Pendidikan

37.718 Anak di Kabupaten Bekasi Tercatat sebagai Anak Tidak Sekolah, Ini yang Dilakukan Pemkab

Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menghadapi tantangan serius dengan tingginya angka Anak Tidak Sekolah (ATS). 

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Irwan Wahyu Kintoko

 

Ringkasan Berita:
  • Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menghadapi tantangan serius dengan tingginya angka Anak Tidak Sekolah (ATS)
  • Persoalan ATS tidak bisa diselesaikan hanya oleh dinas pendidikan
  • Pentingnya pemberdayaan ekonomi keluarga bagi anak-anak yang berhenti sekolah

 

WARTAKOTALIVE.COM, BEKASI - Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menghadapi tantangan serius dengan tingginya angka Anak Tidak Sekolah (ATS). 

Berdasarkan data Verval ATS Pusdatin Kemendikdasmen tahun 2025, sebanyak 37.718 anak di Kabupaten Bekasi tercatat sebagai ATS. 

Dari jumlah tersebut, 18.734 anak belum pernah mengenyam pendidikan formal, 10.076 anak putus sekolah di tengah jalan, dan 8.908 anak berhenti setelah lulus tanpa melanjutkan ke jenjang berikutnya. 

Baca juga: 47 Anak Putus Sekolah di Jakbar Sudah Kembali Bersekolah

Kondisi ini menempatkan Kabupaten Bekasi dalam daftar 10 besar daerah dengan ATS tertinggi di Jawa Barat. 

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi, Imam Faturahman, menyebutkan, angka ATS di wilayahnya masih tergolong tinggi dan cenderung meningkat setiap tahun ajaran baru. 

Faktor penyebabnya beragam, mulai keterbatasan akses sekolah, kondisi ekonomi keluarga, hingga faktor sosial budaya. 

Baca juga: Prabowo Tambah 65 Sekolah Rakyat Bulan Depan, Anak-anak Putus Sekolah jadi Sasaran

"Kabupaten Bekasi masih cenderung tinggi dan masuk 10 besar ATS se-Jawa Barat," kata Imam, Jumat (7/11/2025).

Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi telah melakukan pertemuan dengan Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Provinsi Jawa Barat, Rabu (5/11/2025). 

Tujuan pertemuan itu untuk membahas langkah menekan angka ATS tersebut.

Baca juga: Makna Kemerdekaan Bagi Wakil Ketua DPRD Karawang Dian Fahrud: Tak Ada Lagi Anak Putus Sekolah

Ia juga menegaskan, permasalahan ATS tidak bisa diselesaikan hanya oleh dinas pendidikan. 

"Ini membutuhkan kolaborasi lintas sektor," kata Imam. 

Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi bersama BBPMP Jawa Barat telah memulai langkah pendampingan ATS di tiga desa dan satu kelurahan dengan target penurunan ATS sebesar 20 persen pada tahun 2025. 

Baca juga: Sempat Putus Sekolah, Okta jadi Korban Perundungan Saat Belajar di SKB 07 Cengkareng Jakbar

Selain itu, program wajib belajar 13 tahun—dari PAUD hingga SMA—direncanakan mulai diberlakukan pada tahun 2026. 

Dinas Pendidikan juga bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk memadankan data ATS dengan data kependudukan. 

Hal ini bertujuan agar identitas setiap anak dapat terverifikasi dengan benar.

Baca juga: Cerita Anggota DPRD DKI Lukmanul Hakim Temukan Banyak Anak Putus Sekolah di Jakbar

Disdukcapil juga siap memfasilitasi penerbitan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi anak yang belum memilikinya. 

"Penyebab ATS banyak, maka kita uraikan satu-satu untuk penyelesaiannya," katanya. 

Kolaborasi

Perwakilan BBPMP Jawa Barat, Liesna Dyah P, mengatakan, persoalan ATS tidak bisa diselesaikan hanya oleh dinas pendidikan. 

Perlu kolaborasi antara pemerintah daerah, Kementerian Agama hingga pemerintah desa.

Liesna juga menyoroti pentingnya pendataan yang valid dan menyeluruh terkait jumlah serta penyebab anak tidak sekolah. 

Baca juga: Anggaran Pendidikan Jakarta Tembus Rp 3,4 Triliun, Puluhan Anak di Jakbar Putus Sekolah

"Data yang valid menjadi langkah awal untuk menentukan solusi yang efektif," katanya. 

BBPMP Jawa Barat juga mendorong Pemkab Bekasi untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan ATS sebagai wadah koordinasi lintas instansi. 

"Kami berharap segera ada regulasi daerah yang menjadi dasar pembentukan Satgas ATS dan tanpa regulasi, koordinasi lintas sektor akan sulit berjalan," jelas Liesna. 

Baca juga: Curhat Okta, Anak 12 Tahun yang Hampir Gagal Raih Mimpi Jadi Guru Gara-gara Putus Sekolah

Selain aspek regulasi, Liesna menyoroti pentingnya pemberdayaan ekonomi keluarga bagi anak-anak yang berhenti sekolah karena harus membantu orang tua bekerja. 

"Kalau anaknya kita bantu lewat beasiswa, orang tuanya pun harus diberi dukungan ekonomi agar tidak lagi bergantung pada tenaga anaknya," ucap dia. (maz)

Sumber: Tribun bekasi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved