OTT Imigrasi Mataram
Menkumham Kecewa dengan Kasus OTT Pejabat Imigrasi Mataram, Dukung Pengusutan Hingga Tuntas
Ini sangat mengecewakan, terutama bagi Pak Laoly (Menkumham Yasonna Laoly). Tentu kita hormati proses penegakan hukum.
Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan HAM, Jhoni Ginting menegaskan, pihaknya mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) mengungkap dugaan suap yang melibatkan dua pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Mataram.
Kedua pejabat itu adalah Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Kurniadie dan Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, Yusriansyah Fazrin.
Mereka diduga menerima suap sebesar Rp 1,2 miliar dari Direktur PT Wisata Bahagia sekaligus pengelola Wyndham Sundancer Lombok, Liliana Hidayat.
• KPK Beberkan Kronologi OTT di Imigrasi Mataram: Negosiasi Uang Suap Rp 1,2 Miliar Tanpa Bicara
• OTT di NTB, Delapan Orang Diamankan, Tujuh Diantaranya Langsung Diterbangkan ke Jakarta
• Kepala Imigrasi dan Anak Buahnya Ditangkap KPK Setelah Buka Puasa Bersama, Nilai Suap Rp 1 Miliar?
Oleh karena itu, Jhoni mempersilakan KPK untuk menindak tegas dua pejabat tersebut.
"Ini sangat mengecewakan, terutama bagi Pak Laoly (Menkumham Yasonna Laoly). Tentu kita hormati proses penegakan hukum. Tindakan KPK ini kami hormati," ujar Jhoni di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Menurut Jhoni, pihak Kemenkumham telah mengingatkan seluruh jajarannya untuk menjaga profesionalitas dan integritas.
Khususnya menghindari tindakan yang mengarah pada kejahatan korupsi.
"Beliau (Yasonna Laoly) perintahkan Dirjen Imigrasi untuk penguatan integritas. Dalam berbagai kesempatan pimpinan sampaikan itu. Bukan hanya pelanggaran hukum, pelanggaran disiplin juga kami tegakkan," ujar dia.

Jhoni menyatakan, kasus yang menjerat dua pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Mataram ini juga menjadi bahan introspeksi bagi jajaran kementerian.
"Ini wadah introspeksi ke depan. Kami mau perbaiki pelayanan. Bukan inspektorat enggak jalan, kami mengawal kinerja. Memang kita akui ada oknum-oknum seperti ini dan kami terbuka menerima laporan. Kita enggak ada toleransi ya," ujar dia.
Dalam kasus ini, pemberian suap ke dua pejabat tersebut untuk menghentikan proses hukum terhadap dua Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja di tempat Liliana.
Sebab, saat itu, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK.
• Maia Estianty Ungkap Beda Sikap Irwan Mussry Sebelum dan Sesudah Menikah, Ini Buktinya
Mereka diduga menyalahgunakan izin tinggal. Keduanya diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa.
Akan tetapi, keduanya diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.
Uang Rp 1,2 miliar itu merupakan kesepakatan antara Liliana, Yusriansyah dan Kurniadie terkait urusan tersebut.
Uang Suap di Tong Sampah
Uang suap sebesar Rp 1,2 miliar yang diduga diberikan kepada dua pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Mataram sempat diletakkan di tong sampah dan ember merah.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kedua pejabat Imigrasi Mataram menerima suap dari Direktur PT Wisata Bahagia sekaligus pengelola Wyndham Sundancer Lombok, Liliana Hidayat.
"Metode penyerahan uang yang digunakan tidak biasa, yaitu, LIL (Liliana) memasukan uang sebesar Rp 1,2 miliar ke dalam keresek hitam dan memasukan keresek hitam pada sebuah tas," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Alex menjelaskan, tas berisi uang Rp 1,2 miliar itu diletakkan ke dalam tong sampah di depan ruangan Yusriansyah.
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti terkait OTT Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram saat rilis di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Yuriansyah memerintahkan penyidik pegawai negeri sipil Kantor Imigrasi Mataram, Bagus Wicaksono untuk mengambil uang tersebut. Sekitar Rp 800 juta diberikan ke Kurniadie.
"Penyerahan uang pada KUR adalah dengan cara meletakkan di ember merah. KUR kemudian meminta pihak lain untuk menyetorkan Rp 340 juta ke rekeningnya di sebuah bank," ujar Alex.
• Prabowo ke Dubai untuk Bisnis dan Cek Kesehatan. Dia Kan Mantan Tentara, Disiplin Cek Kesehatan
Sedangkan sisanya sekitar Rp 500 juta, akan diserahkan pada pihak lain. "Teridentifikasi salah satu komunikasi dalam perkara ini, setelah penerimaan uang oleh pejabat Imigrasi terjadi, yaitu 'makasl, buat pulkam' (pulang kampung)," kata Alex.
Uang Rp 1,2 miliar ini diduga merupakan kesepakatan bersama antara Liliana dan dua pejabat Imigrasi tersebut.
Hal itu guna menghentikan proses hukum terhadap dua Warga Negara Asing (WNA) yang bekerja di tempat Liliana.
Sebab saat itu, PPNS mengamankan dua WNA dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahgunakan izin tinggal. Mereka diduga masuk menggunakan visa sebagai turis biasa. Akan tetapi keduanya diduga bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.
"Kantor Imigrasi Kelas I Mataram telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan untuk dua WNA tersebut tanggal 22 Mei 2019. YRI (Yusriansyah) kemudian menghubungi LIL (Liliana) untuk mengambil SPDP tersebut," ujar Alex.
• On-Truck, Aplikasi Bisnis Truk Pengangkut di Indonesia untuk Menjawab Kebutuhan Logistik Pengusaha
Permintaan pengambilan SPDP ini yang diduga sebagai kode patokan harga untuk menghentikan proses hukum terhadap dua WNA tersebut.
Akan tetapi, Yusriansyah menolak karena jumlahnya sedikit. Pada akhirnya Liliana dan Yusriansyah kembali bernegosiasi harga.
"Kemudian YRI melaporkan pada KUR untuk mendapat arahan atau persetujuan. Akhirnya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara 2 WNA tersebut adalah Rp 1,2 miliar," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Suap Rp 1,2 Miliar untuk Pejabat Imigrasi Mataram Diserahkan lewat Tong Sampah",
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kemenkumham Dukung KPK Ungkap Dugaan Suap Pejabat Imigrasi Mataram", dan Suap Rp 1,2 Miliar untuk pejabat imigrasi mataram diserahkan lewat tong sampahPenulis : Dylan Aprialdo Rachman