Layanan Umum
BPKN Desak Revisi UU Perlindungan Konsumen Untuk Menjawab Perkembangan Teknologi
Peraturan yang sudah berusia 20 tahun itu tak lagi mampu mengakomodir perkembangan perlindungan konsumen saat ini.
Penulis: Mohamad Yusuf |
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman menilai Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Nasional sudah waktunya direvisi.
Peraturan yang sudah berusia 20 tahun itu tak lagi mampu mengakomodir perkembangan perlindungan konsumen saat ini.
"Berbagai insiden transaksi yang terkait perlindungan hak konsumen di tanah air membuktikan adanya disrupsi," ujar Ardiansyah dalam konferensi pers di gedung Kementerian Perdagangan, Jalan Medan Merdeka Timur, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (2/7/2019).
Ardiansyah memberi contoh perlindungan terhadap hak pengguna jasa transportasi berbasis aplikasi online, belum terakomodasi dalam UU No.8/1999 itu.
• Tiket Masuk Jakarta Fair Mahal, Warga dan YLKI Kritik Lemahnya Pengawasan DPRD DKI
• Polisi Akan Periksa Dirut Allianz Terkait Dugaan Pelanggaran Perlindungan Konsumen
Begitu juga dengan perlindungan atas hak konsumen perdagangan barang dan jasa secara online, serta hak konsumen peserta asuransi kesehatan.
"Apabila disrupsi dibiarkan, bukan hanya masyarakat yang dirugikan. Namun juga negara sebagai penerima pajak atas transaksi tersebut," ujar Ardiansyah.
Dia mengungkapkan, salah satu komponen yang harus diatur dalam revisi UU Perlindungan Konsumen nanti adalah mengenai arus data pribadi dalam ekonomi digital.
"Sebab, saat ini potensi kebocoran data pribadi sudah sangat besar dan terjadi. Seperti saya tadi baru saja terima telepon ada yang menawarkan sesuatu, tentu ada data saya yang bocor," katanya.
• 2020, DKI Wajibkan Seluruh Kendaraan Bermotor Jalani Uji Emisi
• Ahok Berpeluang Jadi Kuda Hitam Capres 2024-2029, Ini Syaratnya Menurut Peneliti LSI Denny JA
Anggota Komisioner BPKN bidang Komunikasi dan Edukasi, Edib Muslim, mengatakan pengaturan data pribadi saat ini sangat rawan untuk diperdagangkan dan disalahgunakan.
"Selain revisi UU Perlindungan Konsumen, kami juga mendesak agar UU Perlindungan Data Pribadi di Kementerian Komunikasi dan Informatika pun bisa segera rampung. Karena perkembangan teknologi yang begitu cepat membuat terjadinya kekosongan hukum," katanya.
BPKN juga menganggap pengaturan terintegrasi atas upaya perlindungan konsumen bukan lagi menjadi pilihan.
Hal itu perlu segera memperoleh perhatian di dalam substansi Revisi UU Perlindungan Konsumen.