kita belum lama ini.

kematian mendadak ini bisa terjadi ketika tidur, atau saat beraktivitas contohnya lari.

Bila sudah ada riwayat keluarga, tidak harus menunggu ada gejala dulu, segera lakukan pemeriksaan.

Terutama, saat usia 35 tahun ke atas, harus lakukan medical check up secara rutin, melaukan EKG atau Elektrokardiogram.

Bila hasil EKG masih ragu sementara ada riwayat keluarga, lakukan uji echocardiogram, yaitu pemeriksaan noninvasif dengan gelombang suara untuk merekam gambaran jantung.

“Mau lomba lari tapi punya riwayat keluarga dengan kematian mendadak diusia muda walaupun merasa sehat, perlu awareness."

"Mulai dengan melakukan pengukuran tensi, denyut nadi dulu,” ujar dokter dari RS Harapan Kita ini.

Menari

Upaya deteksi FA perlu dilakukan setiap saat dan sedini mungkin.

Pada kampanye FA tahun 2019 ini mengambil tema Waspada Bahaya FA, Stroke, dan Sudden Death, yang dilakukan Indonesia Heart Rhythm Society (InaHRS).

Dalam kampanye tersebut, ditekankan MeNaRI (Meraba Nadi Sendiri). Prof Dr dr Yoga Yuniadi mengatakan, menari merupakan salah satu cara mudah untuk mengenali FA serta gangguan irama lainnya.

Masyarakat perlu mewaspadai ketika denyut jantung menjadi lebih cepat dari normal (60-100 denyut per menit) menjadi sekitar 100-175 denyut per menit.

Deteksi dini penting untuk menghindari kematian mendadak serta komplikasi yang fatal serta memerlukan biaya pelayanan kesehatan yang cukup tinggi.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Setidaknya 15 dari 1.000 orang atau sekitar 2.784.064 orang di Indonesia menderita penyakit jantung.

Penyakit jantung juga menyedot biaya pelayanan kesehatan yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional, yakni 50,7 persen dari total biaya, atau setara dengan Rp 7,4 triliun.

Pengobatan

Prof Yoga mengatakan, sejauh ini deteksi FA, 90 persen akurat.

Pada pasien ketika saat deteksi dini dengan MeNaRi ternyata FA, bisa mendatangi rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan EKG. Dokter akan menghitung skor untuk menilai apakah penderita FA berisiko stroke atau tidak.

Tujuan pengobatan untuk mengembalikan atau mempertahankan irama jantung serta mencegah terjadinya penyumbatan darah.

Hasil Berbeda Dua Tim Merah di Kandang Saat Setan Merah Tumbang Sementara Si Merah Tak Terkalahkan

Delegasi DPR RI Menolak Terbentuknya Komisi Politik AIPA ke 40 karena Tidak Membahas Krisis Rohingya

Obat-obatan yang biasanya diberikan dokter adalah obat antikoagulan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah dan mengatasi penyumbatan darah yang sudah terjadi.

Contoh obatnya adalah warfarin.

Obat generasi pertama ini ditanggung BPJS. Obat ini perlu dikontrol ketat supaya tidak terjadi perdarahan.

Selain generasi pertama, ada Obat Antikoagulan Oral Baru (OKB), obat antikoagulan ini belum ditanggung BPJS tapi mampu menekan risiko perdarahan.

Ada juga obat pengendali denyut jantung, antiaritmia untuk mencegah terjadinya FA di masa datang.

Aksi Kawanan Bandit Pembobol Ruko yang Menggasak Uang Puluhan Juta dan Ponsel Terekam Kamera CCTV

Di samping itu juga ada beberapa pilihan tindakan yakni teknik Ablasi Kateter, melakukan pemasangan alat LAA Closure.

Identifikasi dan Klasifikasi Faktor Risiko Kematian Mendadak Akibat Jantung

1. Ada riwayat keluarga meninggal dunia muda (dibawah 40 tahun)

2. Meninggal saat tidur.

3. Sesak nafas saat aktivitas

4. Pingsan

5. Dada berdebar-debar.

Penipu yang Mencatut Wartawan TM yang Menggasak Harta Korban Tertangkap Ternyata Sopir Taksi Online

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved