Aturan BPJS Kesehatan Dinilai Aneh, Dokter: Kanker di Kiri Dibayari tapi Kanan Bayar Sendiri
Mengenai pengobatan kanker dengan BPJS Kesehatan ada aturan yang dinilai lucu, irasional, dan menghambat pengobatan.
Karena perbedaan secara molekuler dan struktur, kanker kolon pada kanan hanya merespon pengobatan dengan bevacizumab.
Masalah muncul karena BPJS Kesehatan hanya menanggung cetuximab saja.
Dengan demikian, orang yang menderita kanker kolon di sisi kanan tidak bisa mendapatkan pengobatan.
WARTA KOTA, PALMERAH--- Mengenai pengobatan kanker dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ada aturan yang dinilai lucu, irasional, dan menghambat pengobatan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia (IKABDI), Dr A Hamid Rochanan SpB-KBD Mkes, mengatakan, kelucuan aturan BPJS Kesehatan dapat terlihat pada kebijakan pengobatan kanker kolorektal.
Hamid mengatakan, Indonesia sebenarnya sudah bisa menangani kanker kolorektal dengan terapi target, tapi terhalang aturan.
• Harga MacBook Air Turun, Tapi Pengguna Jangan Kaget soal Performanya
Terapi target kanker kolorektal ditangani dengan dua obat, bevacizumab dan cetuximab.
Karena perbedaan secara molekuler dan struktur, kanker kolon pada kanan hanya merespon pengobatan dengan bevacizumab.
Masalah muncul karena BPJS Kesehatan hanya menanggung cetuximab saja.
• DKI Jakarta Perlu Mengoptimalkan Sektor Pariwisata
Dengan demikian, orang yang menderita kanker kolon di sisi kanan tidak bisa mendapatkan pengobatan.
"Biang keladi dari semua ini adalah studi HTA (Health Technology Assesment). Kami sudah kritik ini karena juga tidak melibatkan dokter bedah digestif," kata Hamid baru-baru ini.
Hasil studi tersebut menyebutkan bahwa terapi dengan bevacizumab tidak memberikan benefit dan harga yang harus ditebus oleh BPJS terlalu tinggi.
• Tanggapan OJK Mengenai Fenomena Banyak Bank Menutup Kantor Cabang
Hasil studi itu mendasari terbitnya Kepkemkes Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 yang berisi pencabutan obat bevacizumab dari Formularoium Nasional, daftar obat yang bisa ditebus dengan BPJS Kesehatan.
Hamid menuturkan, studi tersebut keliru.
Sebabnya, sampel studi adalah orang-orang yang tidak membutuhkan terapi target.
• Indikasi Praktik Bisnis Tidak Sehat, OVO Dapat Sorotan dari KPPU
"Kenyataannya bevacizumab bisa memberikan benefit, bisa memperpanjang usia pasien lebih dari 8 bulan," kata Hamid.
Dr Ronald A Hukom SpPD KHOM mengatakan, alasan penghapusan bevacizumab karena biaya mahal sebenarnya tidak masuk akal.
"Jumlah pasien kanker kolorektal yang membutuhkan terapi target itu hanya 0,95 persen dari seluruh pasien kanker. dana yang dihabiskan paling hanya 10 miliar. Anggaran BPJS Kesehatan triliunan," katanya.
• Nilai Tukar Rupiah Menguat Terhadap Dollar AS, Transaksi Valas Bank Meningkat
Ia menuturkan, pihaknya telah menggelar audiensi ke DPR pada Maret 2019 agar Kepkemkes tersebut dibatalkan.
Hasilnya bukan dibatalkan tetapi ditunda.
Dengan keputusan itu pun, hingga kini belum ada surat edaran penundaan Kepkemkes itu ke seluruh rumah sakit di Indonesia.
• Jakarta Bisa Meniru DI Yogyakara soal Pariwisata
"Akibatnya banyak rumah sakit tidak berani memberikan bevaciozumab kepada pasien. Takut nanti tidak ditebus oleh BPJS," katanya.
Ronald pemerintah harus mengambil sikap.
Menurutnya, pemerintah harus mencari solusi pendanaan untuk obat pada pasien yang membutuhkan.
"Dalam satu tahun, dana dari masyarakat mampu bisa ke luar negeri untuk kesehatan mencapai Rp 155 triliun. Nah sekarang bagimana caranya menahan itu sehingga bisa dimanfaatkan untuk yang membutuhkan,” katanya.
• Penjelasan Para Bankir soal Bisnis KPR Bank Swasta Bakal Meningkat
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Dokter Beberkan Lucunya Aturan BPJS, Kanker di Kiri Dibayari tapi Kanan Bayar Sendiri