Mahfud MD Ungkap Isi Pidato Sutopo Purwo Nugroho Soal Ancamat Maut yang Bikin Terbayang-Bayang
Pakar hukum dan tata negara, Mahfud MD ungkap pidato Sapto Purwo Nugroho, Kepala Pusat Badan Informasi dan Humas BNPB yang kini meninggal dunia.
"Bener mas, saya juga lihat sendiri," ujar Maisin kepada TribunJakarta.com.
Sebelumnya, Sutopo Purwo Nugroho membuka sedikit kemeja batiknya di bagian dada, sambil menunjukkan sebuah plester transparan.
Plester itu berukuran sekira setengah jari telunjuk tangan orang dewasa yang menempel di sana.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana itu mengatakan, plester itu adalah obat penghilang rasa nyeri bernama Duragesic.
Plester kecil itulah yang mendukungnya bekerja setiap hari, semenjak dua dokter mendiagnosanya terkena kanker paru-paru stadium 4B.
"Ini saya tempel sampai dua," kata Sutopo Purwo Nugroho kepada sejumlah wartawan, seusai konferensi pers penanganan gempa dan tsunami Sulawesi Tengah di Graha BNPB, Jakarta Pusat, Selasa (2/10/2018).
"Namanya Duragesic. Kalau enggak, nyeri sekali. Di sini (tunjuk dada kiri) hanya dipegang gini aja, sakit. Karena paru-paru di sini."
"Kemudian sudah menyebar ke bagian sini (menunjuk ke punggung)," jelasnya.
Sambil berdiri, ia menjelaskan penyakit yang sudah menyebar ke bagian punggungnya itu membuat tulang belakangnya miring.
Hal itu memang terlihat sepintas, ketika ia sedang berjalan keluar dari ruang konferensi pers.
Selain itu, pria kelahiran Boyolali 7 Oktober 1969 tersebut juga kerap merasa lumpuh di tangan kirinya.
"Tangan kiri saya itu rasanya kayak udah lumpuh. Karena efek sudah menjalar itu."
"Saya ngetik WhatsApp itu sering typo. Sering salah, saya ketik A keluarnya W, keluar S," ungkap Sutopo Purwo Nugroho.
Tanpa Duragesic seharga Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu per plester yang bisa dipakai selama tiga hari itu, Sutopo Purwo Nugroho juga kerap sulit tidur di malam hari.
Sutopo Purwo Nugroho juga mengaku harus menelan obat mual ketika tetap harus melakukan konferensi pers terkait bencana alam, setelah kemoterapi yang sudah lima kali dijalaninya.