IDI Pecat Dokter Terawan
Metode DSA Sudah Dikembangkan di RS Luar Negeri, Dokter Terawan: Pasiennya Puluhan Ribu
MURI pun memberikan penghargaan secara khusus kepada Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto Sp.Rad pada 17 Juni 2017.
Penulis: Suprapto | Editor: Suprapto
Dokter Terawan Agus Putranto meraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan.
Dia meraih gelar doktor dari Unhas tahun 2016 setelah mempertahankan temuannya dalam penyembuhan penderita stroke.
Temuannya terkait metode Digital Substraction Angiogram (DSA) atau yang kemudian dikenal dengan metode cuci otak.
Metode penyembuhan ini telah menangani puluhan ribuan pasien dan sebagian besar sembuh.
Karena itu, Museum Rekor Indonesia (MURI) pun memberikan penghargaan secara khusus kepada Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto Sp.Rad pada 17 Juni 2017.
Baca: Dokter Terawan Nyanyi Lagu Makna Hidup Ini Bikin Netizen Merinding dan Nangis
Baca: PB IDI Akan Beri Keterangan Resmi Terkait Pemecatan Dokter Terawan
“Tindakan DSA yang kami mulai sejak tahun 2004 sampai sekarang sudah lebih dari 30 ribu. Sehingga mendapatkan rekor MURI juga,” ujar Dr Terawan yang meraih gelar Doktor pada Agustus 2016 dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Utara.
Menurut Terawan sebagaimana dikutip dari Kagama.co, di RSPAD Gatot Soebroto, rata-rata 30-40 kasus menggunakan DSA.
Metode DSA ala Mayjen TNI Dr Terawan telah dipakai beberapa rumah sakit di luar negeri, di antaranya Augusta Hospital Dusseldorf, Jerman.
Baca: Widodo Tetap Percaya meski Ilija Spasojevic Masih Mandul
Dalam berbagai kesempatan dengan wartawan, Dr Terawan menjelaskan, modifikasi DSA adalah metode memodifikasi DSA kepada pasien stroke, baik pendarahan maupun non-pendarahan untuk meningkatkan keamanan dari radiasi, ancaman pada ginjal, maupun tindakannya.
Saat ini hampir seluruh spesialis di rumah sakit dilatih untuk bisa melakukan tindakan DSA.
Dr Terawan mengawali kariernya sebagai seorang tentara. Kemudian, ia mendapat beasiswa pendidikan kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM).
Dr Terawan yang juga ahli radiologi, kelahiran Sitisewu (utara Stasiun Tugu) Yogyakarta, 5 Agustus 1964, sejak kecil memang sudah terobsesi menjadi dokter.
Ia lulus dokter pada 1990 dan ditugaskan di Bali. Kemudian, pindah tugas di Lombok, dan terakhir Jakarta. Selanjutnya, ia mengambil studi spesialis radiologi di Surabaya.
Penjelasan Rektor Universitas Hasanuddin Makassar
Terkait gelar doktor yang kini dipersoalkan sejumlah pihak, Rektor Unhas Makassar Prof Dr Dwie Aries Tina Pulubuhu MA memberikan penjelasan secara khusus.
Seperti diberitakan portal ceknricek.com, gelar doktor yang diberiken kepada Terawan sudah dilakukan secara benara.
"Saya karena bukan ahli kedokteran dan kapasitas sebagai rektor dan dokter terawan salah satu alumni, saya tidak dalam posisi pembelaan," ujar Dwie..
Dia melanjutkan, "Secara akademis, doktor terawan memang sudah berhak menyandang gelar itu karena sudah melakukan pengkajian secara ilmiah dan digaransi oleh promotornya."
Dia menyadari penemuan baru, apalagi di dunia medis, selalu memunculkan pro dan kontra.
Penemuan atau inovasi baru pasti akan mengubah paradigma lama dan melahirkan interpretasi yang berbeda-beda.
"Inovasi melahirkan gejolak krena bongkar paradigma lama, melahirkan inteprestasi beda-beda. Itu biasa. Kalau tidak ada gejolak, tidak ada perubahan, maka akan stagnan untuk inovasi. Apalabi untuk pengobatan masyarakat," katanya.
Dia menambahkan, "Kalau ada bantah, maka dibantah dalam forum akademis juga. Dalam seminar atau publikasi internasional. Yang saya prihatinkan jangan sampai yang jadi korban masyarakat dalam konflik ini."
Lebih lengkap, simak video berikut ini.
Prof Dr Dwie Aries Tina Pulubuhu MA