WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan masih mendalami peran mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) atau Gus Yaqut dalam dugaan tindak pidana korupsi pembagian kuota haji tambahan 2023-2024, yang merugikan negara sampai Rp 1 Triliun.
KPK tidak menepis bahwa Gus Yaqut berpotensi menjadi tersangka.
Hal itu dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (12/8/2025).
Baca juga: Dicegah ke Luar Negeri, Yaqut Terseret Dugaan Korupsi Kuota Haji
Menurut Asep, potensi Gus Yaqut menjadi tersangka seiring dengan posisinya yang menjabat sebagai menteri saat itu dan mengeluarkan SK.
Hal tersebut, kata Asep yang kini tengah didalami dan sudah menjadi salah satu bukti yang dipegang KPK.
"Apakah ini sudah akan menjadi potensial suspect seperti itu? Nah, itu menjadi salah satu buktinya. Jadi kita akan perlu banyak bukti nih. Salah satunya sudah kita peroleh," kata Asep.
Menurutnya KPK belum dapat menetapkan tersangka meski kasus sudah naik dalam tahap penyidikan, karena masih melakukan pendalaman.
Asep mengatakan pihaknya masih terus mencari bukti-bukti lain untuk menguatkan.
Selain itu, KPK juga ingin memperdalam bagaimana proses SK terbit.
Sebab dalam penerbitan SK dinilai KPK ada proses perancangan dan lainnya.
"Ini tadi surat yang disampaikan itu SK. Ini sudah kita peroleh dan itu menjadi salah satu bukti. Tentunya kita harus mencari bukti-bukti lain yang menguatkan dan juga kita akan memperdalam bagaimana proses dari SK itu terbit," lanjut Asep.
Asep menjelaskan umumnya jabatan setingkat menteri bisa jadi ada yang menyusun SK.
Hal ini juga berkaitan dengan peran Gus Yaqut apakah SK itu dirancang sendiri.
Baca juga: Sosok Bos Maktour Fuad Hasan Masyhur Ikut Dicekal Bersama Yaqut Cholil
"Karena pada umumnya pada jabatan setingkat menteri yang bersambutan apakah memang merancang SK itu sendiri atau SK itu sudah jadi. Ada yang menyusun SK itu kemudian istilahnya disodorkan kepada yang bersangkutan untuk ditanda tangan. Nah, ini yang sedang kita dalami," tambahnya.
KPK akan menelusuri siapa yang memberikan perintah awal. Proses penyidikan akan didalami baik dari jabatan tertinggi atau dari pihak lain.
"Jadi kita lihat seperti tadi di awal itu siapa yang beri perintah. Apakah ada yang lebih tinggi dari itu kemudian beri perintah atau bagaimana kita sedang kita dalami," tukasnya.
Asep memastikan pihaknya membidik 'intelektual dader' dalam kasus dugaan korupsi ini.
Dalam kasus tindak pidana korupsi, intelektual dader merujuk pada pelaku utama yang memiliki peran intelektual atau perencana.
Artinya adalah otak kejahatan atau master mind.
"Jadi, tidak hanya eksekutornya saja tetapi siapa yang jadi mastermind-nya. Jadi, siapa yang memberikan perintah dan lain-lain, kemudian terkait dengan aliran uangnya," ujar Asep.
Asep menuturkan kuota haji tambahan sebanyak 20.000 tidak diperuntukkan sesuai dengan undang-undang.
Tambahan kuota haji tersebut diperoleh setelah pertemuan bilateral antara Presiden ke-7 RI Joko Widodo dengan Putra Mahkota yang juga Perdana Menteri (PM) Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman Al-Saud pada 19 Oktober 2023 lalu.
Berdasarkan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Kuota haji khusus terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus.
Lebihnya yakni 92 persen diperuntukkan untuk kuota haji reguler.
Tambahan kuota haji sebanyak 20.000 seharusnya dibagikan untuk jemaah haji reguler sebanyak 18.400 atau setara dengan 92 persen, dan kuota haji khusus sebanyak 1.600 atau setara dengan 8 persen.
Dengan demikian, seharusnya haji reguler yang semula hanya 203.320 akan bertambah menjadi 221.720 orang.
Sementara haji khusus yang semula 17.680 akan bertambah menjadi 19.280 orang.
Namun, dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Menteri Agama saat itu Yaqut Cholil Qoumas pada tanggal 15 Januari 2024 justru mengatur pembagian 10.000 untuk kuota haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus.
KPK akan mendalami SK tersebut apakah usulan dari bawah ke atas (bottom up) atau perintah dari atas ke bawah (top down).
"SK itu menjadi salah satu bukti, kita perlu banyak bukti, satu sudah kita peroleh itu SK, tentunya kita harus mencari bukti lain yang menguatkan. Apakah yang bersangkutan (Yaqut Cholil Qoumas) merancang sendiri SK itu atau apakah SK itu sudah jadi lalu disodorkan kepada yang bersangkutan untuk ditandatangani. Ini yang kita dalami," ungkap Asep.'
Asep menjelaskan penyidik akan mendalami pertemuan antara jajaran Kementerian Agama dengan Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah yang menaungi agen perjalanan atau travel haji dan umrah.
"Pada level tingkat bawahnya, belum sampai ke penentu kebijakannya, mereka kumpul dulu, mereka rapat-rapat dulu dan akhirnya ada keputusan di antara mereka yang rapat ini, baik dari Kementerian Agama maupun dari asosiasi, ini perwakilan travel-travel, akhirnya dibagi dua nih menjadi 50 persen (kuota haji regular) dan 50 persen (kuota haji khusus)," ungkap Asep.
"Setelah disepakati 50-50 (persen), inilah kemudian yang saat ini sedang kita dalami di mana salah satunya dikuatkan dengan adanya SK. Dari menteri adalah 50-50 (persen) itu, cuma kita sedang mendalaminya apakah ini memang bottom up atau top down, atau memang dua-duanya ketemu di frekuensi yang sama: yang dari bawah inginnya begitu, yang dari atas juga inginnya begitu," lanjut Asep.
Lembaga antirasuah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan.
Status tersebut diperoleh setelah KPK menggelar ekspose pada Jumat (8/8/20254).
Baca juga: Dicegah ke Luar Negeri, Yaqut Terseret Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dalam menangani kasus dugaan korupsi haji.
Artinya, belum ada tersangka yang ditetapkan begitu Sprindik diteken.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dicari dalam proses penyidikan berjalan.
Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih.
KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka pasti kerugian negara.
Gus Yaqut Dicekal
Sebelumnya mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) dan dua orang lainnya dicekal ke luar negeri terkait kasus ini.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan mengeluarkan surat keputusan larangan bepergian ke luar negeri untuk mempermudah penyelidikan dugaan korupsi kuota haji 2023-2024 pada Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Kasus tersebut sempat 'menghilang' saat masa-masa pemilihan presiden lalu
Namun, belakangan, KPK kembali melakukan pemeriksaan intensif untuk mengungkap adanya dugaan korupsi yang merugikan uang negara
"Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 3 (tiga) orang yaitu YCQ, IAA dan FHM," terang juru bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan pernyataan tertulis yang diterima tim liputan KompasTV, Selasa (12/8/2025).
Budi menyatakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut diterapkan KPK karena keberadaan ketiganya di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji.
"Keputusan ini berlaku untuk 6 (enam) bulan ke depan," tambahnya.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News dan WhatsApp