Kawasan Tanpa Rokok

DPRD DKI Kembali akan Bahas Raperda Kawasan Anti Rokok

Untuk masalah pembatasan area merokok, kita tetap harus melihat tempatnya.

Penulis: Mohamad Yusuf |
Warta Kota
Logo dilarang merokok. 

WARTA KOTA, BALAIKOTA - DPRD DKI Jakarta, hingga kini masih terus menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Pihaknya kembali akan membahas dengan berbagai pihak, agar nantinya bisa mengakomodir seluruh aspirasi pihak yang bersangkutan.

"Kami masih terus membahas Raperda KTR. Rencananya pekan depan akan kembali dilakukan rapat pembahasan. Yang terpenting, bagi kami jangan ada diskriminasi," kata Prasetio Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI Jakarta, di Kantor DPD PDIP DKI, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (26/5/2016).

Pihaknya, lanjut Prasetio atau Pras, akan menindaklanjuti seluruh aspirasi para pihak berkepentingan. Pasalnya, produsen rokok sendiri, termasuk perekrut Sumber Daya Manusia yang cukup banyak.

"Untuk masalah pembatasan area merokok, kita tetap harus melihat tempatnya. Kalau restoran, kafe, bahkan bandara, bisa ditempatkan area khusus. Karena jika memang pembatasannya diperketat, bisa berdampak dengan para petani tembakau nantinya," katanya.

Karena itu, pihaknya akan memanggil seluruh pihak berkepentingan untuk membicarakan masalah Raperda KTR tersebut.

Mulai dari pengusaha tembakau, produsen rokok, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) anti rokok, bahkan tidak menutup kemungkinan para penjual rokok.

"Pekan depan kami akan membahas Raperda KTR itu. Nanti kami juga akan undang pihak-pihak terkait. Agar tidak ada diskriminasi atau yang dirugikan. Bagaimanapun, rokok juga sebagai penghasil pajak yang besar melalui cukai. Banyak nasib warga kecil bergantung dengan produsen rokok. Tetap juga harus melihat dampak dari rokok itu juga sendiri. Artinya, kami melihat seluruh unsur agar tidak ada yang dirugikan," tegasnya.

Penghidupan 6 Juta Masyarakat

Sementara itu, organisasi sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) Indonesia, tetap menanti Raperda KTR tersebut. Pihaknya tidak menolak dengan diberlakukan raperda itu.

Namun, mereka hanya meminta agar tidak merugikan seluruh pihak.

Termasuk dengan semakin kuatnya desakan LSM anti-tembakau nasional dan asing, agar Pemerintah Indonesia segera melakukan ratifikasi terhadap Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI), Djoko Wahyudi, menilai bahwa produsen rokok di Indonesia telah memberikan penghidupan bagi lebih dari 6 juta masyarakat Indonesia. Serta merupakan penyumbang pajak ketiga terbesar negara, sebesar Rp 173,9 triliun di tahun 2015.

“Salah satu pedoman dalam FCTC melarang penggunaan bahan tambahan dalam rokok, termasuk cengkih, sedangkan 95 persen rokok di Indonesia merupakan rokok kretek yang menggunakan cengkeh. FCTC akan mematikan rokok kretek yang merupakan produk asli Indonesia, kami berharap dan meminta Pemerintah tetap berkomitmen melindungi IHT nasional secara keseluruhan, yang mencakup petani, pekerja, dan pelaku industri,” kata Djoko Wahyudi.

Karena itu, Paguyuban MPSI yang menyerap lebih dari 40.000 tenaga kerja secara langsung di berbagai daerah di Indonesia, itu bersama IHT telah menyampaikan kekhawatirannya melalui surat bersama kepada Presiden Joko Widodo.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved