Mantan Dirut Pertamina Stres Jalani Proses Hukum, Putranya Tak Teruskan Sekolah dan Berhenti Kerja
PROSES hukum terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan, berdampak pada kondisi pribadi dan keluarganya.
Penulis: |
PROSES hukum terhadap mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan, berdampak pada kondisi pribadi dan keluarganya.
Herman Agustiawan, suami Karen Agustiawan, mengungkapkan kondisi istrinya yang sedang tidak sehat.
“Sampai hari ini dia tidak berpuasa karena dilarang. Mungkin dia stres, enggak bisa dibayangkan,” kata Herman, dalam sesi jumpa pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2019) malam.
• Mayoritas Pegawai BUMN dan ASN Pilih 02, Fadli Zon: Kok Jokowi-Maruf Amin Bisa Menang Ya?
Sampai saat ini, Karen Agustiawan sudah sembilan bulan mendekam di tahanan, dengan kondisi yang tidak sehat.
Pihak keluarga sampai meminta tolong untuk dikirimkan ambulans ke rumah tahanan, mengingat kondisi Karen Agustiawan yang sudah lemah.
“90/60 tekanan darahnya. Sampai harus diinfus, setelah diinfus alhamdulillah naik jadi 100/70 tekanan darah," ungkapnya.
• Mulai Besok Ada Diskon 10 Persen Jika Menyeberang dari Merak ke Bakauheni Pada Siang Hari
"Karena memang ada vertigo. Dia kelihatannya sepeti sehat, tetapi kalau sudah gitu menakutkan, bahkan sudah sempat ke RSPAD juga," sambung Herman.
Selain kondisi dari Karen Agustiawan, Herman mengungkapkan pihak keluarga juga terpukul atas proses hukum itu.
Bahkan, putra bungsu dari tiga bersaudara itu sampai memutuskan tidak melanjutkan sekolah untuk mendapat gelar S2 di luar negeri.
• Kubu Jokowi Minta Prabowo Jelaskan Maksud Pergi ke Dubai dan Austria kepada Publik, Perlukah?
"Baru selesai sekolah juga, baru 22 tahun. Tadinya saya dengan istri berencana akan sekolahkan anak-anak sampai S2," beber Herman.
"Tetapi karena melihat begini, anak saya yang paling terakhir memutuskan tidak meneruskan karena dia tidak bisa konsentrasi,” tambahnya.
Bahkan, kata Herman, anak bungusnya itu memutuskan untuk berhenti bekerja dan memilih mendampingi ibunya.
• Sudah Kantongi Identitas tapi Belum Tangkap Dalang Upaya Pembunuhan Pejabat Negara, Ini Kata Polisi
Dia menegaskan, Karen Agustiawan tidak sepeser pun menerima suap atau memperkaya diri sendiri, terkait akuisisi 10% Participating Interest (PI) di Blok BMG dari Roc Oil Company (ROC).
Dia menilai, dakwaan jaksa tidak fair, karena pihak perusahaan migas asal Australia itu tidak pernah diperiksa di tingkat penyidikan, sampai tidak dihadirkan di persidangan.
Dia menambahkan, jika logikanya ada kerugian, maka pihak yang diuntungkan pun harus diperiksa.
• Seruan Para Tokoh Ini Bisa Jadi Petunjuk Polisi Cari Dalang Kerusuhan Aksi 22 Mei
Sehingga, papar Herman, harusnya perkara ini tidak dilimpahkan ke pengadilan, karena belum lengkap. Menurutnya, ada pihak penting yang belum diperiksa.
"Kami sudah meminta sejak penyidikan. Dalam eksepsi kami menyampaikan sebagai salah satu poin keberatan," tuturnya.
"Kejaksaan tidak menghadirkan pihak yang sangat penting untuk diperiksa dan dihadirkan ke persidangan. Nah, seharusnya (dakwaan) tidak bisa diterima oleh pengadilan kalau ada pihak yang tidak lengkap ini," imbuhnya.
• Pengamat Ungkap Alasan Mengapa Aksi 22 Mei Merupakan Upaya Makar yang Gagal
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014 Karen Galaila Agustiawan dituntut 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 284 miliar.
Karen Agustiawan dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam "participating interest" (PI) atas blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan Galaila Agustiawan sebagai tersangka baru.
• Seperti Fadli Zon, Menteri Pertahanan Juga Tak Yakin Empat Pejabat Negara Jadi Target Pembunuhan
Hal ini terkait kasus dugaan korupsi investasi perusahaan di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Kasus itu diduga merugikan negara hingga Rp 568 miliar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Rum menyatakan, penetapan Karen Agustiawan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus tanggal 22 Maret 2018.
• Selain Kasus Dugaan Makar, Kivlan Zen Juga Diperiksa Terkait Kepemilikan Senjata Api Ilegal
Seperti dikutip Antara, Rabu (4/4/2018), Kejaksaan juga menetapkan Chief Legal Councel and Compliance PT Pertamina Genades Panjaitan sebagai tersangka.
Tersangka lainnya adalah mantan Direktur Keuangan PT Pertamina Frederik Siahaan.
Kejaksaan menjerat mereka menggunakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999.
• Tak Yakin Empat Pejabat Nasional Jadi Target Pembunuhan, Fadli Zon: Jangan Mengalihkan Isu!
Sebagaimana, telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Sampai sekarang sudah 67 saksi diperiksa oleh penyidik," kata Rum.
Kejaksaan sebelumnya menetapkan BK, mantan Manager Merger & Acquisition Direktorat Hulu PT Pertamina sebagai tersangka.
• Uang untuk Menteri Agama dan Romahurmuziy Dianggap Bisyaroh, JPU KPK Bilang Itu Ilegal
Kasus itu berawal pada 2009, ketika PT Pertamina (Persero) melakukan akuisisi (Investasi Non-Rutin) berupa pembelian sebagian aset milik ROC Oil Company Ltd.
Aset itu berada di lapangan Basker Manta Gummy (BMG) Australia, berdasarkan Agreement for Sale and Purchase-BMG Project tanggal 27 Mei 2009.
Dalam pelaksanaannya, ada dugaan penyimpangan dalam pengusulan investasi yang tidak sesuai pedoman investasi dalam pengambilan keputusan investasi.
• Menteri Agama Terima Rp 70 Juta dari Kakanwil Kemenag Jatim, Romahurmuziy Dapat Rp 255 Juta
Juga, tanpa adanya studi kelayakan berupa kajian secara lengkap atau Final Due Dilligence, dan tanpa adanya persetujuan dari Dewan Komisaris.
Akibatnya, peruntukkan dan penggunaan dana sejumlah 31.492.851 dolar AS serta biaya-biaya yang timbul lainnya sejumlah 26.808.244 dolar AS, tidak memberikan manfaat ataupun keuntungan kepada PT Pertamina (Persero), dalam rangka penambahan cadangan dan produksi minyak nasional.
Akibatnya, negara cq PT Pertamina (Persero) dirugikan sebesar 31.492.851 dollar AS dan 26.808.244 dolar Australia, atau setara Rp 568.066.000.000 menurut perhitungan akuntan publik. (*)