IDI Pecat Dokter Terawan

Metode DSA Sudah Dikembangkan di RS Luar Negeri, Dokter Terawan: Pasiennya Puluhan Ribu

MURI pun memberikan penghargaan secara khusus kepada Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto Sp.Rad pada 17 Juni 2017.

Penulis: Suprapto | Editor: Suprapto
KOMPAS.com/DAVID OLIVER PURBA
Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Mayjen TNI dokter Terawan Agus Putranto enggan menanggapi perihal keputusan pemberhentian sementara dari keanggotan IDI yang dikeluarkan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Persatuan Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terhadap dirinya, Rabu (4/4/2018). Dia memilih menghadapinya dengan sikap ksatria. 

Dokter Terawan Agus Putranto meraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan.

Dia  meraih gelar doktor dari Unhas tahun 2016 setelah mempertahankan temuannya dalam penyembuhan penderita stroke.

Temuannya terkait metode Digital Substraction Angiogram (DSA) atau yang kemudian dikenal dengan metode cuci otak.

Metode penyembuhan ini telah menangani puluhan ribuan pasien dan sebagian besar sembuh.

Karena itu, Museum Rekor Indonesia (MURI) pun memberikan penghargaan secara khusus kepada Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto Sp.Rad pada 17 Juni 2017.

Baca: Dokter Terawan Nyanyi Lagu Makna Hidup Ini Bikin Netizen Merinding dan Nangis

Baca: PB IDI Akan Beri Keterangan Resmi Terkait Pemecatan Dokter Terawan

“Tindakan DSA yang kami mulai sejak tahun 2004 sampai sekarang sudah lebih dari 30 ribu. Sehingga mendapatkan rekor MURI juga,” ujar Dr Terawan yang meraih gelar Doktor pada Agustus 2016 dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Utara.

Menurut Terawan sebagaimana dikutip dari Kagama.co, di RSPAD Gatot Soebroto, rata-rata 30-40 kasus menggunakan DSA.

Metode DSA ala Mayjen TNI Dr Terawan telah dipakai beberapa rumah sakit di luar negeri, di antaranya Augusta Hospital Dusseldorf, Jerman.

Baca: Widodo Tetap Percaya meski Ilija Spasojevic Masih Mandul

Dalam berbagai kesempatan dengan wartawan, Dr Terawan menjelaskan, modifikasi DSA adalah metode memodifikasi DSA kepada pasien stroke, baik pendarahan maupun non-pendarahan untuk meningkatkan keamanan dari radiasi, ancaman pada ginjal, maupun tindakannya.

Saat ini hampir seluruh spesialis di rumah sakit dilatih untuk bisa melakukan tindakan DSA.

Dr Terawan mengawali kariernya sebagai seorang tentara. Kemudian, ia mendapat beasiswa pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM).

Dr Terawan yang juga ahli radiologi, kelahiran Sitisewu (utara Stasiun Tugu) Yogyakarta, 5 Agustus 1964, sejak kecil memang sudah terobsesi menjadi dokter.

Ia lulus dokter pada 1990 dan ditugaskan di Bali. Kemudian, pindah tugas di  Lombok, dan terakhir Jakarta. Selanjutnya, ia mengambil studi spesialis radiologi di Surabaya.

Penjelasan Rektor Universitas Hasanuddin Makassar

Terkait gelar doktor yang kini dipersoalkan sejumlah pihak, Rektor Unhas Makassar Prof Dr Dwie Aries Tina Pulubuhu MA memberikan penjelasan secara khusus.

Seperti diberitakan portal ceknricek.com, gelar doktor yang diberiken kepada Terawan sudah dilakukan secara benara.

"Saya karena bukan ahli kedokteran  dan kapasitas sebagai rektor dan dokter terawan salah satu alumni, saya tidak dalam posisi pembelaan," ujar Dwie..

Dia melanjutkan, "Secara akademis,  doktor terawan memang sudah berhak menyandang gelar itu karena sudah melakukan pengkajian secara ilmiah dan  digaransi oleh promotornya."

Dia menyadari penemuan baru, apalagi di dunia medis, selalu memunculkan pro dan kontra.

Penemuan atau inovasi baru pasti akan mengubah paradigma lama dan melahirkan interpretasi yang berbeda-beda.

"Inovasi melahirkan gejolak krena bongkar paradigma lama, melahirkan inteprestasi beda-beda. Itu biasa. Kalau tidak ada gejolak, tidak ada perubahan, maka akan stagnan untuk inovasi. Apalabi untuk pengobatan masyarakat," katanya.

Dia menambahkan, "Kalau ada bantah, maka dibantah dalam forum akademis juga. Dalam seminar atau publikasi internasional. Yang saya prihatinkan jangan sampai yang jadi korban masyarakat dalam konflik ini."

Lebih lengkap, simak video berikut ini.

Y

Prof Dr Dwie Aries Tina Pulubuhu MA

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved