Lipsus Edisi Cetak

Celah Suap Uji Kir Tetap Ada

Meski pembayaran uji kir akan dilakukan cara transfer, bukan berarti bisa menghapus praktik suap di PKB

Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Bayar uji kir masih dilakukan secara manual 

WARTA KOTA, PALMERAH - Pemprov DKI berencana mengubah mekanisme pembayaran uji kendaraan bermotor (kir) dari sebelumnya tunai menjadi nontunai dengan cara transfer via Bank DKI. Hal ini bertujuan untuk menghapus praktik suap di lingkungan Balai Pengujian Kendaraan Ber­motor (PKB) di wilayah DKI Jakarta.

Menurut Ellen Tangkudung, anggota Komisi Kelaikan dan Keselamatan Dewan Transportasi Kota Jakarta (KKK DTKJ), pengubahan mekanisme pembayaran itu belum tentu menghilangkan praktik suap uji kir. Ada celah lain yang bisa dimanfaatkan calo atau pihak lain untuk menyuap.

"Misalnya menyuap agar kendaraannya cepat dilayani. Itu terjadi karena kapasitas balai pengujian masih kurang. Sering sekali terjadi antrean panjang, misalnya di PKB Ujung Menteng, sehingga orang menunggu berjam-jam. Apalagi semenjak (Balai PKB) Kedaung Angke, Cengkareng, Jakarta Barat ditutup. Akhirnya terjadi praktik suap," ujar Ellen kepada Warta Kota, Rabu (12/11).

"Kalau kapasitas pengujian kir tak ditambah, tetap bisa terjadi pungli juga. Karena, orang kan selalu mau lebih cepat proses kir-nya. Kalau nggak tidak bisa mencari uang karena mobil yang dibawa tidak bisa beroperasi," ujar Ellen.

Salam tempel

Celah lain yang bisa dimanfaatkan sopir maupun oknum petugas, misalnya salam tempel demi memastikan kendaraan lulus uji kir. Seperti diketahui, lulus atau tidaknya uji kir kendaraan tetap harus membayar sesuai tarif. Yakni Rp 87.000 untuk truk dan angkutan umum, Rp 62.000 untuk taksi, Rp 71.000 untuk mobil kursus mengemudi, dan lainnya.

Karena itu, meski nantinya sopir telah membayar via Bank DKI, belum tentu kendaraannya lulus uji kir. Hal inilah yang disinyalir bisa menjadi lahan suap. "Ya, mungkin saja ada kendaraan yang harusnya tidak lulus tapi diluluskan dengan cara itu (salam tempel)," ucap akademisi dari Universitas Indonesia (UI) itu.

Menurut Ellen, faktor pengawasan menjadi hal yang penting untuk menghapus praktik KKN di lingkungan Balai PKB. Masyarakat harus menjadi ujung tombak pengawasan. Selain itu, pemerintah juga harus bisa mengawasi kemungkinan adanya praktik kotor. "Kalau memang terjadi kecurangan, pejabatnya harus diganti. Jadi harus ada pengawasan ketat," ujar Ellen.

Namun, Ellen tetap memuji langkah Pemprov DKI mengubah mekanisme pembayaran kir dari tunai menjadi nontunai. Namun, itu baru salah satu dari beragam hal yang mesti dilakukan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.

Mengenai kompetensi tenaga penguji di Balai PKB, Ellen mengaku tidak ragu lagi. Menurutnya, penguji kir bukan orang sembarangan. Mereka petugas bersertifikat. Ada sekolahnya khusus di Tegal. Kualitas alat uji juga sudah baik, dan terkalibrasi dengan rutin. (Harian Warta Kota)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved