Kisah Inspiratif
Kisah Anfield, Remaja Autis dan Tuna Rungu yang Menginspirasi Lewat Seni
Kisah Anfield, Remaja Berkebutuhan Khusus yang Berkarya Tanpa Batas Lewat Media Sosial. Jadikan Seni Sebagai Bahasa Ekspresi
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Dwi Rizki
“Kadang-kadang dikasih (ponsel), tapi paling pulang sekolah,” ujarnya dengan suara lembut, Selasa (7/10/2025).
Sri menegaskan, anaknya terkadang menggunakan ponsel pintarnya untuk belajar atau kegiatan positif lainnya.
Misalnya, ketika ada tugas dari sekolah yang mengharuskan menggunakan ponsel, maka Sri akan memberikannya.
Walau secara usia anaknya sudah dewasa, tapi Sri tetap menjadi pengawas utama ketika sang anak berinteraksi dengan dunia maya.
Selain belajar, Sri selama ini melihat anaknya menggunakan ponsel untuk menonton YouTube atau sekedar bermain game Roblox.
“Kalau tugasnya pakai HP, ya pakai. Kalau enggak, ya enggak. Saya lihat dulu dia main apa. Kadang nonton YouTube, tapi cuma kartun anak-anak aja. Paling nonton atau main game roblox gitu,” ucapnya sambil tersenyum.
Ia memastikan, tontonan anaknya tetap aman dan sesuai usia karena sering diberikan pemahaman maupun arahan saat memegang ponsel.
Sri memberikan ponsel kepada Kayla karena ingin mengedepankan rasa keadilan bagi sang anak yang berkebutuhan khusus.
Sebab, ia tak mau ada kecemburuan di dalam rumah karena anak pertamanya diperbolehkan menggunakan ponsel setiap hari.
“Kalau ada yang enggak pantas, langsung saya larang. Kadang suka nangis, tapi kadang enggak juga. Kalau begitu (nangis dilarang main ponsel) ya dibujuk aja, pelan-pelan baru bisa lepas dari ponsel,” ungkapnya.
Kesetaraan Hak Anak Disabilitas
Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KNP), Kikin P Tarigan memandang, anak-anak penyandang disabilitas punya hak yang sama dalam menikmati kemajuan teknologi.
Namun, tak semua dari mereka bisa mengakses dunia digital dengan cara yang sama seperti anak normal pada umumnya.
Misalnya, ada disabilitas pendengaran (tuli), autis dan lainnya, maka cara mereka mengakses internet tentu berbeda.
Sehingga, perlu adanya pengawasan atau bantuan dari orangtua ketika anak berkebutuhan khusus memainkan smartphonenya.
“Disabilitas itu kan macam-macam ya, rodanya juga beda-beda. Ada anak disabilitas yang bisa langsung mengakses internet tanpa alat bantu, tapi ada juga yang butuh teknologi khusus,” ujar Kikin.
Menurutnya, jika anak yang hanya mengalami hambatan pada kaki, tentu lebih mudah mengakses internet dibandingkan anak tunanetra atau tunarungu, autis dan lainnya.
Lebih lanjut Kikin, jika anak tunarungu tentu butuh panduan visual saat mengakses internet atau ruang digitalisasi.
Sementara anak tunanetra butuh alat bantu suara agar bisa mengakses dan memahami apa yang ditontonnya.
Lain lagi dengan anak-anak yang punya hambatan intelektual, mereka perlu tampilan yang sederhana dan mudah dipahami.
KND menilai, teknologi digital sangat membantu anak-anak disabilitas dalam belajar dan bersosialisasi serta ruang berekspresi dalam menjalankan hari-harinya.
Namun, pengawasan tetap diperlukan terhadap anak-anak tersebut agar tidak melihat sesuatu yang bisa membawa dampak negatif.
“Anak disabilitas juga perlu diberikan batasan dan panduan, sama seperti anak-anak pada umumnya. Tujuannya supaya tidak terjadi penyalahgunaan dari pihak luar atau dari dirinya sendiri,” jelasnya.
Selain untuk belajar, dunia digital juga membuka peluang kerja baru bagi penyandang disabilitas.
Kikin mengakui, banyak dari mereka yang kini bisa belajar, bekerja dari rumah, menjadi kreator konten, atau berjualan secara online.
KND juga bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk melatih anak-anak disabilitas agar mengakses digital secara bijak dan sesuai dengan kategorinya.
“Itu sangat membantu karena tidak semua tempat kerja punya aksesibilitas yang memadai. Jadi bekerja secara digital jadi pilihan utama (disabilitas),” katanya.
KND juga berharap pemerintah terus memperluas akses digital bagi anak disabilitas, termasuk lewat pelatihan, lomba, dan kegiatan inklusif.
Ia yakin, para disabilitas memiliki kemampuan yang luar biasa dan tak kalah hebat dengan orang normal pada umumnya.
Kikin memastikan, penggunaan internet atau digitalisasi sangat penting bagi penyandang disabilitas untuk menambah keterampilan, pengetahuan dan ruang interaksi sosial.
"Harapannya, sejak dini anak-anak disabilitas sudah terbiasa dengan teknologi. Jadi mereka bisa tumbuh dengan percaya diri dan berdaya saing, sama seperti anak-anak lainnya,” imbuhnya. (m26)
RUANG DIGITAL - IG Anfield Wibowo yang banyak pamerkan karya lukisnya dan tak sedikit yang berminat untuk membelinya. Namun, ayah Anfield Donny tak pernah memasang harga dari setiap postingan karya anaknya.
Kisah Haru Satpam dan OB Diangkat Jadi ASN di Universitas Singaperbangsa Karawang |
![]() |
---|
Bangun SMK Gratis hingga Pelopor Gerakan Tertib Lalu Lintas, Ipda Sandi Praja Diganjar Penghargaan |
![]() |
---|
Rex Alexander Symour, Pebalap Cilik Indonesia yang Melaju Kencang di Usia 9 Tahun |
![]() |
---|
Sosok Santoso, Petani Asal Malang Jatim yang Raih Gelar Master Panen |
![]() |
---|
Omset Tembus Hampir Rp 1 Miliar, Begini Proses Pembuatan Kerupuk Kulit Sapi UD Heru Cisalak Depok |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.