Berita Nasional

Ikut Perintah Prabowo, Purbaya Siapkan Rp20 Triliun untuk Lunasi Tunggakan Iuran BPJS​​​

Ikut perintah Presiden RI Prabowo Subianto, Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menyiapkan Rp 20 triliun untuk menghapus tunggakan iuran BPJS

Editor: Desy Selviany
Kompas TV
EFISIENSI ANGGARAN PURBAYA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan tidak akan menggunakan cara pandang soal efisiensi anggaran dengan menerapkan kebijakan pemblokiran anggaran atau memotongnya, seperti yang biasa dilakukan di era Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati. Menurut Purbaya konsep efisiensi anggaran yang selalu dilakukan dan identik dengan pemangkasan pagu kementerian/lembaga atau menahan anggaran, adalah sebuah kesalahpahaman. 

WARTAKOTALIVE.COM - Ikut perintah Presiden RI Prabowo Subianto, Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa menyiapkan Rp 20 triliun untuk menghapus tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan.

Tunggakan iuran BPJS itu mulai dibayarkan pemerintah tahun depan. 

Ia menyebut anggaran tersebut sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. 

“Tadi diminta dianggarkan Rp 20 triliun sesuai dengan janji Presiden. Itu sudah dianggarkan,” kata Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/10/2025) seperti dimuat Kompas.com.

Namun demikian ada satu syarat dari Purbaya untuk BPJS Kesehatan. 

Purbaya meminta Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memperbaiki pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional (JKN). 

Perbaikan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan dan menekan kebocoran anggaran. 

Purbaya pun telah melakukan pertemuan dengan Ali Ghufron di Kantor Kemenkeu pada hari ini, Rabu (22/10/2025), untuk membahas perbaikan BPJS Kesehatan. 

"Jadi saya minta mereka untuk melakukan perbaikan pelaksanaannya di lapangan, jadi yang bocor-bocor dibetulin," ucapnya saat ditemui usai rapat. 

Menurutnya, terjadi inefisiensi dalam anggaran BPJS Kesehatan. 

Misalnya, ada sejumlah program dari Kementerian Kesehatan yang mewajibkan rumah sakit membeli alat kesehatan dengan harga mahal dan jumlah yang banyak. 

Baca juga: BPJS Kesehatan 1,3 Juta Warga Jakarta Terancam Dihapus Imbas Anggaran, PSI: Berpotensi Chaos

"Katanya ada rumah sakit dengan peraturan kementerian yang ada, itu harus punya 10 persen alat ventilator. Padahal sekarang kan sudah enggak zaman Covid lagi, sehingga tidak semuanya dipakai.

Akhirnya, karena mereka terpaksa sudah beli, setiap ada pasien ya dilewatin ke alat itu, sehingga target ke BPJS-nya besar," papar Purbaya

Maka dari itu, Purbaya meminta untuk dilakukan penataan kembali mengenai ketentuan pembelian alat kesehatan oleh rumah sakit yang melayani peserta BPJS Kesehatan. 

Termasuk berkoordinasi kembali dengan Kementerian Kesehatan untuk memperbaharui ketentuan layanan BPJS Kesehatan. 

"Mereka sudah mengungkapkan ada banyak program-program mungkin dari Kemenkes yang mewajibkan rumah sakit membeli alat-alat yang kemahalan dan kebanyakan. Jadi saya bilang, diskusi saja dengan Kemenkes, kita kurangi yang begitu-begitu," kata dia. 

Di sisi lain, Purbaya mengaku tertarik dengan departemen IT di BPJS Kesehatan yang memiliki tim dalam jumlah besar, yakni mencapai 200 pegawai. 

Menurutnya, hal tersebut bisa menjadi kunci efisiensi operasional BPJS Kesehatan. Ia pun meminta tim IT mengembangkan sistem yang bisa mendeteksi potensi-potensi kecurangan dan terintegrasi secara nasional.

"Gede banget timnya. Saya bilang, ya sudah bikin lebih optimal dengan cara mengintegrasikan seluruh IT mereka di seluruh Indonesia dan pakai AI," kata Purbaya

"Sehingga program nanti kalau sudah klaim-klaim yang tidak jelas kelihatan langsung terdeteksi. Misalnya, sakit ini harusnya ini, ini, ini. Rumah sakit sana mintanya obatnya lain. Itu kan patut investigasi. Yang gitu-gitu akan diselesaikan dengan cepat," tambahnya.

Sebelumnya Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pemerintah masih mematangkan soal rencana pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan. 

Sebab, menurut Prasetyo, masih ada data yang harus diverifikasi karena ada perubahan pada kelas tertentu. 

Sedangkan perubahan itu ternyata masih meninggalkan tunggakan di kelas yang lama. 

Oleh karena masalah itu, Mensesneg mengatakan, berdampak terhadap perhitungan terkait jumlah hingga kriterianya. 

“Sedang kita hitung semua ya, baik apa namanya, kriteria, kemudian jumlah. Karena misalnya ada data yang harus kita verifikasi karena ternyata perubahan dari kelas tertentu ke kelas tertentu tapi masih ada tunggakan di kelas yang lama,” kata Prasetyo di Kantor Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM), Jakarta, Jumat (17/10/2025).

(Wartakotalive.com/DES/Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved