Jokowi Klaim Tak Ada Kebakaran Hutan 3 Tahun Ini di Debat Capres Kedua, Ternyata Salah Total
Jokowi Klaim Tak Ada Kebakaran Hutan 3 Tahun Ini di Debat Capres Kedua, Ternyata Salah Total
Data Kementerian LHK, pada 2015 hingga 2017 telah terjadi penurunan jumlah hotspot sebesar 93,6 persen.
Penurunan itu dari 70.961 hotspot pada 2015 menjadi 2.440 hotspot tahun 2017. Pada 2015, tercatat area terbakar seluas 2.611.411 hektar, kemudian pada 2016 seluas 438.363 hektar, dan pada 2017 seluas 165.484 hektar.
Kemudian, pada 2018 atau empat hari sebelum pelaksanaan Asian Games 2018 ditemukan titik api terbanyak di Provinsi Riau berjumlah 90 titik.

• Debat Capres Kedua, Jokowi Klaim Tak Ada Konflik Pembebasan Lahan di infrastruktur, Ternyata Salah
• Berita Foto Sejumlah Peristiwa Saat Berlangsungnya Debat Capres II
• Survei Terbaru Pilpres 2019 Tunjukkan Jokowi-Maruf Dalam Posisi Tertekan, Simak Selengkapnya
Selain itu, ada 13 titik di Sumatera Selatan, 27 titik di Bangka Belitung, 22 titik di Sumatera Utara, 10 titik di Sumatera Barat, 4 titik di Provinsi Jambi, dan 3 titik di Lampung.
Adapun, menurut data Kemudian, peneliti dari lembaga lingkungan hidup Auriga, Iqbal Damanik mengatakan bahwa tidak benar kalau tidak ada kebakaran hutan dan lahan dalam tiga tahun terakhir.
"Dalam 2 tahun terakhir terjadi kebakaran dan indikasinya dengan titik panas. Dicatat oleh KLHK, bahwa pada tahun 2017 saja setidaknya 11 ribu hektar masih terindikasi terbakar," ucap Iqbal.
Menurut data Auriga, kebakaran hutan dari tahun ke tahun sebagai berikut: 2015-2016: 261.060 hektar 2016-2017: 14.604 hektar 2017-2018: 11.127 hektar
11 Perusahaan Tersangka
Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo memaparkan bahwa ada 11 perusahaan yang dijadikan tersangka dan dikenai sanksi sebesar Rp 18,3 triliun dalam tiga tahun terakhir.
"Kebakaran lahan harus diatas dengan penegakan hukum yang tegas. Ada 11 perusahaan yang dikenai sanksi Rp 18,3 triliun," ujar Jokowi dalam debat kedua Pilpres 2019 pada Minggu (17/2/2019).
Berdasarkan data dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), sejak 2015 hingga saat ini, setidaknya sudah terdapat 171 sanksi administrasi dan 11 gugatan perdata, serta 510 kasus pidana terkait kebakaran hutan.
Namun, belum ada satu pun putusan tersebut yang dieksekusi oleh pengadilan.
Dilansir dari Greenpeace, 10 dari 11 kasus gugatan perdata pemerintah terhadap perkebunan kelapa sawit terkait pembakaran, pengadilan memerintahkan ganti rugi dan pemulihan lingkungan senilai Rp 2,7 triliun.
Sementara, perkara perdata kesebelas merupakan kasus terbesar, yakni mencapai Rp 16,2 triliun terkait dengan pembalakan liar dilakukan sejak 2004 oleh Perusahaan Merbau Pelalawan Lestari.

• Ini Daftar Klaim dan Pernyataan Jokowi di Debat Capres Kedua yang Ternyata Tak Sesuai Fakta dan Data
• Ini Penjelasan Lengkap Kapolda Soal Penyebab Ledakan di Senayan Saat Debat Capres Kedua
• Polisi Jelaskan Penyebab Ledakan di Senayan Saat Debat Capres Kedua Tadi Malam
• Survei Terbaru Pilpres 2019 Tunjukkan Fakta Suara yang Diincar Jokowi-Maruf Lari ke Prabowo-Sandi
Kesebelas perusahaan tersebut, yakni PT Kalista Alam (PT.KA), PT Bumi Mekar Hijau (PT.BMH), PT Palmina Utama (PT.PU), PT National Sago Prima (PT.NSP), PT Waringin Agro Jaya (PT.WAJ), PT Ricky Kurniawan Kertapersada (PT RKK), PT Jatim Jaya Perkasa (PT.JJP), PT Merbau Pelalawan Lestari (PT.MPL), PT Surya Panen Subur, dan PT Waimusi Agroindah (PT.WA).
Menanggapi ini, peneliti Auriga, Iqbal Damanik mengungkapkan bahwa meskipun 11 perusahaan telah dinyatakan bersalah dengan denda Rp 18,3 triliun dan telah inkrah, namun sebagian besar nilai tersebut tetap belum dieksekusi.