Citizen Journalism
Selfie, Antara Suka dan Benci
Sudah menjadi hal yang lumrah bila kita melihat seseorang memotret dirinya sendiri, hingga bergaya seperti paruh bebek pun dianggap menarik.
Sudah banyak bermunculan di berbagai media, seseorang yang terluka atau bahkan meninggal karena asyik ber-selfie-ria.
Hal ini dikarenakan situasi dan kondisinya yang sangat membahayakan sekali.
Adapun tujuan ber-selfie-ria tersebut untuk bisa diunggahnya ke media sosial. Dan mendapatkan likes or love adalah hal yang dibilang membanggakan.
Tapi apa guna mengumpulkan sebanyak mungkin likes or love, ketika nyawa Anda adalah taruhannya.
Beranjak dari permasalahan selfie yang ekstrim, tentu saja selfie juga punya kaitan erat dengan media sosial.
Tujuannya mengunggah ke media sosial demi mendapat likes or love dilakukan dengan berbagai cara.
Salah satunya adalah mempercantik diri menggunakan sebuah aplikasi.
Sudah banyak kita temukan beragam aplikasi yang tujuannya membuat foto menjadi secantik mungkin.
Hal ini tentu saja dapat diartikan bahwa ada rasa ketidakpercayaan pada diri sendiri, hingga harus seperti itu.
Sebagai epilog, bicara selfie tentu saja tak ada habisnya.
Selalu saja ada perdebatan, baik yang pro maupun kontra. Sulit untuk bisa menyamakan pandangan dari dua atau lebih manusia.
Ambil bagian tengahnya saja, ber-selfie lah pada konteks, situasi dan kondisi yang tepat, dan jangan berlebihan, karena segala sesuatu yang berlebih itu tidak baik.
Sekadar mengingatkan saja, jangan karena selfie membuat kita selfish.
Fariz Anshar,
lengaindonesia.blogspot.co.id
Mahasiswa Universitas Mataram