Kasus Silfester
Refly Harun dan Pengacara Silfester Berdebat Soal Kedaluwarsa Hukuman, Paparkan Hitungan Versi KUHP
Pakar hukum tata negara Refly Harun gemas pada logika berpikir pengacara dari Silfester Matutina soal kedaluwarsa hukuman.
Saat dijerat dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ancaman pidana yang dihadapi Silfester Matutina paling lama adalah 9 bulan dan 4 tahun penjara.
Sehingga, hitungan daluwarsa pelaksanaan pidana Silfester seharusnya adalah 16 tahun.
Angka itu dihitung menurut ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Pasal 136 ayat 1 huruf c. juncto Pasal 142 ayat 1 dan 2, serta KUHP Pasal 78 ayat 1 angka 3 dan Pasal 84 ayat 2.
Dengan ancaman hukuman 4 tahun, maka kedaluwarsa tuntutan Silfester adalah 12 tahun.
Sehingga, waktu kedaluwarsa pidana Silfester menggunakan rumus hukum tuntutan ditambah sepertiganya, yakni 12 + (1/3 x 12) = 16 tahun.
"Gini ya, kalau dia diancam hukuman 4 tahun, maka daluwarsa (tuntutannya) itu 12 tahun, waktu (kedaluwarsa) eksekusi ditambah 1/3 itu yang membedakan. Jadi 12 tahun plus 1/3, 16 tahun," kata Refly.
Kemudian, Refly menilai, jika pun masa pelaksanaan pidana Silfester telah kedaluwarsa, Kejaksaan Agung RI tidak akan sembarangan menyatakan akan mencari dan mengeksekusi relawan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) itu.
"Kejaksaan itu tidak bodoh. Kalau sudah daluwarsa seperti yang Anda katakan, mereka tidak mungkin mengeluarkan statement macam-macam bahwa mereka akan mencari dan lain sebagainya," paparnya.
Refly lantas menyebut, seharusnya advokat tetap fair atau adil, jika putusan sudah inkrah, janganlah mencari celah untuk menghindar demi membela klien.
"Menurut saya, seorang lawyer, membela klien memang boleh, tetapi kalau putusan sudah inkrah, berkekuatan hukum tetap, jangan mencari-cari celah untuk menghindari hukuman," ujar Refly.
"Karena kalau begitu, kita bukan negara hukum lagi. Ada orang tidak patuh hukum, bukannya ditambah hukumannya, tetapi malah dihapus hukumannya," tegasnya.
Sebagai informasi, ada dua jenis kedaluwarsa atau daluwarsa dalam pelaksanaan hukum pidana, yakni daluwarsa penuntutan dan daluwarsa pelaksanaan putusan.
Daluwarsa penuntutan adalah batas waktu bagi negara untuk menuntut seseorang sebelum adanya putusan pengadilan.
Sementara, daluwarsa menjalankan pidana adalah batas waktu bagi negara untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap setelah hukuman dijatuhkan.
Adapun masa daluwarsa penuntutan dan daluwarsa menjalankan pidana sama-sama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang lama dan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku mulai 2026 nanti.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.