Teroris Serang Mapolda Sumut
Empat Jam Sebelum Dibunuh Teroris, Aiptu Martua Sigalingging Berpesan Ini kepada Istrinya
Gerimis membasahi jalan tidak beraspal yang menanjak, Minggu (25/6/2017) larut malam hingga Senin (26/6/2017) dini hari.
WARTA KOTA, MEDAN - Gerimis membasahi jalan tidak beraspal yang menanjak, Minggu (25/6/2017) larut malam hingga Senin (26/6/2017) dini hari.
Saat itu, jarum jam menunjukkan puku 01.00 WIB, terlihat beberapa warga desa berkumpul di sebuah rumah sederhana di Jalan Abdul Gani Siregar, Desa Silandit, Kecamatan Padang Sidempuan Selatan, Kabupaten Padang Sidempuan, Sumatera Utara.
Rupanya, mereka sedang menunggu jenazah Aiptu Martua Sigalingging, anggota kepolisian yang menjadi korban kejahatan dua terduga teroris penyerang Markas Polda Sumut di Jalan Sisingamangaraja Medan, Minggu dini hari.
Baca: Dua Teroris Lompati Pagar Mapolda Sumut Lalu Gorok Polisi, Satu Pelaku Tewas Ditembak
Satu di antara kerumunan itu adalah Mianna boru Manalu (48), istri Aiptu Martua Sigalingging. Ketika berbincang dengan Tribun Medan, Mianna tak mampu membendung tetesan air matanya atas kepergian suaminya yang sedang menjalankan abdi negara.
Ia terlihat lemas. Kedua kelopak matanya membengkak, akibat menangis dan kurang tidur setelah mendengar kabar kepergian suami.
Setelah suasana mencair, perlahan ia pun mulai dapat menceritakan pesan-pesan terakhir yang disampaikan almarhum. Katanya, mereka masih tersambung komunikasi melalui telepon selular pada pukul 23.00 WIB, Sabtu malam, empat jam sebelum kematian suami.
Baca: Penikam Polisi di Polda Sumut Teriak Allahu Akbar Saat Beraksi
Tidak seperti biasa, larut malam kali itu, Martua lebih lama berbincang dengan istri dan anak-anaknya. Dalam percakapan tersebut, Martua berkali-kali berpesan agar Mianna menjaga anak-anak mereka. Tak disangka, rupanya itu merupakan firasat perpisahan.
"Songgot do rohakku ito, jaga dak-danaki sai lalap inna tu ahu. Hape, di na so panagaman, hubegema nassogot, naung marujung ngoluna. (Betapa terkejutnya aku. Tak pernah aku berpikir begini akhirnya. Berkali-kali selalu dia ingatkan, supaya aku menjaga anak-anak kami. Rupanya, itulah kata-kata terakhirnya yang menandakan kami akan berpisah selamanya)," ujar Mianna dalam Bahasa Batak Toba.
Mianna yang didampingi beberapa anggota keluarga perempuannya menambahkan, awalnya mengetahui bahwa suaminya meninggal sekitar pukul 07.00, Sabtu pagi.
Baca: Densus 88 Mabes Polri Temukan Bendera, Buku, dan VCD tentang ISIS di Rumah Penyerang Polda Sumut
Kabar duka tersebut pertama ia peroleh dari keluarganya bermarga Simbolon, tinggal di desa yang tak jauh dari rumahnya. Simbolon mendatanginya, lalu memberi tahu berita dukacita yang diperolehnya.
"Keluarga do ro paboahon nassogot. Ai unang jo tangis ho, adong teroris di Polda, i pamate polisi. Hubege marga Sigalingging," katanya. (Keluarga yang datang ke sini pagi tadi. Katanya ada marga Sigalingging dibunuh teroris di Polda Sumut)," katanya menirukan ucapan Simbolon.
Martua menjadi korban kejahatan dua orang yang menurut polisi terduga teroris jaringan radikalis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Ia tewas bersimbah darah akibat ditusuk, dan lehernya digorok pakai senjata tajam oleh pelaku, diduga Syawaluddin Pakpahan dan Ardi, yang menyerang Mapolda Sumut, Minggu dini hari.
Baca: Usai Tikam Polisi Hingga Tewas, Dua Pelaku Nyaris Bakar Pos Jaga Mapolda Sumut
Setelah mengecek kebenaran kabar malang itu, ternyata tidak meleset. Mianna pun sudah meyakini, apalagi menyadari suaminya sedang piket pada malam takbiran, menjelang Idul Fitri 1438 Hijriah.
Terlihat, anaknya bernama Joel, tiba-tiba keluar dari kamar tidur, terbangun saat jam menunjukkan pukul 02.35 dini hari.
"Enggak bisa aku tidur mak," uca si anak.
Baca: Ini Kronologi Dua Teroris Serang Polisi di Polda Sumut
Hingga pukul 04.00, keluarga masih menunggu rombongan jenazah Aiptu Martua Sigalingging. Tempat persemayaman jenazah pun telah disiapkan di ruang depan rumah.
Para penunggu bergantian hadir menjadi pelipur lara bagi keluarga yang ditinggalkan. Hingga pagi, warga desa berbondong-bondong mendatangi rumah duka. (Arjuna Bakkara)