Pendidikan

KPAI: Materi dan Metode Pembelajaran Agama Perlu Dikritisi, Bukan Dihilangkan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia menilai polemik tersebut muncul hanya dari usulan seseorang bernama Darmono, dan usulan diabaikan pemerintah.

Penulis: Budi Sam Law Malau |
Wartakotalive.com/Budi Sam Law Malau
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti. 

Ketika budaya literasi terjadi di sekolah, kata Retno, maka ruang dialog dan kemampuan berpikir kritis akan terbangun dengan sendirinya.

 Kasus Suami Jajakan Istri untuk Layanan Threesome Kembali Terungkap, Sehatkan Perilaku Seperti itu?

 Tak Tahan Lihat Ibu Muda Berdaster Saat Beri Makan Ternak Babi, Pria Ini Tetap Gagal Merudapaksanya

"Sehingga sekolah dapat dengan mudah menangkal paham radikal dan fanatisme sempit lainnya," kata dia.

Menyoroti kegiatan pendidikan agama yang selama ini berlangsung di sekolah, kata Retno, memang lebih terkonsentrasi pada persoalan-persoalan teoritis.

Menurut Retno, kurang memperhatikan persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi suatu makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik.

"Sehingga untuk selanjutnya menjadi sumber anak didik untuk bersikap dan berperilaku secara konkret agamis dalam kehidupan praksis sehari-hari," kata dia.

Meski dalam Kurikulum 2013 guru dituntut melakukan proses pembelajaran dengan prinsip 5M yakni mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis dan mencipta, tambah Retno, namun pada implementasinya mayoritas guru dari berbagai mata pelajaran, termasuk guru agama lebih mengedepankan hal mengingat.

"Dalam proses pembelajaran, peserta didik kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas lebih diarahkan kepada menghafal informasi. Padahal UU No. 30 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah memiliki paradigma baru.

"Dimana istilah proses belajar-mengajar atau guru mengajar, murid belajar, di ubah menjadi proses pembelajaran yakni murid dan guru sama-sama belajar dan ada relasi yang seimbang," kata Retno.

Dalam kurikulum 2013, kata dia, Pendidikan Agama di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah digabung dengan pendidikan budi pekerti yang diajarkan selama 4 jam tatap muka untuk jenjang SD dan 3 jam untuk SMP dan SMA/SMK.

"Pengabungan inilah yang dulu banyak dikritik beberapa pihak, karena Pendidikan Agama berlandaskan kitab suci masing-masing agama, sedangkan budi pekerti berlandaskan norma-norma dan budaya yang berlaku di suatu tempat," kata dia.

Namun, kedua hal tersebut diajarkan oleh orang yang sama.

Padahal, menurut kitab suci, suatu norma dan budaya terkadang bisa berbeda.

"Penambahan jam pendidikan agama saat itu, dilakukan dengan alasan penambahan Budi Pekerti. Barangkali, hal ini yang justru perlu dikritisi juga secara arif dan bijaksana demi kepentingan terbaik bagi anak didik di seluruh Indonesia," katanya.

Retno mengatakan, pelajaran agama masih diperlukan untuk diberikan di sekolah.

 Kisah Luna Maya Hampir Diusir saat Nonton Konser BTS di Jepang, Ini yang Dilanggar Mantan Reino

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved