Moeldoko Tak Rela Pembuat dan Penyebar Hoaks Bikin Gonjang-ganjing Lalu dengan Mudahnya Minta Maaf
Moeldoko meminta agar seluruh pihak menyadari betapa pentingnya mewaspadai fenomena 'revolusi jari', yang muncul melalui penyebaran hoaks.
KEPALA Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko meminta agar seluruh pihak menyadari betapa pentingnya mewaspadai fenomena 'revolusi jari', yang muncul melalui penyebaran hoaks.
Menurutnya, sejak dini hal tersebut perlu disadari, agar strategi bisa segera disiapkan demi menangkis fenomena itu.
Pernyataan tersebut ia sampaikan saat menghadiri acara 'Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Kehumasan dan Hukum Seluruh Indonesia,' yang digelar oleh Kementerian Dalam Negeri.
• Moeldoko Minta Semua Pihak Waspadai Revolusi Jari Jika Tidak Ingin Menjadi Bangsa Tertinggal
"Tolong ini disadari dengan baik, kalau kita tidak sadari dengan baik, maka kita tidak punya strategi harus seperti apa," ujar Moeldoko di Birawa Hall, Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (11/2/2019).
Saat ini, kata dia, sudah banyak yang 'latah' ingin memiliki keahlian sebagai wartawan, lantaran apa yang mereka foto maupun tulis ingin dimuat selayaknya produk media mainstream.
Bahkan, banyak pula berita yang tidak valid namun menjadi viral karena efek 'pembenaran', bukan berdasar pada informasi yang mengandung unsur kebenaran.
• Moeldoko: Kerja Luar Biasa Pemerintah Dipatahkan oleh Semburan Berita Bohong dan Fitnah
"Berikutnya, sekarang yang saya katakan netizen media, semua orang bisa memberitakan apapun, karena hampir semua orang Indonesia membawa handphone, memfoto, dilempar hingga menjadi viral," tutur Moeldoko.
Menurutnya, beberapa tahun lalu, awak media lah yang memonopoli pemberitaan. Namun, tentunya awak media memiliki mekanisme yang benar dalam meluncurkan produk berita.
Berbeda dengan saat ini, pemberitaan yang lebih banyak beredar di media sosial itu didominasi oleh konten yang bersifat 'paradoks' atau tidak sesuai informasi yang benar.
• Sejoli Edarkan Sabu di Tambora Atas Perintah Napi Lapas Cipinang, Satu Orang Diupah Rp 2 Juta
Peredaran konten paradoks yang masif dan konsisten, kata Moeldoko, nyatanya tidak diimbangi tanggung jawab mereka yang berada di baliknya, yang hanya berani meminta maaf saja.
"Kalau dulu berita hampir sebagian besar dimonopoli wartawan. Wartawan punya check and balances, pasti dicek dulu, sekarang enggak, siapa pun bisa mengatakan, (berita) paradoks, dengan mudahnya minta maaf," papar Moeldoko.
Lebih lanjut mantan Panglima TNI ini menyoroti apa yang dilakukan dalang peredaran hoaks itu. Oleh karena itu, ia meminta agar situasi yang sedemikian mengkhawatirkan tersebut bisa menjadi pelajaran untuk penerapan strategi pada setiap kementerian dan lembaga, dalam menghadapi perkembangan fenomena 'revolusi jari'.
• Masak Nasi Lalu Ditinggal untuk Antar Anak Sekolah, Bengkel Ketok Magic Mobil di Cilandak Kebakaran
"Bisa dibayangkan, buat gonjang-ganjing, lalu minta maaf. Itu enggak sekali dua kali. Situasi yang saya gambarkan ini, tolong kita konfirmasi kepada diri kita dan institusi yang kita pimpin," beber Moeldoko.
Ia pun mengaku tidak rela jika berita hoaks itu terus menyerang dan mendiskreditkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
"Relakah kita, pimpinan kita menjadi korban dari sebuah pemberitaan yang kita tidak melakukan apa pun (yang ada dalam pemberitaan itu)? Kalau saya tidak rela, sungguh saya tidak rela," tegas Moeldoko.
• Reklame Billboard Diganti LED, BPRD DKI Ingin Jakarta Seperti Hong Kong dan Singapura