Cari Suaka, Puluhan WNA Berkemah di Depan Kantor Detensi Imigrasi
Setelah bertahun-tahun tak juga mendapatkan suaka, puluhan WNA melakukan aksi tinggal di tenda depan Kantor Detensi Imigrasi Jakbar.
WARTA KOTA, KALIDERES -- Bertahun-tahun tak mendapat suaka dari Pemerintah Republik Indonesia puluhan WNA (Warga Negara Asing) melakukan aksi tinggal di tenda yang didirikan di trotoar yang berlokasi di depan Kantor Detensi Imigrasi Jalan Peta Selatan, Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (9/8).
Para WNA yang sebagian berasal dari Afganistan, Somalia dan Sudan ini tinggal di tenda pemberian Komunitas Gerak Bareng yang dibuat di sepanjang trotoar. Sebanyak 10 tenda terlihat dibangun berjajar di depan kantor imigrasi tersebut.
Dengan peralatan dan makanan yang diperoleh atas bantuan masyarakat sekitar, kaum pengungsi itu mengaku berusaha bertahan hidup hingga mereka mendapatkan suaka di salah satu negara.
Seorang WNA asal Afganistan, Ali Khan (25) mengaku sudah empat tahun tinggal di Indonesia. Sebelum "tinggal" di Detensi Imigrasi Kalideres, ia sempat tinggal di Kebon Sirih.
Di Kebon Sirih, sambung Ali, dirinya bertemu dengan sesama pengungsi asal Afganistan yang menyarankan agar datang ke Kantor Detensi Imigrasi Kalideres saja untuk mempercepat proses suaka.
Ali berkisah ihwal awal mula dirinya berada di Jakarta. Pada tahun 2013 ia melakukan perjalanan ke India kemudian Malaysia dan kemudian naik kapal menuju Indonesia dan pada tahun 2014 ia pun tiba di Indonesia.
Ali mengaku meninggalkan negaranya untuk mencari keselamatan karena saat itu di negaranya terjadi peperangab. "Saya datang ke sini diajak orang. Dengan membayar 4000 US dollar," katanya. Rabu (9/8/2017).
Tiga tahun tinggal di Indonesia membuat Ali mulai mengerti bahasa Indonesia. Bahkan, Ali sudah paham keadaan Jakarta yang terlihat saat ada mobil pegawai Detensi Imigrasi keluar dari kantor tersebut, secara Spontan dirinya langsung membantu menyeberangkan mobil tersebut layaknya pak ogah.
Menurut penilaian Ali, masyarakat sekitar sangat baik terhadap para pengungsi. Mereka bersedia memberikan bantuan meskipun tidak saling kenal dan karena itu dirinya merasa sangat berterima kasih kepada masyarakat sekitar.
Ali juga sempat menyampaikan bahwa dirinya masih memiliki keinginan untuk pulang ke negaranya. Namun ia menyatakan baru akan pulang jika negaranya sudah aman. "Kalau negara sudah aman, saya pulang", "ungkapnya.
Terpisah, salah satu penjaga di depan gerbang yang enggan disebutkan jati dirinya mengatakan, para pengungsi itu sudah lama tinggal di depan Kantor Detensi Imigrasi DKI.
"Mereka sudah tinggal di Indonesia bertahun-tahun. Awalnya mereka itu tinggal di Hotel. Karena uangnya habis jadi pada ke sini," ucapnya sambil masuk ruang pos jaga.
36 pengungsi
Sementara itu, Sohay pegiat pada Komunitas Gerak Bareng sekaligus relawan bercerita, para pengungsi sudah tinggal di pinggiran jalan selama 10 hari. Awalnya jumlah mereka hanya ada 26 orang yang terdiri dari tiga keluarga.
Sebelum tinggal di tenda yang dibangun di depan Kantor Detensi Imigrasi Kalideres itu, mereka tinggal di Jalan Kebon Sirih depan kantor Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi atau United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
"Total semuanya ada 36 pengungsi. Sebelumnya ada 32, kemudian semalam datang empat orang lagi, "ucap Sohay.
Sohay menuturkan, awal pertama datang, para pengungsi itu tidur ala kadarnya seperti kaum tuna wisma. Melihat hal tersebut, ia dan rekanprekannya segera memberikan bantuan berupa pendirian tenda untuk tempat tinggal sementara.
Untuk keperluan sehari-hari, lanjut Sohay, mereka mengandalkan bantuan dari masyarakat. Sohay menambahkan, mereka juga memiliki kelengkapan surat-surat penting, termasuk paspor.
Bahkan para pengungsi itu sudah memiliki Id Card atau kartu pengungsi dari UNHCR. Namun karena tak ada kerjasama dengan UNHCR, mereka tidak boleh bekerja di Indonesia.
"Di sini banyak masyarakat yang bergerak untuk membantu mereka dalam materi maupun makanan. Saat ini logistik cukup, hanya tempat masalah tempat tinggal saja, "ujarnya.
Menurut Sohay, pihak Detensi Imigrasi tidak memperbolehkan mereka masuk dan menggunakan fasilitas umum seperti MCK (Mandi, Cuci, Kakus).
"Mereka harus mencari MCK umum dan itu pasti pakai biaya. Untuk itu, hari Selasa (8/8/2017) malam pihak LSM menyewa MCK selama tiga hari," ujarnya.
Sohay dan rekan-rekannya menilai, di tengah kondisi tersebut, para pengungsi rentan terserang penyakit, terutama anak-anak dan warga yang sudah lanjut usia.
"Beberapa hari kemaren orang dewasa diketahui sudah ada yang mulai sakit. Sedangkan dari Dinas Kesehatan baru satu kali datang menggunakan Puskesmas Keliling di depan Kantor Detensi Imigrasi," ujarnya.
Pelayanan yang diberikan berupa tensi, cek kesehatan dan pemberian obat-obatan. Hingga saat ini, Dinas Kesehatan belum datang untuk memberikan pelayanan kesehatan.
Sohay juga menuturkan, pihaknya bersama dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), kalangan LSM dan Dinas Sosial DKI Jakarta sudah melakuan pembicaraan terkait relokasi pengungsi.
"Titik terang sudah ada pembicaraan dengan pihak detensi imigrasi dan akan diterima. Untuk eksekusi kapan belum jelas," pungkasnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/wna-tenda2_20170809_231259.jpg)