Ganti Rugi
Ratusan Kepala Keluarga Warga Jatimulya Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Bangun Depo LRT
Ratusan KK Warga Jatimulya Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Bangun Depo LRT dan meminta uang ganti rugi Rp 6 juta per meter.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri |
Ratusan KK Warga Jatimulya Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Bangun Depo LRT dan meminta uang ganti rugi sebesar Rp 6 juta per meter atas tanah yang telah dihuni selama puluhan tahun.
RATUSAN Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi yang rumahnya terkena dampak pembangunan depo kereta ringan Lintas Rel Terpadu (LRT), mempertanyakan komitmen pemerintah pusat terhadap rencana pembebasan lahannya.
Meski telah bertemu dengan pihak Adhi Karya selaku yang membangun infrastruktur itu beberapa waktu lalu, belum tercetus mengenai negosiasi harga.
"Bulan Februari 2019 lalu kami diundang oleh Adhi Karya untuk bertemu di Jakarta. Namun dalam pertemuan itu tidak ada pembahasan mengenai nilai ganti rugi," kata Koordinator warga setempat, Sondi Silalahi pada Sabtu (20/4/2019).
Sondi mengatakan, dalam pertemuan itu warga meminta uang ganti rugi sebesar Rp 6 juta per meter atas tanah yang telah dihuni selama puluhan tahun.
• Dahnil Anzar Bilang Prabowo Menolak Temui Luhut Panjaitan yang Diutus Jokowi
• Utusan yang Dikirim Jokowi untuk Temui Prabowo Ternyata Luhut Panjaitan
• Foto-Foto Karangan Bunga dengan Ucapan Unik dan Lucu-lucu Hiasi Halaman KPU RI
Namun perusahaan pelat merah itu menolak keinginan warga.
"Padahal kita sudah semangat menghadiri pertemuan itu dan berharap ada negosiasi, namun rupanya tidak. Bahkan janji tatap muka kembali sepekan kemudian justru batal juga," ungkapnya.
Dia menjelaskan ada tiga RW yang terkena dampak pembangunan ini yakni 06, 07 dan 08.
Sebelumnya, warga tidak pernah mendapat undangan mediasi dari pemerintah terkait rencana pembangunan LRT.
Sebetulnya, kata dia, warga mendukung rencana pemerintah yang ingin membangun transportasi massal di tanah negara tersebut.
Hanya saja, mereka menginginkan adanya mediasi, sehingga pemerintah bisa mengetahui keluh kesahnya.
"Tolong hargai kami, di sini juga kami mengeluarkan biaya untuk hidup," ujarnya.
Tercatat ada sekitar 500 kepala keluarga (KK) yang menempati lahan di sana.
Mereka berlatar belakang ekonomi rendah dengan mengandalkan usaha dagang seperti makanan, warung kelontong, bahkan pekerja lepas.
• Istri Hotman Paris Pakai Tas Limited Edition Rp 63 Juta Saat Foto Keluarga, Begini Reaksi Netizen
• Tidak Ada Pilihan, Limbah Busa Marunda Tidak Halangi Panitia Gelar Lomba Dayung
"Kami sudah menempati lahan ini hingga 25-30 tahun," ungkapnya.
Dia menambahkan, warga patut dihargai meski selama ini menggarap lahan di sana.
Apalagi mereka bakal mengeluarkan uang berlebih setelah pindah dari sana, seperti anak pindah sekolah ke tempat tinggal baru, adiministrasi kependudukan baru dan mencari tempat usaha baru.
"Semua itu butuh uang, karena itu kita minta dihargai dengan pertemuan dulu," katanya. (faf)