Satu Hari Setelah Super Semar Terbit Jadi Pembenaran untuk Tindakan Terkelam di Sejarah Bangsa

Peristiwa terkelam di tahun 1965 dalam sejarah bangsa berlanjut di episode 1966 dan sehari setelah 11 Maret.

National Geographic
Soekarno dipaksa tanda tangan Super Semar oleh kubu Soeharto. 

Baca: Karier M Iriawan Melejit Setelah Ungkap Pembunuhan Berencana oleh Kelompok Antasari Azhar

Tafsir atas "mengambil suatu tindakan yang dianggap perlu" menjadi pengambilalihan kekuasaan dari Soekarno.

"Itu kan selangkah lagi untuk mengambil kekuasaan. Betul Jika dikatakan surat itu adalah kunci pengambilalihan kekuasaan. Jadi, kalau pakai itu, tinggal diputar kuncinya dan dapatlah kekuasaan," ujar Asvi.

Memang setelah itu, banyak peristiwa terjadi termasuk dalam kaitan penumpasan PKI.

Setelah menerima Supersemar, langkah pertama yang dilakukan Soeharto adalah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Surat Keputusan Presiden No 1/3/1966.

Surat itu dibuat dengan mengatasnamakan Presiden bermodal mandat Super Semar yang ditafsirkan oleh Soeharto sendiri.

Langkah kedua, Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden No 5 tanggal 18 Maret 1966 tentang penahanan 15 orang menteri yang dianggap terkait PKI dan terlibat Gerakan 30 September 1965.

Presiden Soekarno sempat mengecam tindakan Soeharto menggunakan Super Semar di luar kewenangan yang diberikannya.

Dalam pidatonya yang berjudul “Jangan Sekali-Sekali Meninggalkan Sejarah” (Jasmerah), 17 Agustus 1966, Soekarno menegaskan bahwa Super Semar bukanlah transfer of sovereignity  (pengalihan kedaulatan) dan bukan pula transfer of authority (pengalihan wewenang).

"Dikiranya, Super Semar itu adalah surat penyerahan pemerintahan. Dikiranya Super Semar itu suatu transfer of soverignty. Transfer of authority," katanya.

Padahal, kata Asvi, tidak demikian.

"Super Semar adalah suatu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan," katanya.

Baca: Alasan Prabowo Subianto Belum Umumkan Maju sebagai Capres di 2019

Kecuali itu, kata dia, juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden.

"Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengaman ajaran Presiden. Perintah pengamanan beberapa hal," kata sejarawan LIPI ini.

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved