Citizen Journalism
Selfie, Antara Suka dan Benci
Sudah menjadi hal yang lumrah bila kita melihat seseorang memotret dirinya sendiri, hingga bergaya seperti paruh bebek pun dianggap menarik.
WARTA KOTA, PALMERAH - Dewasa ini, sudah menjadi hal yang lumrah bila kita melihat seseorang memotret dirinya sendiri, hingga bergaya seperti paruh bebek pun dianggap menarik.
Kegiatan memotret diri sendiri itu dinamakan self-portrait, yang kerapkali disebut selfie.
Kegiatan ini nampaknya sudah menjadi tren di berbagai kalangan, baik muda maupun tua. Maka dari itu, hampir semua orang di Indonesia telah mengenal apa itu selfie.
Fenomena selfie tentu saja mencuri perhatian publik.
Ada yang pro, namun tak sedikit pula yang kontra akan kehadiran selfie.
Sebagian orang beranggapan dengan ber-selfie akan memupuk rasa percaya diri. Serta lebih mudah untuk memotret diri sendiri tanpa menyusahkan orang lain.
Namun yang kontra akan kehadiran selfie juga punya alasan tersendiri.
Banyak yang menilai dengan ber-selfie hanya menunjukan narsisme dan supaya eksis.
Bila dilihat, baik pro maupun kontra masing-masing punya alasan tersendiri yang masuk akal.
Terlepas dari apakah kita masuk yang pro atau kontra, bahwa sebenarnya kehadiran selfie juga karena didukung kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan bermunculannya ponsel pintar yang telah dilengkapi kamera serta ditunjang dengan harga yang bervariasi, menjadikan alasan di balik banyaknya seseorang ber-selfie-ria.
Selain ponsel pintar tadi, juga adanya tongkat narsis atau tongsis yang sangat berperan dalam mengangkat tren berselfie.
Jadi bila ponsel pintar disandingkan dengan tongsis, maka lengkaplah sudah seseorang untuk bisa ber-selfie-ria dengan mudah.
Yang patut dicermati adalah mulai banyaknya selfie yang sifatnya ekstrim.
Maksudnya adalah, seseorang yang melakukan selfie namun dalam situasi dan kondisi yang bisa mengancam nyawanya.