Demonstrasi

Polisi Bongkar Ada Donatur Demo Rusuh di Jakarta, Satu Orang Dijanjikan Rp200 Ribu untuk Ikut Demo

Adapun peserta yang diduga menerima iming-iming tersebut mencakup anak-anak dan orang dewasa.

Penulis: Ramadhan L Q | Editor: Feryanto Hadi
Dwi Putra Kesuma/ TribunJakarta
MASSA DEMO TERCECER - Polisi memukul mundur demonstran hingga ke kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat pada Senin (25/8/2025) sore. P 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Ramadhan L Q 


WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI - Polda Metro Jaya mengungkap dugaan adanya pemberian imbalan uang kepada peserta aksi anarkistis yang berlangsung di Jakarta pada 25 hingga 31 Agustus 2025. 

Adapun peserta yang diduga menerima iming-iming tersebut mencakup anak-anak dan orang dewasa.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi menyatakan, pihak kepolisian masih menyelidiki siapa pihak yang mengiming-imingi uang itu.

“Ada beberapa pihak yang masih kami dalami karena diduga memberikan iming-iming imbalan uang dengan rentang nominal Rp62.500 hingga Rp200.000 bagi anak-anak dan dewasa yang mau hadir melakukan aksi,” kata Ade Ary dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (2/9/2025).

Baca juga: Kejari Jaksel Seolah Susah Eksekusi Silfester, Mahfud MD Sarankan Tim Tangkap Buronan Bergerak

Sebelumnya, sebanyak 38 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kericuhan yang terjadi di Jakarta pada pekan lalu.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, seluruh tersangka itu telah dilakukan penahanan.

"Hingga hari ini, kami telah melakukan penahanan terhadap 38 tersangka," ujar Ade Ary, kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (2/9/2025).

Menurut Ade Ary, para tersangka diduga terlibat dalam berbagai tindakan saat kericuhan, antara lain melempar molotov dan batu hingga memukul petugas menggunakan bambu.

"Mereka juga melawan dan menghalangi petugas yang sedang menjalankan tugas, serta melakukan kekerasan secara bersama-sama terhadap Polsek Cipayung, Jakarta Timur," jelasnya.

Selain itu, beberapa tersangka juga diduga merusak kendaraan, membakar halte Transjakarta, serta menghasut pelajar untuk bertindak anarkis.

"Ada yang diduga menghasut pelajar melalui ajakan provokatif. Salah satu tersangka juga ditahan karena membakar halte bus Transjakarta di depan sebuah mal berinisial F di Jalan Sudirman," tambah Ade Ary. 

Baca juga: Karang Taruna DKI Akan Sanksi Tegas Jika Anggotanya Terbukti Terlibat Pembakaran Halte TransJakarta

Puluhan korban tewas versi Komnas HAM

Semengtara itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat ada 10 korban meninggal dunia dalam aksi demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus 2025, di berbagai wilayah di Indonenesia.

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan data itu dihimpun berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan. 

Menurut Anis, 10 korban tewas itu berasal dari empat daerah, yakni Jakarta, Makassar, Solo, dan Yogyakarta. 

Baca juga: PBB Menduga Ada Pelanggaran HAM saat Menangani Aksi Demo, Pigai: Mereka Telat

Awalnya, Anis menyebut ada 11 orang yang meninggal dunia, namun dikoreksi kembali karena ada korban yang ternyata masih di rumah sakit.

 "10 (korban jiwa) ya, yang satu orang Makassar masih dirawat di rumah sakit," kata Anis, saat dikonfirmasi usai konferensi pers di Kantor Komnas HAM RI, Selasa (2/9/2025).

Berikut adalah data korban meninggal dunia akibat aksi unjuk rasa pada 25, 28, 29, 30, dan 31 Agustus 2025 di sejumlah daerah:

1. Affan Kurniawan di Jakarta

 2. Sari Nawati di Makassar

 3. Sauful Akbar di Makassar

4. M. Akbar Basri di Makassar

5. Rusma Diansyah di Makassar

6. Sumari di Solo

7. Reza Sandy Pratama di Yogyakarta

8. Andika Lutfi Falah di Jakarta

9. Iko Juliarto Junior di Semarang

10. Korban di Manokwari dengan identitas masih sedang dikumpulkan oleh Komnas HAM.

Anis mengatakan, jumlah tersebut merupakan hasil monitoring Komnas HAM yang dilakukan sejak aksi unjuk rasa hingga hari ini.

"Komnas HAM menyampaikan keprihatinan mendalam karena aksi demonstrasi yang meluas di berbagai wilayah ini sudah menimbulkan banyak korban. Sejauh ini tercatat setidaknya 10 orang korban meninggal dunia," ujarya. 

Menurut Anis, sejumlah korban tewas diduga karena mengalami kekerasan dan penyiksaan oleh aparat. 

Baca juga: Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Sorot Cara Kerja Polisi, Dianggap Pemicu Demo Anarkis

"Beberapa di antaranya diduga kuat karena mengalami kekerasan dan penyiksaan aparat, ini masih kami selidiki dan penyebab-penyebab yang lainnya," tutur Anis. 

Seperti diketahui unjuk rasa pada akhir Agustus 2025 merupakan aksi kekecewaan masyarakat atas kenaikan pendapatan anggota DPR-RI di saat perekonomian sedang lesu. 

Unjuk rasa meningkat usai tragedi yang merenggut nyawa pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, karena dilindas kendaraan taktis Brimob.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta maaf atas peristiwa tersebut dan menyesali kejadian itu.

Tujuh personel Brimob di dalam mobil itu pun kini tengah diproses etik.

Namun, gelombang unjuk rasa masih tetap terjadi menuntut keadilan bagi Affan.

Lokataru Kecam Tuduhan Penghasutan

Tim Advokasi Lokataru Foundation mengecam penangkapan Direktur Lokataru Delpedro Marhaen dan stafnya, Mujaffar Salim, yang dilakukan Polda Metro Jaya tanpa prosedur hukum yang jelas.

Penangkapan tersebut dinilai sebagai bentuk kriminalisasi terhadap organisasi masyarakat sipil yang aktif mengawasi kinerja pemerintahan.

"Kami dengan tegas mengecam tindakan pengkambinghitaman ini, terhadap organisasi masyarakat sipil yang sejak awal memang kami mengerjakan fungsi-fungsi, peran-peran kerja terhadap area mengawasi kinerja pemerintahan yang baik sesuai dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia," ujar Fian Alaydrus, juru bicara tim advokasi Lokataru, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (2/9/2025).

"Dan kami menilai ini terlalu jahat untuk apa menuduh kami sebagai dalang penghasutan segala macam. Ini bentuk, kalau teman-teman Gen Z bilangnya, playing victim. Seharusnya, institusi yang kita lagi berdiri di sini, bisa mengintropeksi diri sendiri ke dalam, bahkan sejak dia melindas seorang meranggut nyawa sampai 7-8 orang," sambungnya.

Baca juga: Kronologi dan Profil Delpedro Marhaen, Aktivis HAM yang Ditangkap 10 Pria Tegap Berpakaian Hitam

Delpedro ditangkap di kantor Lokataru, Senin (1/9/2025) malam sekira pukul 22.45 WIB, sedangkan Mujaffar diamankan saat sedang mendampingi Delpedro di Mapolda Metro Jaya, Selasa.

Menurut Fian, penangkapan dilakukan tanpa penjelasan yang memadai serta disertai intimidasi. 

Bahkan, surat penangkapan disebut belum diterima secara resmi pihak Lokataru hingga saat ini.

Keduanya dijerat dengan pasal dugaan penghasutan yang berkaitan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun, Fian menilai tuduhan tersebut tidak berdasar.

"Seharusnya dia melakukan intropeksi ke dalam, bukan menunjuknya ke orang-orang atau bahkan organisasi yang sejak awal kami melakukan peran-peran pengawasan publik, melakukan pendidikan demokrasi, mengawasi kinerja pemerintahan dengan asas-asas pemerintahan umum yang baik, prinsip hak asasi manusia, dan kami menilai ini sungguh amat kejam tuduhan terhadap organisasi masyarakat sipil," tuturnya.

"Yang kedua, dari sisi prosedur dalam konteks penangkapan teman-teman kami, sahabat kami Delpedro dan juga Mujaffar, dari sisi prosedur itu sangat menyalahi KUHP. Tidak ada proses pemeriksaan awal, pemanggilan, bahkan tiba-tiba langsung ditangkap, langsung penetapan tersangka bahkan," lanjut dia.

Fian juga menyatakan, dugaan penghasutan hanya merujuk pada aktivitas edukasi publik yang dilakukan Lokataru melalui media sosial, termasuk Instagram.

Aktivitas tersebut, lanjutnya, merupakan bagian dari peran masyarakat sipil dalam mendidik publik tentang demokrasi dan hak asasi manusia.

"Kalau memang kita mau masuk sedikit ke substansi, kita lihat ada teman-teman kita dituduh terhadap proses penghasutan. Terhadap hasutan yang mana? Apakah ada proses cross-check silang antara siapa yang dihasut dan juga penghasut? Tidak ada informasi itu secara utuh, secara proper, yang dilakukan oleh Kepolisian Republik Indonesia. Dan lagi-lagi ini untuk mau mengahlikan tanggung jawab mereka, seharusnya mereka melakukan proses investigasi yang mendalam terhadap apa yang mereka lakukan terhadap warga, menghilangkan nyawa seorang, justru ini menunjuk kepada kami," kata Fian.

"Ini sungguh-sungguh amat kejam, dan ini bentuk kemunduran demokrasi yang paling jauh. Bahkan kantor HAM PBB sudah melakukan statement, harus ada investigasi transparansi terhadap Kinerja Kepolisian Republik Indonesia dalam merespon aspirasi publik yang beberapa seminggu kebelakangan ini dilakukan oleh masyarakat. Kurang lebih itu," sambungnya.

Lebih lanjut, Fian menyebut bahwa kondisi Delpedro saat ini tetap kuat dan bersemangat.

“Pedro tetap tegar. Ia memimpin Lokataru dengan semangat perjuangan. Justru ini menjadi momentum untuk terus menyuarakan kebenaran dan melawan ketidakadilan," tuturnya.

Ia juga menyinggung, penangkapan ini bertolak belakang dengan janji-janji Presiden Prabowo untuk menegakkan keadilan dan keterbukaan.

“Kalau pemerintah serius dengan reformasi hukum, semestinya tindakan represif seperti ini tidak terjadi. Ini justru memperlihatkan bahwa aparat belum sepenuhnya berubah,” pungkas Fian.

Saat ini, baik Delpedro maupun Mujaffar telah ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal yang sama. 

Tim advokasi Lokataru menyatakan akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-hak keduanya dan meminta agar proses penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved