Kuliner Padang
Christine Hakim dan Kripik Balado Padang "Warisan Rasa dari Ranah Minang"
Christine Hakim, Perempuan Minang yang Meramu Rasa dan Ketulusan dalam Kripik Balado Ikonik
Penulis: Joanita Ary | Editor: Joanita Ary
WARTAKOTALIVECOM, Padang — Di sebuah sudut kota yang sarat sejarah dan kuliner, ada satu toko oleh-oleh yang tak pernah sepi.
Toko itu bernama Toko Kripik Balado Christine Hakim, penjaga cita rasa yang sudah melegenda.
Pemiliknya, Christine Hakim, bukan figur panggung atau sarjana kuliner, melainkan perempuan sederhana yang bekerja sepenuh hati dan meyakini bahwa kerja keras adalah takdir yang bisa dipilih.
Christine selalu tampil rapi, dengan senyum hangat menghiasi wajah cantiknya yang alami.
Ia bukan pencari sorotan, tetapi pelaku kerja yang tangannya sibuk setiap hari meramu singkong, cabai, dan bumbu menjadi kripik balado yang sedapnya melekat di lidah dan hati para perantau maupun pelancong.
Cerita itu dimulai pada era 1980-an, ketika ia membantu kakaknya yang merintis usaha serupa.
Meski hanya lulusan sekolah dasar, namun ia rela bekerja dari dasar, mengupas singkong, menggoreng, mencampur sambal, hingga mengemas.
“Saya hanya bisa itu, jadi saya lakukan sebaik-baiknya,” ujarnya mengenang.
Saat menikah di usia 34 tahun, suaminya belum bekerja.
Tapi itu tidak mematahkan tekad Christine.
Ia memulai usahanya sendiri dari dapur rumahnya, dengan hanya bermodalkan semangat dan bahan baku lokal terbaik yakni singkong bersih, cabai merah segar, dan minyak kelapa murni.
Ketika itu minyak kelapa yang digunakan dibelinya dari pabrik minyak kelapa legendaris bernama Ahong, yang telah beroperasi sejak zaman Belanda.
Namun saat pabrik Ahong tutup, Christine tetap menjaga kualitas.
Ia lantas memilih minyak kelapa dari Riau meski harganya lebih mahal.
“Saya tidak mau asal. Minyak kelapa bikin kripik sehat dan enak. Tidak bikin serak,” jelasnya.
Usaha yang dimulai dari rumah kini berkembang menjadi ikon oleh-oleh Padang.
Christine menabung sedikit demi sedikit, membeli ruko, memperluas dapur, dan membuka lapangan kerja bagi warga.
Ia juga menerima makanan buatan masyarakat, membelinya tunai, dan memasarkannya di tokonya, sebuah bentuk pemberdayaan nyata yang dijalankan tanpa banyak bicara.
Tak hanya kreatif di dapur, Christine juga lihai dalam hal kemasan.
Dari plastik kresek hitam, ia beralih ke plastik putih berlogo, lalu ke dus elegan dengan tali pengikat.
Mesinnya didatangkan dari Medan.
Bentuk sederhana tapi revolusioner bagi oleh-oleh kota Padang. Hasilnya, tak jarang dus-dus itu terlihat di bandara, dibawa pulang oleh pejabat, perantau, hingga pelancong asing.
Di usia yang terus bertambah matang, Christine tetap memegang filosofi hidup yang sederhana.
“Saya tidak pernah berhutang. Kalau dapat 10, saya tabung 7. Sisanya buat modal dan belanja. Hidup jadi tanpa beban,” katanya dengan senyum tenang.
Keberkahan hidup juga ia rasakan lewat empat anaknya yang tumbuh seiring berkembangnya usaha.
Menjelang akhir, Christine Hakim menitip pesan kepada generasi muda yang baru memulai usaha
“Mulailah dari bawah. Kerjakan apa yang kamu kuasai dan sukai. Jangan gengsi. Jangan takut menangkap peluang. Rajin menabung, jangan tergiur berutang. Semua bisa dicapai dengan ketekunan.”
Dari keteledanan di dapur hingga kebijaksanaan dalam hidup, Christine Hakim menunjukkan bahwa kesuksesan tidak semata soal kemasan atau keuntungan, tetapi tentang kejujuran, ketekunan, dan keberanian bermimpi, meski dimulai dari langkah yang kecil.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/christine-hakim-kripik-balado.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.