Double Double Track
Warga Minta Appraisal Proyek DDT di Bekasi Dihitung Ulang, Dana Konsinyasi Mencapai Rp 7,94 miliar
Warga Minta Appraisal Atas Proyek DDT di Bekasi Dihitung Ulang, Dana Konsinyasi Mencapai Rp 7,94 miliar
Penulis: Fitriyandi Al Fajri |
Puluhan warga yang tinggal di belakang Stasiun Kranji, terutama di RW 02 Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Medansatria, Kota Bekasi yang terkena proyek kereta api Double-Double Track (DDT) menuntut agar appraisal atau penilaian bangunan miliknya dihitung ulang.
Sampai sekarang mereka masih bertahan dengan harapan Kementerian Perhubungan melalui tim independen melakukan appraisal ulang terhadap bangunannya.
"Kami minta dihitung ulang, karena appraisal yang dilakukan oleh tim dari KJPP Fast sudah kadaluarsa," kata Pardede pada Senin (15/4/2019).
Menurut dia, pada 2015 lalu tim appraisal melakukan penilaian terhadap bangunan, lahan, tanaman dan sebagainya milik warga yang terkena dampak dari proyek ini.
Namun warga menolak nilai yang disebutkan dengan alasan ada proses yang tidak benar dalam appraisal.
Kata dia, nilai suatu bangunan dilihat dari beberapa indikator misalnya berdasarkan letak rumah.
Bangunan yang berada di pinggir jalan tentu, nilainya lebih besar dibanding rumah di dalam perkampungan.
Begitu juga rumah yang sekaligus digunakan untuk usaha, idealnya lebih tinggi dibanding rumah yang hanya digunakan sebagai tempat tinggal.
Namun dalam proses penilaian seperti ini, kata dia, tim appraisal cenderung abai mempertimbangkan tahapan itu.
"Bahkan ada kesalahan dalam penghitungan luas lahan milik warga, misalnya mereka yang memiliki lahan 82 meter persegi tetapi mengalami penyusutan menjadi 78 meter persegi," imbuhnya.
Karena itulah, kata dia, warga enggan mengambil dana ganti rugi yang sudah dikonsinyasikan atau dititipkan ke Pengadilan Negeri Bekasi.
Kata dia, nilai yang dikonsinyasikan di pengadilan juga sudah tidak relevan dengan saat ini.
"Dana yang dikonsinyasikan itu berdasarkan appraisal yang dilakukan 2015 lalu, sementara dananya dititipkan ke pengadilan Oktober 2018. Ada selisih waktu tiga tahun, tentu nilai ganti rugi sudah tidak relevan lagi," ungkapnya.
Perwakilan warga lainnya, Budy Arianto menambahkan bila mengacu pada Standar Penilaian Indonesia (SPI), penghitungan appraisal otomatis gugur setelah enam bulan taksiran itu diterbitkan.
Karena itu, kata dia, dana yang dititipkan ke pengadilan 2018 lalu tidak relevan dengan kondisi saat ini.