Pesawat Jatuh
Kesaksian Prof Oetarjo Diran: Penemu Kotak Hitam Dapat Hadiah Arloji Breitling
BLACK box atau kotak hitam pesawat Lion Air PK-LQP JT 610 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, sudah diketemukan Kamis (1/11/2018) pagi.
Penulis: AchmadSubechi | Editor: AchmadSubechi
Tiba di NTSB pusat, saya langsung membicarakan program pembukaan. Pembacaan kedua kotak hitam akan kita lakukan keesokan harinya.
Kami bertemu dengan Dr Jim Hall (Ketua NTSB) dan stafnya untuk membicarakan rencana kerja selanjutnya. Waktu menunjukkan pukul 21:00.
Pagi harinya, sekitar jam 08:30, kami sudah ada di NTSB kembali, dan ternyata staf NTSB sudah membuka kedua kotak hitam tadi. Ini tidak sesuai dengan rencana yang disetujui bersama malam sebelumnya.
Dari sini juga, saya melihat ada indikasi bahwa NTSB menganggap isi kotak hitam ini penting sekali. Setelah bertengkar mulut sebentar (karena NTSB sebagai lembaga negara di mana pembuat pesawat berada hanyalah berperan sebagai supporting team), dan mendengarkan argumentasi mereka, saya akhirnya menentukan bahwa kita dapat meneruskan investigasi.
Setelah pemeriksaan selanjutnya yang dilakukan staf laboratorium NTSB di bawah pengawasan saya dan Ho See Hai (sebagai supporting team member dari negara pemilik pesawat) mereka tidak menemukan data yang baik. Katanya: “No useful data. The tape was damaged by the waters of the river.”
Dua minggu lamanya staf NTSB mencoba untuk memperbaiki kondisi pita, namun akhirnya hanya bagaian-bagian tertentu yang masih dapat terbaca, baik informasi CVR (Cockpit Voice Recorder) maupun data FDR (Flight Data Recorder).
Ketika melakukan analisis kecelakaan di Jakarta bersama tim dari Singapura, USA, tim ahli dari ATSB (Australian Transportation Safety Bureau) dan Inggris sebagai penasihat (yang saya minta membantu waktu itu), diskusi hebat terjadi, dan tekanan NTSB yang mengarah pada penentuan bahwa Kapten Tsu Way Ming bunuh diri dengan menewaskan 104 orang.
Saya kemudian mengusulkan untuk melakukan flight simulation untuk membandingkan data sangat terbatas yang diperoleh dari CVR dan FDR (readings and transcripts).
Dan dari simulasi yang dilakukan di NTSB (Washington), tim penerbang Indonesia, Singapura dan USA tidak menemukan fakta bahwa ada kemungkinan malfunction dari komponen pesawat dan/atau kegagalan struktur.
Belakangan diketahui bahwa simulasi tersebut ternyata tidak dilakukan dalam engineering flight simulator, namun simulator biasa yang tidak dapat diprogram untuk unusual and unnatural aircraft conditions (seperti upside-down flight, unattached flows, very high nose ups).
Dus, simulasi untuk membandingkan flight path dan posisi pesawat dengan menggunakan data yang diperoleh (ditambah dengan radar plots dari radar Palembang) dianggap tidak punya kesimpulan, dan tidak dapat dijadikan bukti, dan akhirnya sekedar jadi fakta yang tidak berguna.
Beberapa hari sebelum laporan akhir KNKT akan disiarkan, saya menelpon Jim Hall. Saya mengatakan bahwa dalam waktu dekat Menteri Perhubungan Indonesia akan mengumumkan hasil investigasi kepada pihak-pihak yang terlibat.
Tepat satu hari sebelum laporan resmi KNKT disiarkan, ternyata NTSB mengumumkan laporan NTSB sendiri yang menyatakan bahwa pesawat SilkAir mengalami musibah karena Kapten Tsu Wai Ming bunuh diri dengan melakukan deep dive (terjun bebas) ke Sungai Musi.
Sedangkan laporan resmi KNKT yang rencananya akan disiarkan keesokan harinya menyatakan bahwa data, informasi dan fakta tidak memungkinkan membuat kesimpulan apa pun tentang penyebab kecelakaan pesawat tadi.
Saya mengusulkan agar Menteri Perhubungan untuk menunda pengumuman resmi KNKT satu hari karena KNKT tidak ingin membuat kontroversi baru.
Saya juga memberikan catatan bahwa seluruh laporan NTSB dijadikan lampiran pada laporan resmi KNKT agar khalayak umum mengetahui dan menilai sendiri argumentasi NTSB tadi.
Dengan kejadian tadi, tim investigasi SilkAir dari KNKT baru menyadari bahwa selama berbulan-bulan diskusi, berdebat, bertengkar di Jakarta, Singapura dan AS, pihak NTSB sama sekali tidak pernah memberikan informasi tentang terjadinya dua kecelakaan dan satu insiden yang dialami Boeing 737 sebelumnya.
B737 mengalami kegagalan rudder PCU yang mengakibatkan terkuncinya rudder (rudder lock), sehingga pesawat masuk dalam terjun bebas dengan trajektori spiral sampai menabrak perairan Musi.
Sistem Rudder PCU di pesawat Boeing 737Â (Sumber:Â http://www.b737.org.uk/theruddersystem.htm)
Diagram rudder CPU
Ini adalah kesalahan KNKT karena tidak menemukan informasi tentang kedua kecelakaan Boeing 737 dan satu insiden yang telah terjadi di AS sebelumnya.
Pertanyaan yang juga penting apakah pihak NTSB sengaja menutup-nutupi kegagalan rudder PCU tersebut agar masyarakat tidak menuntut Boeing?
Ini mungkin karena sikap bisnis orang Amerika: “Don’t offer information if not asked. And if asked, tell the truth but not the whole”.
Apapun alasan untuk tidak mengakui adanya track record yang tidak baik yang mengakibatkan puluhan awak penumpang tewas sangat mebahayakan tramsportasi.
Pada saat kejadian, kurang lebih empat ribu pesawat tipe B737 terbang dan sekitar tiap 2 – 4 menit ada satu pergerakan pesawat di seluruh dunia.
Catat pula bahwa pesawat Silkair yang nahas itu baru 12 bulan beroperasi. Bisakah terjadi salah desain, atau kesalahan manufaktur?
By the way, KNKT memeriksa catatan PCU unit sampai ke Parker-Hannifin manufacturing plant dan menemukan bahwa PCU Unit tersebut ternyata tidak lulus cek kualitas meskipun sudah diperbaiki sebelum dipasang di pesawat nahas tadi. Greed or bad ethics? I will not judge.
That is the untold story.