HUT Warta Kota ke 18
Ketukan Keras Tombol Keyboard Sudah Tidak Terdengar Lagi
Muncul pertanyaan, mengapa Warkot ketika itu tidak langsung saja menggunakan kamera digital?
WARTA KOTA, PALMERAH--Pada masa awal Warta Kota melangkah, boleh dikata para awak Warta Kota berada dalam dua dunia: analog, dan digital. Delapan belas tahun yang lalu memang saat era digital mulai merambah masyarakat Indonesia.
Tentu saja, Warta Kota mau tidak mau harus mengikuti arus zaman. Di sisi lain, sumber daya manusia yang menjadi tulang punggung redaksi adalah orang-orang era analog.
Para pionir redaksi Warkot adalah wartawan yang sudah berpengalaman puluhan tahun. Mereka bekerja dengan teknologi zaman itu.
Bagi wartawan tulis, mereka menulis naskah dengan mengggunakan mesin ketik yang menimbulkan suara khas. Suara ketukan tombol mesin ketik ini bisa terdengar sampai sejauh puluhan meter di ruang terbuka.
Ketika itu mesin ketik yang terkenal antara lain merek Brother dan Olympia.
Bagi wartawan foto, mereka memotret dengan menggunakan kamera manual yang menggunakan media film warna atau hitam-putih untuk merekam hasil jeperetan.
Kamera manual juga menimbulkan bunyi khas saat digunakan. Ketika itu kamera yang digunakan merek Nikon dan Canon. Film yang digunakan buatan Fuji atau Kodak.
Ketika kemudian para wartawan itu bekerja dengan mesin tulis digital, yakni personal computer (PC), tentu terjadi semacam "gegar budaya" alias kagok.
Ruang kerja redaksi menjadi ramai oleh suara ketukan tombol huruf keyboard, karena awak redaksi sudah terbiasa menggunakan mesin ketik, yang membutuhkan tenaga "ekstra" untuk menggerakkan tombol huruf.
Maka wajarlah keyboard kerap butuh diganti karena rusak.
Era transisi analog ke digital itu juga amat dirasakan oleh wartawan foto. Pada tahun pertama, wartawan foto Warkot masih menggunakan kamera SLR analog.
Ketika berada di lapangan mereka berbaur dengan rekan dari sejumlah media massa lain yang sudah menggunakan kamera digital. Tentulah ada sedikit rasa "minder" karena sang wartawan foto Warkot tergolong ketinggalan zaman, alias "jadul."
Maklum saja, dengan menggunakan kamera analog masih dibutuhkan proses lebih panjang supaya sang pemotret bisa melihat hasil jepretannya.
Proses itu adalah setelah satu rol film digunakan, maka butuh dilakukan "cuci film" kemudian dicetak pada kertas. Proses tersebut membutuhkan alat-alat yang sesuai fungsinya, yang tidak semuanya dipunyai Warkot.
Setelah foto dicetak barulah sang pemotret bisa melihat hasil jepretannya.