Pengunjuk Rasa Tuntut Kejelasan Aset Nasabah Korban KSP Pandawa
Pihaknya menuntut Kejari Depok memberikan kejelasan jumlah aset para nasabah yang disita polisi dan diserahkan ke Kejari Depok.
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Fred Mahatma TIS
WARTA KOTA, DEPOK --- Ratusan nasabah korban investasi bodong, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksan Negeri (Kejari) Kota Depok dan Pengadilan Negeri (PN) Kota Depok, yang gedungnya berdampingan di Kompleks Grand Depok City (GDC), Kamis (2/11/2017).
Mereka berunjuk rasa sambil membawa sejumlah poster dan melakukan orasi di depan gedung. Rencananya hari ini sidang lanjutan kasus investasi bodong KSP Pandawa Mandir Group akan digelar di PN Depok.

Dalam orasi dan tuntutannya, para nasabah mendesak beberapa hal dilakukan Kejari dan PN Depok dalam kasus ini.
Di antaranya menuntut para terdakwa termasuk bos KSP Pandawa, Salman Nuryanto, dihukum seberat-beratnya serta meminta Kejari Depok memberikan kejelasan aset yang telah disita pihak kepolisian serta telah diserahkan ke Kejari Depok.
Denny Andrian Kusdayat penanggung jawab aksi serta selaku kurator para nasabah korban KSP Pandawa Mandiri Group mengatakan, selain meminta Salman Nuryanto dan terdakwa lain dihukum seberat-beratnya, pihaknya menuntut Kejari Depok memberikan kejelasan jumlah aset para nasabah yang disita polisi dan diserahkan ke Kejari Depok.
"Kami juga meminta penjelasan kepada pihak Kejaksaan Negeri Kota Depok terkait dakwaan terhadap terdakwa Salman Nuryanto Cs, yang tidak dikenakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang," katanya, Kamis (2/11/2017).
Sebab kata Denny, pihaknya mencurigai adanya permainan aset di sini.
"Bahwa kecurigaan kami sangatlah beralasan, karena Jika para terdakwa dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka pihak yang menyembunyikan aset juga bisa dipidana. Tapi ini tidak," katanya.

Menurut Denny, pihak yang membantu menyembunyikan aset tindak pidana pencucian uang bisa dikenakan pasal aktif, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebab kata dia dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan, dipidana karena tindak pidana pencucian uang, dikenakan pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
"Sementara Pasal 4 berbunyi, setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana bisa dijerat dengan hukuman paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar," papar Denny.
Di samping itu, katanya jika pihak lain yang menguasai asetnya bisa dijerat dengan Pasal 5 Undang-Undang TPPU.
"Kami menduga adanya grand design oleh oknum Kejaksaan dan Oknum Kepolisian untuk mengeleminir UU TPPU agar aset-aset KSP Pandawa dan atau Salman Nuryanto CS, dapat dengan mudah menjadi bancakan para Oknum Penegak Hukum dan atau oknum- oknum lainnya," kata dia
Karenanya, lanjut Denny, para korban Pandawa akan membuat laporan kembali terhadap Salman Nuryanto Cs dan KSP Pandawa ke pihak berwajib dengan jeratan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uangm
"Ini karena terkait tidak adanya UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pada saat proses penyidikan, pelimpahan ke Kejaksaan hingga pembacaan surat dakwaan terhadap terdakwa Salman Nuryanto Cs dan KSP Pandawa," kata dia.
