Kasus Korupsi

KPK Tetapkan Seorang Purnawirawan TNI Tersangka Kasus Korupsi, Ini Jabatannya di Bakamla RI

Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapkan seorang purnawirawan TNI tersangka kasus korupsi, bernama Laksma (Purn) TNI Bambang Udoy.

Editor: PanjiBaskhara
Kompas.com
Ilustrasi penjara. 

Terkait dengan penyidikan perkara, Totok menjelaskan jika surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap perkara tersebut sudah dikeluarkan sejak 14 Mei 2019.

"Surat perintah penyidikan yang dibuat oleh Polisi Militer itu tanggalnya dibuat sama dengan KPK. Jadi kalau KPK hari ini ya kita juga hari ini. Kalau dari kami Surat Perintah Penyidikan Komandan Puspom AL nomor Sprin 223/V/2019 tanggal 14 Mei 2019 tentang perkara dugaan tindak pidana korupsi," kata Totok.

Ia menegaskan, terkait penanganan perkara tersebut pihaknya selalu bersama-sama dengan penyidik KPK agar pemeriksaan dapat berjalan dengan cepat.

"Penyidik kami selalu bersama-sama antara penyidik KPK dan penyidik kami, sehingga pemeriksaan itu berjalan dengan cepat. Kami juga tidak boleh berlama-lama menyelesaikan persoalan ini," kata Totok.

Perjalanan kasus

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjabarkan kasus ini merupakan pengembangan perkara kasus Suap Pengadaan Satelit Monitoring di Bakamla Tahun Anggaran 2016. Pengembangan ini juga sebelumnya membawa PT Merial Esa sebagai tersangka korporasi.

Alex mengatakan, kasus korupsi pengadaan BCSS bermula Pada tanggal 15 April 2016, Bambang Udoyo selaku Direktur Data Informasi diangkat menjadi PPK Kegiatan Peningkatan Pengelolaan Informasi, Hukum, dan Kerjasama Keamanan dan Keselamatan Laut.

Selang beberapa bulan kemudian pada 16 Juni 2016 Leni dan Jamal diangkat sebagai Ketua dan Anggota Unit Layanan Pengadaan di Lingkungan Bakamla Tahun Anggaran 2016.

"Pada Tahun Anggaran 2016 terdapat usulan anggaran untuk pengadaan Backbone Coastal Surveillance System (BESS) yang terintegrasi dengan Bakamla Integrated Information System (BIIS) sebesar Rp 400 miliar yang bersumber pada APBN-P 2016 di Bakamla RI," ujar Alex saat konferensi pers penetapan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Pada awalnya, kata Alex, anggaran untuk pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS belum dapat digunakan.

Kendati demikian ULP Bakamla RI tetap memulai proses lelang tanpa menunggu persetujuan anggaran dari Kementerian Keuangan.

Alex melanjutkan, pada 16 Agustus 2016, ULP Bakamla mengumumkan Lelang Pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS dengan pagu anggaran sebesar Rp 400 miliar dan nilai total Harga Perkiraan Sendiri (HPS) sebesar Rp 399,8 miliar.

Persis sebulan kemudian, PT CMIT ditetapkan selaku pemenang dalam pengadaan BCSS yang terintegrasi dengan BIIS.

Pada Oktober 2016 terjadi pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan.

Meskipun anggaran yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan untuk pengadaan ini kurang dari nilai HPS pengadaan, ULP Bakamla tidak melakukan lelang ulang.

Sumber: Tribunnews
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved