BREAKING NEWS: Kivlan Zen dan Lieus Sungkharisma Dilaporkan ke Bareskrim, Dituding Makar dan Bohong

Berdasarkan informasi yang dihimpun, keduanya dilaporkan atas tuduhan menyebarkan berita bohong dan makar terhadap pemerintah.

Tribunnews.com
Kivlan Zein 

MANTAN Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen dan aktivis Lieus Sungkharisma, dilaporkan ke Bareskrim Polri, Selasa (7/5/2019).

Keduanya dilaporkan oleh dua orang berbeda.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, keduanya dilaporkan atas tuduhan menyebarkan berita bohong dan makar terhadap pemerintah.

Jokowi Serius Pindahkan Ibu Kota, Fahri Hamzah Usulkan Kepulauan Seribu Sebagai Lokasi Baru

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo membenarkan adanya pelaporan terhadap Kivlan Zen dan Lieus Sungkharisma.

"Ya, laporan sudah diterima Bareskrim," ujar Dedi Prasetyo ketika dikonfirmasi, Rabu (8/5/2019).

Kedua pelapor memberikan bukti berupa rekaman video Kivlan Zen dan Lieus  Sungkharisma, atas kejadian yang disebut terjadi pada tanggal 26 April 2019 tersebut.

Hari Ini Jokowi Tinjau Dua Lokasi Calon Ibu Kota Baru, Salah Satunya Pakai Nama Soeharto

Namun demikian, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menyebut pihaknya akan memeriksa keaslian video tersebut.

"Flashdisk berisi ceramah itu masih dianalisa dulu oleh analis bareskrim," jelasnya.

Ada pun laporan terhadap Kivlan Zein teresgiter dengan nomor laporan LP/B/0442/V/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019. Pelapor adalah pria bernama Jalaludin asal Serang, Banten.

Wiranto Bakal Bentuk Tim Kajian Ucapan Para Tokoh, Sandiaga Uno: Cara Usang Zaman Old

Sedangkan Lieus Sungkharisma dilaporkan oleh Eman Soleman asal Kuningan, Jawa Barat, dan teregister dengan nomor laporan LP/B/0441/B/2019/Bareskrim tertanggal 7 Mei 2019.

Keduanya dilaporkan atas Tindak Pidana Penyebaran Berita Bohong atau hoax dengan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 14 dan atau pasal 15, serta terhadap Keamanan Negara atau Makar UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP pasal 107 jo asal 110 jo pasal 87 dan atau pasal 163 bis jo pasal 107.

Sebelumnya, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen, berniat menggelar unjuk rasa di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bwaslu) dan KPU pada 9 Mei mendatang.

BREAKING NEWS: Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang

Tujuan unjuk rasa itu adalah menuntut penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan calon nomor 01 Jokowi-Maruf Amin.

"Siapa pun yang menghalangi kita lawan," tegas Kivlan Zen dalam sebuah konferensi pers di Jalan Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan, Minggu (5/5/2019).

Menanggapi rencana itu, Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin Teuku Taufiqulhadi menilai, jika nantinya terlaksana, Kivlan Zen tak memberikan pendidikan politik yang baik untuk masyarakat.

Tanggapi Kebohongan Ratna Sarumpaet, Fahri Hamzah: Tiap Hari Orang Bohong, Tidak Usah Sok Suci Lah

"Rencana Pak Kivlan Zen akan melaksanakan unjuk rasa di KPU dan Bawaslu sebaiknya diurungkan. Karena, itu tidak memberi pendidikan politik yang baik untuk bangsa ini," imbau Taufiqulhadi lewat siaran pers, Selasa (7/5/2019).

Legislator Partai Nasdem itu menganggap sosok Kivlan Zen sebagai orang yang rasional.

Untuk itu, Taufiqulhadi meminta untuk tidak menggelar aksi di KPU dan Bawaslu.

Bachtiar Nasir Jadi Tersangka, Berawal dari Aliran Uang ke Suriah yang Diduga Terkait ISIS

"Saya menganggap Pak Kivlan adalah tokoh cukup rasional sejauh ini, karena itu saya menyerukan hal ini," ucapnya.

"Kalau Pak Kivlan akan menggerakkan unjuk rasa untuk menekan KPU, saya anggap Pak Kivlan tidak rasional lagi, dan lebih besar subjektivitas politik yang mempengaruhi sikap politiknya," tuturnya.

Sebagai anggota DPR yang ikut dalam Pansus RUU Pemilu, ia mengatakan, bersama anggota dewan lainnya membuat UU pemilu untuk kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan perorangan.

Koalisi Pejalan Kaki Ungkap 500 Trotoar di Jakarta Dikuasai PKL, Paling Banyak di Tiga Wilayah Ini

"UU pemilu tidak parsial. Undang-Undang Pemilu itu kita buat untuk mengayomi semua elemen di tanah air," jelasnya.

Taufiq menambahkan, UU Pemilu merupakan hasil kesepakatan bersama yang dibahas secara matang di parlemen, termasuk penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu.

"Saya rasa Pak Kivlan tidak sulit untuk memahaminya, kecuali jika Pak Kivlan sudah tidak rasional lagi dan sikap politiknya didasari rasa curiga berlebihan. Jangan ada rasa curiga berlebihan," ujarnya.

Kronologi Mobil Pembawa Formulir C1 Diciduk Polisi, Berawal dari Operasi Pengejaran Teroris Bekasi

Sementara, Badan Intelijen Negara (BIN) mewaspadai beragam pergerakan jelang pengumungan hasil penghitungan suara Pemilu 2019 pada 22 Mei mendatang, di Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kewaspadaan ini bukan tanpa alasan, karena BIN mendeteksi adanya gerakan mengepung KPU. Bahkan, dibangun pula isu-isu kecurangan di masyarakat.

"‎Saat ini terus dibangun isu soal kecurangan dan ajakan kepung KPU di tanggal 22 Mei 2019," ucap Wakil Kepala BIN Letnan Jenderal Purnawirawan Teddy Lhaksmana, ‎saat rapat kerja evaluasi Pemilu 2019 bersama Komite I DPD, di Nusantara V DPR, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

Bachtiar Nasir Jadi Tersangka Kasus Lama, Apa Alat Bukti yang Dimiliki Polisi?

"BIN terus mendeteksi dan mencegah potensi ancaman tersebut," sambungnya.

Sebagai upaya pencegahan, Teddy Lhaksmana mengaku sudah mulai menggalang tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga elite politik, agar mempercayakan proses penghitungan kepada KPU.

Teddy Lhaksmana juga menyampaikan, ‎pihaknya bersama seluruh aparat keamanan, baik TNI maupun Polri, berkomitmen tetap menjaga keamanan bangsa dan negara.

Ratna Sarumpaet Ungkap Sering Konsumsi Obat Anti Depresi Sejak Aksi 212 pada 2016 Silam

"‎BIN bertanggung jawab mengantisipasi ancaman, baik dari luar dan dalam negeri, yang mengancam keutuhan bangsa. Seluruh aparat keamanan komitmen jaga keamanan agar tetap kondusif," tegasnya. 

Sementara, Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan, pemerintah membutuhkan Tim Hukum Nasional untuk mengkaji ujaran kebencian dan tindakan melanggar hukum yang beredar selama Pemilu 2019.

Terlebih, belakangan ujaran kebencian atau tindakan yang bersifat hasutan terkait Pemilu 2019, kian meningkat tajam.

‎BIN Deteksi Gerakan Kepung KPU pada 22 Mei 2019, Kivlan Zen Niat Unjuk Rasa Tanggal 9 Mei

Nantinya, tim yang digagas Menkopolhukam Wiranto bakal diisi para ahli hukum tata negara dari berbagai universitas.

"Khusus dalam konteks pemilu, ini memang cukup meningkat dengan tajam," tegas Moeldoko di kantor Staf Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (7/5/2019).

Dalam kesempatan tersebut, Moeldoko turut menyinggung rencana mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen, yang bakal menggelar unjuk rasa ke KPU dan Bawaslu.

Jokowi Nilai Kawasan Bukit Soeharto Cocok Jadi Lokasi Calon Ibu Kota Baru

Tujuan aksi yang digelar 9 Mei 2019 ini ialah menuntut penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan calon nomor 01 Jokowi-Maruf Amin.

Dalam konferensi persnya di kawasan Jakarta Selatan, Minggu (5/5/2019) Kivlan Zen menyebut demonstrasi itu dilakukan sebuah aliansi yang ia bentuk.

Aliansi itu bernama Gabungan Elemen Rakyat untuk Keadilan dan Kebenaran (Gerak).

Bachtiar Nasir Tersangka, Polri: Bacanya Berlandaskan Fakta Hukum, Jangan Dipersepsikan Lain

"Sedang beredar sekarang ajakan Pak Kivlan Zen pada tanggal 9 Mei untuk melakukan diskualifikasi kepada pasangan 01, lalu berikutnya ajakan merdeka," papar Moeldoko.

Moeldoko merasa rencana aksi yang dilakukan Kivlan Zen tersebut tidak bisa didiamkan begitu saja. Sehingga, dibutuhkan Tim Hukum Nasional untuk mengkaji aksi dari Kivlan Zen.

"Ini mau ke mana arahnya? Apakah ini didiamkan, apakah ada langkah-langkah hukum dan seterusnya? Maka perlu tim tadi untuk melihat lebih jauh lagi," tuturnya. (Vincentius Jyestha)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved