Kasus Silfester

Refly Harun dan Pengacara Silfester Berdebat Soal Kedaluwarsa Hukuman, Paparkan Hitungan Versi KUHP

Pakar hukum tata negara Refly Harun gemas pada logika berpikir pengacara dari Silfester Matutina soal kedaluwarsa hukuman.

Editor: Valentino Verry
Tangkap layar Youtube
VONIS SILFESTER - Pendukung setia Jokowi, Silfester Matutina (kanan) ngamuk saat dikatai goblok oleh Rocky Gerung (kiri). Kini, Silfester menghadapi eksekusi hukuman penjara 1,5 tahun atas pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Publik tentu gemas melihat Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, masih bebas berkeliaran.

Padahal, pendukung setia Joko Widodo alias Jokowi itu sudah divonis oleh pengadilan hingga ke tingkat banding, dan Mahkamah Agung menyatakan hukuman 1,5 tahun penjara untuk Silfester.

Namun, Silfester seolah tak tersentuh, citra hukum Indonesia pun memburuk.

Baca juga: Kejagung Ngaku Kesulitan Mencari, Pengacara Pastikan Silfester Matutina Tak Kabur: Masih di Jakarta

Seperti diketahui, Silfester terjerat kasus pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla.

Terbaru, kuasa hukum Silfester, Lechumanan menyebut, eksekusi terhadap kliennya tidak perlu dilaksanakan lagi lantaran sudah kedaluwarsa.

Dia mengklaim terkait eksekusi tersebut sejatinya sudah tak bisa dilakukan seusai gugatan yang dilayangkan oleh Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKI) ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

"Jelas gugatannya ditolak. Artinya apa? Eksekusi tidak perlu dilaksanakan lagi. Bahwa peristiwa tersebut telah kedaluwarsa dan tidak patut untuk dieksekusi lagi," papar Lechumanan dikutip dari Tribunnews.com.

Baca juga: Kejagung tak Berani Menahan Silfester Matutina, Anang Supriatna: Itu Kewenangan Kejari Jaksel

Sementara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Peradi Bersatu Ade Darmawan mengatakan eksekusi pidana terhadap Silfester sudah kedaluwarsa, jika menilik Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 84 ayat 2 dan 3 yang berbunyi:

2) Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya 2 tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya 5 tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah 1/3.
3) Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lamanya pidana yang dijatuhkan.

Waktu pelaksanaan pidana terhadap Silfester, kata Ade, sudah kedaluwarsa. 

Baca juga: Tanggapan Jusuf Kalla Soal PK Silfester Matunina yang Digugurkan Hakim PN Jaksel

Sebab, telah melebihi dari lamanya vonis pidana yang dijatuhkan, mengacu pada KUHP Pasal 84 ayat 3.

Hal itu disampaikan Ade dalam program Kompas Petang yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Jumat (10/10/2025).

Masih dalam program yang sama, pakar hukum tata negara Refly Harun pun bereaksi.

Menurut Refly, ada logika sesat yang disampaikan Ade Darmawan soal vonis Silfester.

Menurut Refly, masa kedaluwarsa pidana Silfester adalah 16 tahun, yang mana masih sangat lama batasnya.

VONIS SILFESTER - Pakar hukum tata negara Refly Harun gemas pada logika berpikir kasa hukum Silfester Matutina soal kedaluwarsa hukuman.
VONIS SILFESTER - Pakar hukum tata negara Refly Harun gemas pada logika berpikir kasa hukum Silfester Matutina soal kedaluwarsa hukuman. (Kompas.com)

Saat dijerat dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ancaman pidana yang dihadapi Silfester Matutina paling lama adalah 9 bulan dan 4 tahun penjara.

Sehingga, hitungan daluwarsa pelaksanaan pidana Silfester seharusnya adalah 16 tahun.

Angka itu dihitung menurut ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Pasal 136 ayat 1 huruf c. juncto Pasal 142 ayat 1 dan 2, serta KUHP Pasal 78 ayat 1 angka 3 dan Pasal 84 ayat 2.

Dengan ancaman hukuman 4 tahun, maka kedaluwarsa tuntutan Silfester adalah 12 tahun.

Sehingga, waktu kedaluwarsa pidana Silfester menggunakan rumus hukum tuntutan ditambah sepertiganya, yakni 12 + (1/3 x 12) = 16 tahun.

"Gini ya, kalau dia diancam hukuman 4 tahun, maka daluwarsa (tuntutannya) itu 12 tahun, waktu (kedaluwarsa) eksekusi ditambah 1/3 itu yang membedakan. Jadi 12 tahun plus 1/3, 16 tahun," kata Refly.

Kemudian, Refly menilai, jika pun masa pelaksanaan pidana Silfester telah kedaluwarsa, Kejaksaan Agung RI tidak akan sembarangan menyatakan akan mencari dan mengeksekusi relawan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) itu.

"Kejaksaan itu tidak bodoh. Kalau sudah daluwarsa seperti yang Anda katakan, mereka tidak mungkin mengeluarkan statement macam-macam bahwa mereka akan mencari dan lain sebagainya," paparnya.

Refly lantas menyebut, seharusnya advokat tetap fair atau adil, jika putusan sudah inkrah, janganlah mencari celah untuk menghindar demi membela klien.

"Menurut saya, seorang lawyer, membela klien memang boleh, tetapi kalau putusan sudah inkrah, berkekuatan hukum tetap, jangan mencari-cari celah untuk menghindari hukuman," ujar Refly.

"Karena kalau begitu, kita bukan negara hukum lagi. Ada orang tidak patuh hukum, bukannya ditambah hukumannya, tetapi malah dihapus hukumannya," tegasnya.

Sebagai informasi, ada dua jenis kedaluwarsa atau daluwarsa dalam pelaksanaan hukum pidana, yakni daluwarsa penuntutan dan daluwarsa pelaksanaan putusan.

Daluwarsa penuntutan adalah batas waktu bagi negara untuk menuntut seseorang sebelum adanya putusan pengadilan.  

Sementara, daluwarsa menjalankan pidana adalah batas waktu bagi negara untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap setelah hukuman dijatuhkan.

Adapun masa daluwarsa penuntutan dan daluwarsa menjalankan pidana sama-sama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang lama dan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku mulai 2026 nanti.

Dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, daluwarsa penuntutan dan daluwarsa pelaksanaan pidana diatur dalam pasal-pasal berikut ini:

Pasal 136 ayat 1 huruf c. yang berbunyi:
Kewenangan penuntutan dinyatakan gugur karena kedaluwarsa apabila:
c. setelah melampaui waktu 12 (dua belas) tahun untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun

Pasal 142 ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
1) Kewenangan pelaksanaan pidana gugur karena kedaluwarsa setelah berlaku tenggang waktu yang sama dengan tenggang waktu kedaluwarsa kewenangan menuntut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136, ditambah 1/3.
2) Tenggang waktu kedaluwarsa pelaksanaan pidana harus melebihi lama pidana yang dijatuhkan kecuali untuk pidana penjara seumur hidup.

Sementara, daluwarsa tuntutan dan daluwarsa pelaksanaan pidana dalam KUHP diatur dalam Pasal 78 ayat 1 angka 3 dan Pasal 84 ayat 2.

KUHP Pasal 78 ayat 1 angka 3. berbunyi:
Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
3. terhadap kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 tahun, sesudah 12 tahun

KUHP Pasal 84 ayat 2, yang berbunyi:
Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya 2 tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya 5 tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah 1/3.


Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved