Gaji Tukang Kubur Rp 33 Ribu

Nasib penggali kubur di Jakarta begitu memprihatinkan. Seorang petugas mengaku hanya memperoleh honor Rp 100 ribu per tiga bulan atau Rp 33 ribu per bulan.

|

Palmerah, Wartakotalive.com

Nasib penggali kubur di Jakarta begitu memprihatinkan. Seorang petugas mengaku hanya memperoleh honor Rp 100 ribu per tiga bulan atau Rp 33 ribu per bulan.

Padahal, keberadaan para penggali kubur di Tempat Pemakaman Umum (TPU) sangat penting. Mereka merupakan ujung tombak di setiap TPU. Selain menggali tanah untuk kuburan, mereka juga bertugas merawat dan menjaga makam. Jumlah TPU di Jakarta ada 77 lokasi yang tersebar di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Kepulauan Seribu. Jika setiap TPU memiliki 10 penggali kubur saja, maka di Jakarta diperkirakan ada 770 penggali kubur.

Muhamad Yusuf (41) salah seorang penggali kubur di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan, mengaku selama dirinya bekerja sebagai penggali kubur hanya mendapatkan honor Rp 100.000 per tiga bulan.

"Kalau honor dari Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Selatan melalui kantor TPU Mentengpulo, saya cuma dapat Rp 100.000 per tiga bulan. Saya lupa sejak tahun berapa honor sebesar itu saya terima," ucap pria kelahiran Jakarta ini saat ditemui Warta Kota, di TPU Mentengpulo, Jakarta, Senin (19/11).

Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, lelaki yang harus menghidupi istri dan lima anak yang masih sekolah di SMP dan SD ini bersandar pada kemurahan hati para ahli waris yang makamnya dijaga. Diluar itu, dia pun masih memperoleh honor jika ada warga yang meninggal. "Setiap menggali kuburan ada honornya Rp 400.000 namun dibagi 4 karena yang mengerjakan 4 orang," jelasnya.

Maka tak heran kalau Mu­hamad Yusuf bersama kawan-kawanya selalu berharap ada orderan untuk menggali kuburan. "Kalau lagi ramai bisa dua atau tiga kali sehari," tambahnya.

Sedangkan honor dari ahli waris jumlahnya bervariasi, mulai Rp 25.000 sampai Rp 75.000 sebulan. Kalau dirata-ratakan perbulanya, Muhamad paling tinggi mengantongi Rp 1.000.000. "Ya dicukup-cukupin saja, mau gimana lagi rejekinya cuma segitu," ujar Ahmadin sambil tersenyum kecut.

Pria yang sudah menjadi penggali kubur sejak tahun 1990-an ini mengaku, setiap hari hanya memakan nasi dengan lauk tempe dan tahu serta sambal. "Jarang saya bisa membeli daging buat makan keluarga. Makan sama tempe dan tahu pun jadi, walaupun kadang suka ada tambahan sayur asem khas istri," katanya.

Daging bagi keluarga Ahmadi adalah barang mewah yang diperolehnya hanya setahun sekali jika ada pemberian daging kurban. Makanya, kata warga Kelurahan Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan ini, kaget ketika tahu bahwa harga daging sekarang sudah mendekati angka Rp 100.000/kg. "Setara dengan honor saya selama tiga bulan," katanya sambil terkekeh.

Penggali kubur lainnya, Wasja (69) atau yang biasa dipanggil Jaja, pekerja di TPU Kampung Mangga, Plumpang, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara, mengaku mendapatkan honor gali kubur dari pihak Sudin Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Utara Rp 300.00 per lubang. Dari jumlah tersebut, lanjut Jaja, dia bagikan kepada dua penggali kubur lainnya yang membantu. Di TPU itu sendiri, sebenarnya hanya dirinya yang bertugas sebagai penggali kubur. Namun, terkadang ia meminta bantuan kepada kawan atau anaknya untuk membantunya.

Diakuinya, terkadang uang hasil galiannya itu kerap diterimanya terlambat. Keterlambatannya hingga sebulan lebih. Untuk menerima uang tersebut, ia mengambil langsung ke Suku Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta Utara tiap akhir bulan. "Ya kalau bulan ini ada 2 makam, tinggal dikalikan saja Rp 300.000 maka saya dapat Rp 600.000," katanya.

Jaja dilarang memungut biaya kepada ahli waris untuk penggalian kubur tersebut. Meskipun, ia kerap diberikan 'uang rokok' dari ahli waris. "Biasanya saya dikasih Rp 5.000 sampai Rp 20.000 dari ahli waris, jarang yang kasih Rp 50.000 atau Rp 100.000 karena di sini memang kebanyakan yang dimakamkan orang-orang kurang mampu," katanya.

Jumlah uang yang diterimanya itu tak cukup untuk menghidupi keluarganya. Karena itu pula, untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya, Jaja kerap menjadi pembersih makam. Ia membersihkan makam jika ahli waris datang berziarah.

"Ya, di sini nggak ada yang ngasih biaya perawatan makam per bulan atau per tahun, ya mereka cuma saat ziarah saja baru membereskan makamnnya. Padahal saya mau saja walau cuma Rp 10.000 per bulan untuk ngurus makam seseorang," katanya.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved